Bab 110 Lan Xin Diputuskan
Menghadapi harapan Lan Xin, penolakan boss benar-benar sulit diucapkan.
“Um.”
Sebenarnya boss sangat ingin bertanya, mengapa dia berpikir warna norak tanpa kualitas dalam ini cocok untuknya?
“Lei Tingyu, sebenarnya menurutku kamu tidak seekstrim yang dibayangkan, kadang kamu juga cukup baik.”
Ingatan sekejap, itulah karakter Lan Xin.
Beberapa hari lalu masih bertarung habis-habisan dengan Lei Tingyu, baru diperlakukan baik sedikit, langsung lupa semua kejadian itu.
Lei Tingyu mencibir, menunjukkan kesombongan atas pujiannya, tapi, tidak membantah.
Lan Xin meletakkan pakaian di tubuhnya membandingkan, berkata serius, "Kulihat warna pakaianmu semua dingin. Awalnya sifatmu sudah dingin, pakaiannya juga begitu serius, siapa yang berani mendekatimu?"
Kenapa aku harus membuat orang lain mendekat?
Boss membantah dalam hati, tapi ekspresi wajahnya tetap menunjukkan kesombongan yang tenang.
"Jadi kupikir kalau kau ganti gaya pasti sangat tampan, coba dong?"
Lei Tingyu menggenggam pakaian menuju kamar mandi. Melihat sikapnya yang baik dan pujian tulus tentang postur tubuhnya, dia terpaksa menyetujui permintaan perempuan itu.
Saat berjalan separuh jalan, terdengar Lan Xin bergumam sendiri, "Posturmu bagus sekali, pasti lebih tampan daripada idolaku Sang Zirui saat memakainya."
"Dia juga pernah pakai?" Boss tiba-tiba merasa kualitas baju di tangannya turun beberapa tingkat, hampir saja dilempar ke lantai dan diinjak-injak untuk menunjukkan penolakan.
"Kan dia yang jadi endorsernya."
Mendengar itu, Boss yang sudah berjalan setengah jalan berbalik arah. Melemparkan pakaian ke ranjang, dengan wajah dingin langsung berjalan keluar.
Lan Xin masih menunggu melihat hasil cobanya, melihat Boss tiba-tiba mau pergi, buru-buru bertanya.
"Ada apa?" Aku benar-benar tulus membelikan ini untukmu.
"Aku sibuk."
Siapa yang mau pakai barang endorsemen pemuda tampan itu? Kelas rendah kualitas jelek, merusak citra dan menurunkan status!
Lan Xin mengeluarkan suara kecewa "Oh", mungkin dia mengira hadiah ini terlalu murah sehingga tidak dihargai.
Benar juga, dia dan dia memang tidak pernah berada dalam strata yang sama. Barang yang menurutnya mahal, bagi Lei Tingyu sama nilainya dengan kain pel.
Awalnya Lei Tingyu hendak membanting pintu sebagai bentuk protes, tapi melihat ekspresi Lan Xin yang muram, langkahnya terhenti. Setelah terdiam beberapa detik, dia bergumam rendah.
Berbalik badan, melangkah besar-besar mendekat, kasar mengambil bintang kecil warna kuning telur, masuk ke kamar mandi sambil membanting pintu.
Jangan dikira hatinya melemah. Dia hanya kasihan melihat si kucing liar itu terlihat memelas, jadi menghiburnya saja.
Sambil berganti pakaian, sang bos dengan sikap arogan berpikir.
Belakangan terjadi beberapa peristiwa yang cukup unik.
Setelah pulang dari rumah sakit, Lan Xin menerima beberapa boneka edisi terbatas dari butik itu. Setiap model dibuat sangat detail dan bernilai tinggi, katanya sebagai ucapan terima kasih atas bantuannya.
Tidak bisa ditolak, pihak toko benar-benar memohon dengan sangat.
Akhirnya Lan Xin menerimanya dengan girang, memotret boneka-boneka itu setiap hari dengan kamera DSLR EF-nya dari berbagai sudut.
Hobi semacam ini sama sekali tidak dipahami Boss Lei.
Beberapa boneka diatur dalam berbagai pose, dibuat seolah-olah sedang bercakap-capa, difoto bolak-balik, apa maksudnya?
Ganti pakaian terus difoto lagi, setelah itu diposting di lingkaran pertemanan, apa menariknya?
Otak perempuan memang sulit dimengerti, tapi melihatnya bahagia setiap hari, Lei Tingyu pun pura-pura tidak tahu atas perilaku 'hilang akal karena mainan'-nya.
Tapi yang tidak bisa ditahan boss adalah, dia begitu menikmati permainan kekanak-kanakan ini. Memotret di siang hari masih bisa dimaklumi, tapi kenapa malam hari juga masih memotret?
Memotret saja sudah, masih tertawa bodoh. Kamu tertawa karena peralatan listrik apa?
Mengapa boss tahu Lan Xin juga memotret boneka di malam hari, bahkan masih tertawa bodoh?
Karena boss memindahkan semua barang bawaan Lan Xin ke lantai atasnya. Sekarang Lan Xin benar-benar menjadi pelayan pribadi boss yang selalu mendampingi 24 jam siap siaga!
Bahkan jam 11 malam sekalipun, dengan satu perintah darinya, Lan Xin harus meletakkan DSLR-nya dan pergi memasak makan malam untuk sang tuan.
Siapa suruh dia merasa berhutang budak besar pada boss setelah kejadian di butik eksklusif itu?
Boss merasa sulit memahami kebiasaan Lan Xin mengatur boneka dalam berbagai postur untuk difoto.
Sedangkan Qi Lei dan karyawan Lei Group sama-sama tercengang dengan perubahan gaya boss yang tiba-tiba ini.
Setelah bertahun-tahun bersama Lei Tingyu, Qi Lei mulai memahami pola bahwa warna pakaian CEO mencerminkan mood-nya. Meski pola ini mungkin gagal saat berhadapan dengan Pemilik Warung, setidaknya masih ada nilai referensi.
Tapi, hijau neon... Ini maksudnya apa?
Saat sang CEO besar muncul dengan kaos kuning telur berkerah bulat bermotif bintang, dipadukan celana santai, cangkir kopi sekretaris pertama jatuh ke lantai, kacamata sekretaris kedua terlepas, sementara Qi Lei yang paling berlebihan sampai menabrak pintu dengan gedebuk!
Ya ampun!
Sebenarnya apa yang membuat Sang Presiden Direktur begitu penuh adrenalin?!
Meski penampilan CEO yang mengenakan pakaian kasual terlihat sangat tampan, seperti lebih muda beberapa tahun, dan tidak terlalu kejam, tapi gaya seperti ini sama sekali tidak cocok dengan karakter CEO ya!
Bahkan ada seorang sekretaris yang diam-diam membuka peraturan perusahaan, berhenti di pasal tentang pakaian formal. Sepertinya, ini aturan yang ditetapkan CEO sendiri?
Katanya, CEO tidak suka orang yang bekerja dengan pakaian tidak formal, menganggapnya sebagai bentuk kelalaian kerja. Tapi kenapa dia sendiri—?
Menghadapi kekagetan semua orang, bos dengan tatapan dingin menyapu setiap wajah, "Jika kalian terlalu santai, buatlah rencana kerja bulan depan sekarang juga!"
Huss, angin dingin berhembus. Semua orang membeku oleh aura dingin bos. Rupanya ganti baju hanya menghangatkan penampilan luar.
Di dalam, dia tetap bos gunung es yang kejam itu!
Tapi semua ini belum yang paling spesial.
Hal paling spesial adalah Lei Tingyu memberi Lan Xin dua tiket pameran fotografi.
Pameran fotografi ini memang sudah lama dijanjikan Lei Tingyu untuk ditonton bersama Lan Xin. Hanya saja selama ini terjadi banyak masalah berantakan, sehingga ketika dia mengungkit lagi hal ini, Lan Xin langsung menyetujui tanpa ragu.
Pameran fotografi memang sangat memukau. Lan Xin menyaksikan dengan tak berkedip. Lei Tingyu menemani sebentar sebelum keluar sementara untuk menerima telepon, meninggalkan Lan Xin yang asyik mengapresiasi karya satu per satu.
"Lan Lan, benar-benar kamu."
Mu Feng menatap Lan Xin dengan sukacita. Dia tahu setelah pameran fotografi internasional, dengan mental mencoba-coba datang selama tiga hari berturut-turut, akhirnya di hari terakhir berhasil menemukannya.
“Kebetulan sekali.” Lan Xin secara reflek melirik ke sekeliling. Lei Tingyu belum kembali. Ia juga tak mengerti dari mana rasa takutnya berasal.
“Apakah kamu sudah menjelaskan kejadian hari itu kepada Shishi?” Lan Xin masih ingat kesalahpahaman antara Mu Feng dan Shishi saat pertemuan terakhir. Karena ini terjadi akibat ulahnya, hatinya terus memikirkan hal ini.
“Aku dengannya...” Mu Feng ingin mengatakan sesuatu tapi ragu. Lan Xin juga menyadari keramaian di sekitar mereka yang membuat percakapan sulit dilakukan.
“Aku ingat ada Kafe di lantai atas. Bagaimana kalau kita bicara di sana?”
Beberapa menit kemudian, mereka duduk berhadapan. Lan Xin mengirim pesan kepada Lei Tingyu, mengatakan bahwa ia bertemu teman dan memintanya menunggu di bawah sementara waktu.
“Lan Lan, bagaimana pertimbanganmu tentang hal yang kubicarakan waktu itu?”
Pertanyaan langsung ini membuat Lan Xin kewalahan. Mu Feng sedang menanyakan apakah ia bersedia menjalin hubungan.
“Bagaimana dengan Shishi?”
“Aku sudah... mengajukan pembatalan pertunangan dengannya.”
Reaksi pertama Lan Xin justru kemarahan.
