BAB 81 Lan Xin Kecil yang Mulut Berkata Hati Menyangkal
Lan Xin ingin terus membenci Lei Tingyu dan mengabaikannya, siapa suruh dia dulu begitu menyebalkan.
"Tapi menurut kepala pelayan, Lei Tingyu nekat menerobos hujan dan kondisi jalan berbahaya untuk membelikannya obat sampai terluka, tetap membuat Lan Xin tidak bisa menahan kekhawatirannya."
"Siapa suruh dia menyelamatkan aku? Dia pantas saja!"
"Ekspresi wajahnya sama sekali tidak sesuai dengan nada bicara, bahkan sang kepala pelayan pun melihat kecemasannya."
"Nyonya muda, pepatah kuno bilang: 'Ribuan tahun bertapa baru bisa berbagi ranjang'. Jarang ada jodoh seistimewa ini, lebih baik hal-hal kecil di masa lalu dibiarkan berlalu."
Lan Xin menundukkan kepala.
Hubungannya dengan Lei Tingyu terlalu rumit. Dia bingung bagaimana menjelaskannya pada sang kepala pelayan, hanya bisa menjawab dengan diam.
Meski tersentuh oleh tindakan Lei Tingyu yang nekat membelikan obat, tapi kata-kata pedasnya kemarin masih membekas.
Dia hanya memperlakukan dirinya seperti peliharaan. Kebaikan dan hadiah-hadiahnya tak lebih dari "biaya pelacuran" versinya.
Mengingat ekspresi dingin Lei Tingyu saat mengucapkan itu, Lan Xin berusaha menekan perasaan khawatirnya.
Dia telah melukainya, tapi juga merawatnya. Biarlah semuanya impas.
Harusnya dia kendalikan hatinya, berhenti merindukan hal yang bukan miliknya, dan tidak lagi berharap Lei Tingyu akan menyukainya.
Tekad Lan Xin teguh, tapi saat berbaring sambil berselancar di media sosial, jarinya tanpa sadar mengetik kata kunci terkait infeksi luka.
Setelah membaca beberapa artikel, perasaan gelisah semakin menjadi.
Tertulis jelas: "Luka yang terpapar air kotor sangat rentan infeksi. Kasus parah bisa berujung amputasi!"
Pemandangan ini membuat wajahnya pucat, cepat menutup halaman web.
Namun konten-konten itu telah terukir kuat di hatinya.
Infeksi, amputasi...
Sama sekali tidak berani membayangkan, bagaimana wujud Lei Tingyu jika kakinya diamputasi karena membelikan obat untuknya.
Bayangan Lei Tingyu melompat dengan satu kaki muncul di kepalanya, membuat hatinya terpelintir sakit.
"Lan Xin, untuk apa lagi kau merindukannya? Dia sudah memperlakukanmu seperti itu." Ia mengetuk kepalanya sendiri, memaksa diri untuk tidak memikirkannya.
Kepala pelayan membawakan obat, Lan Xin menelannya lalu limbung.
Berbaring di ranjang dengan mata terpejam, kepalanya sangat sakit namun tak kunjung terlelap, seolah ada batu berat menekan hatinya.
Akhirnya ia menyambar ponsel, mengirim pesan WeChat padanya. Setelah mengirim, baru terasa lega.
Lan Xin telah menyelesaikan beban pikirannya, segera menyerahkan diri pada efek obat yang menyeretnya ke alam mimpi.
Sesaat sebelum tenggelam dalam tidur, Lan Xin berbisik pada diri sendiri: ini hanya perhatian manusiawi, sapaan persahabatan biasa, tanpa maksud lain.
Lei Tingyu saat ini sedang memantau situasi di pabrik lini depan.
Kehadiran bos besar ini membuat para atasan pabrik yang mendampingi inspeksi tidak berani lengah, penuh kewaspadaan mengamati raut wajah sang bos tertinggi.
Ekspresi Boss Lei tidak begitu cerah, namun kharisma dan kewibawaannya tetap memancar dari sorot mata yang penuh ketajaman.
Tapi wajah yang gelap gulita, sulit untuk diabaikan aura negatifnya. Dari ekspresi hingga gerakan, semua membuat orang yang mendampingi merasakan bahwa bos besar saat ini sedang kesal.
Hal ini membuat seluruh rombongan di sekitarnya berbicara dengan penuh kewaspadaan, khawatir ucapan mereka akan menginjak ranjau.
Qi Lei sebagai asisten khusus, mengikuti Lei Tingyu yang memancarkan aura "ayahmu sedang kesal" sepanjang perjalanan. Dari pakaian hitam yang dikenakan bos dari dalam ke luar, sudah bisa disimpulkan moodnya sangat buruk.
Ada cara paling sederhana untuk menilai apakah mood Boss Lei hari ini baik atau buruk: lihat warna pakaiannya.
Semakin gelap warnanya, semakin buruk moodnya. Hitam menandakan sudah mencapai titik terburuk. Hari ini bos mengenakan serba hitam dari dalam ke luar, bahkan jam tangan pun diganti dengan warna hitam polos, menunjukkan betapa mencekam suasana hatinya.
Tiba-tiba, bunyi notifikasi nyaring terdengar, sangat mencolok di bengkel yang sunyi.
Para pemimpin pabrik yang mendampingi Lei Tingyu langsung sakit perut. Siapa yang tak tahu diri ini? Tidak tahukah bos besar sedang inspeksi lapangan hari ini, berani main ponsel?
Saat para atasan marah-mencari sumber suara, mereka melihat bos tertinggi dengan tenang mengeluarkan ponsel dari saku, lalu membuka WeChat secara natural.
Melihat pesan terakhir di atasnya, alis yang muram seharian akhirnya sedikit cerah.
Pesan dari dia, hanya satu kalimat:
Jaga kebersihan lukanya. Kalau tewas, jangan libatkan aku.
Beberapa kata sederhana ini membuat bos membacanya berulang kali.
"Si kecil tak punya hati nurani, tidak melihat dirinya sendiri yang telah merawatnya semalam, sampai sekarang masih memaksakan diri bekerja, bisakah bicara dengan lebih lembut?"
Meski pesan ini hanya beberapa kata pendek, dengan ucapan yang sengaja menjauh, tapi setidaknya dia mau aktif berbicara padanya.
Maka, mood boss pun tidak terlalu buruk lagi.
"Direktur Pabrik Zhou, apa yang baru saja Anda katakan?"
"Eh, mengenai penyebab penurunan produksi pekerja lini depan beberapa hari terakhir, semoga Anda bisa memberi saya kesempatan menjelaskan."
Direktur pabrik dengan hati-hati memilih kata-kata, takut mendapat makian keras dari boss.
"Cuaca buruk beberapa hari ini, berikan pekerja tunjangan tiga kali gaji. Saya akan minta departemen produk mengurangi target tugas untuk kalian."
Boss berhasil dijinakkan oleh satu pesan WeChat, seketika ribuan orang mendapat manfaat.
Direktur pabrik ketakutan sampai rohnya hampir terlepas melihat sikap ramah boss.
Mengira akan ditegur boss, tak disangka boss tidak hanya tidak menuntut, malah menaikkan gaji pekerja?
Siapa yang bisa jelaskan, dari mana titik balik ilahi boss ini datang? Keberuntungan, kenapa datang begitu mendadak!
Boss Lei yang sudah cerah kembali melanjutkan inspeksi, ekspresi suram di wajahnya lenyap, terlihat lebih lembut.
Qi Lei menepuk bahu direktur pabrik yang mendapat pukulan berat, dia mungkin sudah mengerti siapa pengirim WeChat yang mengubah mood boss dan menyelamatkan ribuan orang dari denda.
Tampaknya cara menilai mood bos melalui pakaiannya sudah ketinggalan zaman. Sekarang sang pemilik warung lah yang menjadi figur kunci yang menguasai hidup-mati ribuan orang!
Hanya satu pesan bisa mengubah keadaan. Selain dia, tak ada yang sanggup.
Lan Xin beristirahat dua hari dan cepat pulih. Separuh penyakitnya berasal dari kecemasan. Api di hatinya padam, sakit pun sembuh secara alami.
Namun karena si licik bos diam-diam mempersiapkan kehamilannya, obat yang diminum semuanya obat herbal tradisional. Ramuan pahit dan sepat ini membuat Lan Xin agak gelisah.
Yang lebih menyebalkan, sejak pertengkaran mereka hari itu, dia tak pernah lagi melihat Lei Tingyu.
Penyakitnya sudah sembuh, tapi dia tak muncul lagi.
Pesan yang dikirimkannya tak dibalas.
Hanya menyuruh kepala pelayan Chen untuk merawat Lan Xin.
Lan Xin ingin tahu perkembangan terkininya, informasi hanya bocor sengaja/tak sengaja dari kepala pelayan Chen, selain itu berita TV yang sering menayangkan berita seputar Lei Group.
Curah hujan tahun ini sangat tinggi. Kota B termasuk yang dampaknya relatif ringan.
Beberapa kota kecil bahkan mengalami korban jiwa akibat hujan.
PR Lei Group sangat bagus. Mereka menyumbang banyak uang dan barang, sekaligus beriklan untuk perusahaan.
Lan Xin memegang remot, mengganti channel ke stasiun berita. Kebetulan sedang tayang Lei Tingyu mewakili Lei Group menyumbang di acara amal.
Dia meletakkan remot, menatap tak bergerak ke Lei Tingyu di TV.
Di layar, dia terlihat agak kurus.
Entah hanya perasaan atau bukan, Lan Xin merasa langkahnya saat naik ke panggung terlihat lambat, tidak seperti gaya gagah penuh angin kencang yang biasa ia miliki.
Mungkinkah lukanya di kaki belum sembuh?
Meski tidak melihat langsung adegan Lei Tingyu membeli obat di tengah hujan, Lan Xin bisa membayangkan pemandangan itu dengan menutup mata.
Ditambah ketidakhadirannya selama beberapa hari ini, sulit bagi Lan Xin untuk tidak membayangkan hal-hal buruk.
Ini hari ke-4 tanpa kehadiran Lei Tingyu.
Adegan Lei Tingyu menghilang dari layar.
Lan Xin mulai bolak-balik mengganti saluran TV.
Awalnya ingin mencari acara yang berhubungan dengannya, tapi setelah semua berita selesai, bahkan wajah penyiar berita maupun idola di sinetron terlihat mirip dengannya.
Kegelisahannya terlihat oleh Kepala Pelayan Chen. Dengan desahan pasrah, "Seberapa lama lagi sebenarnya mereka akan terus bersikap kaku seperti ini?"
Perintah Lei Tingyu padanya adalah merawat Nyonya Muda sampai sembuh lalu pergi.
Kini kondisi Nyonya Muda hampir pulih sepenuhnya, namun hubungan antara Nyonya Muda dan Tuan Muda masih membeku.
Nyonya Muda berpura-pura tenang menonton TV setiap hari, tapi mata nenek tua ini masih tajam.
Jangan sangka ia tak melihat Nyonya Muda yang bolak-balik menonton berita tentang Lei Group, sambil bertanya dengan nada pura-pura acuh: "Bagaimana kabar pria itu?"
“Sedangkan Tuan muda juga, setiap hari tepat tiga telepon menanyakan kondisi Nyonya muda: berapa banyak makan, bagaimana tidurnya, apakah penyakitnya sudah sembuh total, tapi tetap tidak mau datang menemui dia.”
“Melihat kepala pelayan hampir mati keburu-buru, benar-benar Paman bisa tahan, Bibi pun sudah tak sanggup menahan diri.”
Saatnya, harus mau membantu!
“Bibi Chen, ada sesuatu?”
Ketika Kepala Pelayan Chen untuk ke-N kali muncul seperti hantu melayang di dekat Lan Xin sambil terus-menerus mengeluarkan desahan panjang, akhirnya Lan Xin tak kuasa menahan diri dan bertanya.
“Ada satu hal, Tuan muda melarang saya mengatakannya, saya juga tidak tahu pantas atau tidak untuk diungkapkan——”
Nada bicara seperti ini, ditambah ekspresi ingin mengatakan tapi ragu, membuat Lan Xin mustahil untuk tidak bertanya.
“Dia kenapa?”
“Dia, ah!”
Bibi Chen kembali mendesah, sepasang mata tua yang cerdik menyapu wajah Lan Xin, melihat ekspresi khawatirnya, dalam hati diam-diam membuat gestur kemenangan.
“Dia kenapa, apakah kakinya bermasalah?”
Lan Xin langsung teringat adegan di televisi saat langkahnya terlihat agak lambat, hatinya terasa sesak.
“Pergilah temui dia, sifat Tuan muda sangat keras kepala, tidak mau minum obat, jika terus begini, ah!”
Bibi Chen mengusap sudut mata yang sebenarnya tidak ada air matanya sambil berkata.
Wajah Lan Xin memucat, mungkinkah Lei Tingyu benar-benar terpengaruh karena dirinya?
“Dia sekarang di rumah, atau perusahaan?”
“Di perusahaan! Sudah kondisi seperti itu masih memaksakan kerja, siapa pun yang menasihati tidak didengar.”
Lan Xin langsung berdiri hendak bergegas keluar,
“Nyonya muda, Anda jangan terburu-buru dulu!” Kepala pelayan memanggilnya.
“Aku tidak panik sama sekali.” Lan Xin berbohong di depan mata.
“Um, sebenarnya Anda memang tidak panik. Tapi sebelum keluar rumah, bisakah Anda ganti pakaian dulu?”
Lan Xin menundukkan kepala, baru menyadari masih mengenakan piyama SpongeBob.
Baru saja, dia hampir kabur dengan penampilan seperti itu!
