Bab 93 Seperti apa rumah dalam hatimu
Lan Xin mengingat kejadian saat itu, saat dia mendorong Lan Xiang ke bawah.
Meski kolam renang tidak dalam, Lan Xiang tersedak beberapa kali membuat Nyonya Lan murka.
Ibu Lan Xin ketakutan, takut Lan Mantian akan mengusirnya dan Lan Xin keluar. Dia mengambil kain pel dan memukul Lan Xin dengan keras sampai gagang pel sebesar itu patah, tapi tetap tidak berhenti.
Lan Xin selamanya mengingat rasa sakit yang menusuk tulang itu, tubuhnya bergaris-garis merah bekas cambukan.
Ibunya memukulinya sambil menangis, sedangkan Lan Mantian dan Nyonya Lan duduk di sofa menyaksikan ibu memukuli Lan Xin seperti menonton drama, sampai Lan Xin penuh luka baru diizinkan ibunya menyeretnya pulang.
“Dia berbaring di ranjang selama 3 hari baru turun dari ranjang. Anak sekecil itu dipukuli sampai begitu parah, tidak melukai organ dalam sudah termasuk bersyukur.”
“Meski Lan Xin menceritakannya dengan santai dan sengaja memudarkan masa ini, Lei Tingyu tetap merasa geram.”
“Dia tidak hanya membenci para gila dari Keluarga Lan, tapi semakin membenci dirinya sendiri.”
“Mengapa, di tahun-tahun tersulitnya, aku menghilang dari kehidupannya, membuatnya memiliki masa kanak-kanak yang begitu menyakitkan.”
“Mengapa, tidak menemukannya lebih awal.”
“Sebenarnya dipukuli pun aku rela, toh aku juga salah telah mendorong Lan Xiang ke kolam renang. Tapi, Lan Xiang dia... dia...” Matanya memerah saat Lan Xin mengingat adegan itu.
Lei Tingyu melihatnya gemetar hebat, tak tahan bertanya.
“Apa lagi yang dilakukan si wanita jalang itu?”
“Dia membunuh Xiao Yu! Ibu memukuliku selama 3 hari sampai tak bisa turun ranjang. Hari keempat, akhirnya aku bangkit. Begitu membuka pintu, langsung melihat mayat Xiao Yu basah kuyup. Ia diikat batu dan ditenggelamkan ke kolam renang sampai mati lemas. Paginya masih menjilat telapak tanganku sambil mengibaskan ekor, minta aku cepat sembuh. Siang itu ia sudah tewas, mati...”
Kenangan ini membuat Lan Xin sangat menderita.
“Aku tak punya teman, tak punya keluarga. Satu-satunya ibu juga penakut hanya bisa menginjak-injakku. Satu-satunya teman sejati hanyalah anak anjing ini.”
“Tapi Lan Xiang dengan kejam menenggelamkan Xiao Yu, hanya karena dulu kudorong dia ke kolam renang.”
“Lei Tingyu bisa memahami betapa pentingnya anjing yang memiliki nama sama dengannya bagi Lan Xin. Melihatnya menangis sedih, dia hanya bisa menggapai dan memeluknya dalam dekapan.”
Suara teredam Lan Xin terdengar dari dadanya, “Lei Tingyu, menurutmu mengapa dia begitu tegas? Xiao Yu begitu menggemaskan, bagaimana dia tega melakukannya?”
“Hari-hari indahnya akan segera berakhir.” Suara suram Lei Tingyu menggema, namun tangannya dengan lembut mengelus rambut panjangnya, “Aku bersumpah!”
Malam hujan ini, rintiknya terasa dingin, namun hati menjadi hangat setelah mencurahkan isi hati.
Lan Xin menuangkan segala kemarahan terhadap Lan Xiang kepada Lei Tingyu. Selama bertahun-tahun beban dalam hatinya akhirnya terlampiaskan. Setelah amarahnya mereda, barulah ia sadar telah bersandar pada Lei Tingyu cukup lama.
Sepanjang waktu itu, dia terus memeluknya dengan sabar mendengarkan kisah masa lalunya. Baru setelah selesai bercerita, Lan Xin menyadari kemejanya telah basah oleh air matanya, membuatnya sedikit malu.
“Sekarang memang belum bisa memelihara anjing. Setelah vila pilihan baru selesai direnovasi, setahun kemudian aku izinkan kamu memelihara seekor Xiao Lan.” Ucapnya penuh belas kasih setelah mendengar pengalaman Lan Xin.
“Mengapa harus setahun kemudian?”
Lei Tingyu melirik perutnya, menghindari pertanyaan itu.
Diam-diam dia merencanakan program kehamilan untuknya. Memelihara hewan peliharaan saat hamil tidak baik.
Boss selalu punya teori aneh. Lan Xin tak pernah bisa memahami pemikirannya.
“Mengapa harus dinamakan Xiao Lan?”
“Untuk nama yang akan diberikan bos kepada anjing masa depan, Lan Xin merasa bingung.”
“Kau tebak?” Lei Tingyu menampakkan gigi putihnya dengan licik-licik.
Lan Xin tak tahu harus berkata apa, “Lei Tingyu, jangan-jangan kau terlalu pelit ya?”
Mungkinkah karena dulu dia tak sengaja memelihara anjing yang namanya sama dengannya, lalu dia balas dendam padanya?
“Pokoknya, mengizinkanmu memelihara makhluk berbulu yang suka rontok itu sudah merupakan pengecualian, jangan berharap lebih! Namanya Xiao Lan!”
Lei Tingyu berkata dengan nada memberi sedekah.
Tiga kalimat itu memancarkan esensi dasar keotoriterannya, Lan Xin hanya bisa terdiam.
Topik sebelumnya agak getir, dia merasa perlu mengganti subjek pembicaraan.
“Lei Tingyu, kau mau beli rumah lagi?” Dia sudah punya begitu banyak properti, mengapa masih membeli?
“Sudah dibeli. Satu di area vila Kota B, satu set kastil abad pertengahan di F dengan perkebunan independen. Nanti saat musim hujan di Kota B bisa kita gunakan untuk liburan.”
Persiapan ini sudah dia lakukan sejak mulai mempersiapkan kehamilan Lan Xin.
“Orang kaya benar-benar bisa bersenang-senang.” Lan Xin menyeringai.
Boss Lei bersikap royal, membicarakan pembelian vila mewah seperti membeli dua ikat sawi putih.
Sama-sama manusia, dia masih berjuang keras menghadapi kehidupan sambil menanggung hutang budak yang banyak pada Boss Lei.
“Kastilnya sudah kulihat. Di perkebunan bisa memelihara 2 kuda murni. Nanti anak-anak juga punya tempat bermain. Kau lebih suka renovasi bergaya retro abad pertengahan atau yang lebih modern?”
“Lebih baik yang bergaya klasik——Apa gunanya aku suka, lagipula bukan aku yang tinggal.”
Mendengar dia menyebut anak, Lan Xin agak terkejut, dia sudah merencanakan sampai sejauh itu?
Tapi saat dia punya anak sendiri, dirinya pasti sudah melunasi utang dan meninggalkannya.
“Lei Tingyu... Kau berencana menikah lagi?”
“Tidak.” Jawabannya singkat dan tegas.
Kata "menikah lagi" sangat tidak akurat, dia dengan tegas menyangkal.
Lan Xin lega sekaligus merasa ada rasa asam menggelitik di hati.
Sekarang tidak berencana menikah lagi, bukan berarti nanti tidak. Dia sudah beli rumah, sepertinya bersiap menjalani hidup bahagia.
Bahkan anak... sudah direncanakan...
Sudahlah, kalau dia mau menikah lagi dan punya anak dengan perempuan lain, apa hubungannya dengan dirinya?
Mungkin rasa sedihnya sekarang adalah iri hati karena Boss Lei bisa beli vila mewah sementara dia tidak.
Tapi sebenarnya kesedihannya tidak ada hubungannya dengan uang. Membohongi diri sendiri terkadang bisa menunda kepenatan.
“Renovasi kastil itu, gaya apa yang kau suka?” boss bertanya tak henti.
“Kalau ruangannya luas, buat beberapa kamar utama dengan gaya berbeda. Tiap musim ganti kamar, tidur di lingkungan berbeda sambil memeluk orang yang sama sampai rambut memutih.”
Suara Lan Xin terdengar bergetar saat mengucapkan dua kalimat terakhir.
Sebenarnya ini adalah keinginan kecilnya.
Dia menyukai fotografi, senang mencari keindahan yang berbeda, tapi berharap orang yang menemani di sisinya tetap sama.
Syaratnya, dia harus menemukan seseorang yang mau menikmati pemandangan berbeda dan merasakan indahnya kehidupan bersamanya.
Boss diam-diam mencatat semua permintaannya dalam hati.
"Jika ingin dibuat seperti itu, membutuhkan waktu."
"Kenapa kamu mengatakan ini padaku?" Lan Xin heran melihatnya, mengapa dia merasa perkataan boss tadi seperti menyuruhnya bersabar menunggu?
"Lei Tingyu, mengapa kamu tidak kembali ke rumah keluarga Lei? Tempat itu jelas sangat besar."
Memanfaatkan atmosfer harmonis saat ini, Lan Xin menanyakan hal yang selalu dia penasaran.
