BAB 127 HANYA SETELAH MINUM BARU BISA MENGELUARKAN KATA HATI
"Kamu bilang apa?" Lei Tingyu meski tak mendengar, tapi berinsting bahwa tiga kata yang baru diucapkannya adalah kata-kata penting.
Lan Xin menatapnya dengan pandangan kosong beberapa saat, tiba-tiba derai air mata jernih mengalir dari matanya.
"Aku benci kamu benci kamu benci kamu."
"Mengapa kamu harus begitu hebat, mengapa kamu harus begitu tak terjangkau, mengapa hanya saat mabuk aku bisa memelukmu tanpa terbakar dinginmu."
Di tengah tangisan dan teriakannya yang menyebalkan, sepasang mata dalam Lei Tingyu menatapnya dengan aura gelap.
Setelah puas menangis, Lan Xin masih ingin mengusap ingus di kemejanya, tapi baru sadar pria itu sudah "kosong" di atas.
Maka, tangan menjangkau selimut sutra tipis, menarik kuat~
Urat di kening Lei Tingyu berdenyut dua kali, sementara si kucing liar itu malah menantang dengan tatapan, bahkan melompat mengusap wajah tampannya.
"Siapa suruh kamu secantik ini! Tidak bisakah kamu jelek? Jika wajahmu seperti Song Xiaobao, tak perlu aku bingung begini!"
Song Xiaobao hantu apa? Boss mencatat dalam hati, memutuskan untuk memeriksanya nanti.
Tentu saja, saat mengetahui kebenaran, boss yang murka "memakan" si kucing liar berulang kali - tapi itu cerita lain.
Kini Lei Tingyu memandang si kucing liar yang habis menangis, tempat tidur berantakan, lalu melempar selimut kotor ke bawah.
Lei Tingyu mengeraskan hati. Sudah sampai di sini, tak "menikmati" sama saja mengkhianati IQ tinggi-nya.
Setelah bulat tekad, ia melepaskan genggaman Lan Xin.
"Jangan berulah!"
"Sedang bersiap menekan ke tanah, tiba-tiba Lan Xin mengeluarkan tenaga, berbalik dan menempel kembali seperti gurita raksasa, erat membelit Lei Tingyu."
"Aku sengaja mempermalukan diri! Aku mabuk, orang mabuk berhak bertindak semaunya!"
Dia tak perlu mempertimbangkan status maupun masa depan, bebas melakukan apapun yang diinginkannya!
Ini benar-benar mabuk atau pura-pura? Lei Tingyu belum pernah mendengar orang mabuk mengaku sendiri kalau sedang mabuk.
Tapi dari gerakan Lan Xin sekarang, sepertinya memang mabuk.
Belitannya yang erat membuat rencana Lei Tingyu terhambat. Saat hendak menepisnya, tiba-tiba ia merasa kehangatan di dada.
Perempuan ini menangis?
"Jangan tinggalkan aku, aku sangat kesepian sekarang."
Hati Lei Tingyu seolah ditusuk jarum.
Benar-benar mabuk. Hanya di saat seperti ini Lan Xin yang tegar mau menunjukkan kerapuhannya padanya.
Membelai rambutnya, "Aku selalu di sini."
"Kau bohong! Kau sudah bercerai denganku!"
Bercerai saja sudah cukup, masih terus mengganggu hatinya setelah perpisahan, membuatnya menderita!
Lei Tingyu akhirnya paham logika perempuan yang tak masuk akal, mana ada perempuan sekeras ini?
"Permohonan cerai berasal darimu." Pikirannya kembali membuatnya kesal.
"Kuminta langsung kau setuju? Saat kau memelukku dan berguling-guling, berapa kali teriakanku 'jangan' kau hiraukan?"
“Hah lebih banyak masih ada logika seperti ini,” Lei Tingyu geleng-geleng kepala, “Ini jelas dua hal berbeda!”
“Sama semua sama! Kamu dari dulu sudah ingin melepaskan diriku, saat menikahi aku meremehkanku, pernikahan kami hanyalah aliansi bisnis, lalu keluarga Lan bermasalah, kamu semakin meremehkanku!”
Lei Tingyu menahan kuat-kuat dorongan untuk melempar kucing delapan cakar yang menempel di badannya ini.
“Kamu masih mau berdebat? Gerakkan kepalamu, saat baru menikah, bagaimana sikapmu padaku? Hampir ada tulisan 'tipuan' di wajahmu, berharap aku memperlakukanmu baik? Lagipula kita bukan aliansi bisnis, Lei Group tidak butuh uang receh Keluarga Lan!”
Rentetan kata panjangnya membuat kepala Lan Xin yang chaos menjadi semakin bingung, setiap kata terdengar tapi sulit dipahami maknanya saat disambung, hanya melihat bibir tipisnya yang terus bergerak.
Masih nada bicara yang familiar, agak dingin namun mengandung kesan pasrah.
Lan Xin mendengarkan tanpa menangkap poin penting, tetap tidak mengerti maksutnya.
Dendam yang terakumulasi akibat hubungan tidak setara, membuat Lan Xin secara insting merasa dia kembali mengatakan hal yang menyakitkan.
Dua tangan menutup telinga, menggelengkan kepala habis-habisan.
“Aku tidak mau dengar! Aku tidak mau dengar!”
Lei Tingyu sekarang benar-benar ingin memukul pantat kecilnya, terlalu tidak masuk akal!
“Aku akan membungkam mulutmu, agar tidak mengucapkan kata lebih menyakitkan!”
Lan Xin selesai bicara sendiri, angkat kepala, memeluk lehernya, menciumnya dengan kuat.
Wanita cantik menyerahkan ciuman seharusnya romantis, tapi kalau wanita ini mabuk, itu lain cerita.
Dengan bunyi "dang!", kepala Lan Xin menyenggol hidung tegak Lei Tingyu. Boss adalah gunung es, tapi hidung boss relatif rapuh. Disenggol sekuat ini...
Lei Tingyu merasakan sakit menusuk dari hidungnya, kemudian aliran cairan hangat perlahan mengalir dari lubang hidung.
"Ibu! Kok ada darah ya!" Lan Xin masih meraba-raba setelah menyenggol.
"Mungkinkah ini ciuman pertamamu? Tidak normal, ciuman pertama tidak ada hubungannya dengan pendarahan."
Lei Tingyu saat ini kesakitan sekaligus murka. Menghadapi wanita yang benar-benar mabuk, dia hanya bisa mencoba menggesernya lalu bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Disenggol wanita sampai mimisan, rasa ini akan diingat Lei Tingyu seumur hidup. Tapi dia bersumpah: ini benar-benar bukan kenangan indah.
Saat berdiri, dia mendengar si kucing mabuk di belakangnya bergumam sendiri, hampir membuatnya mati kesal.
"Aneh, ciuman pertama tidak berdarah. Yang berdarah itu keperawanan pertama kali. Pertama kali aku sakit sekali, kubilang berhenti tapi kau tidak dengar... Lei Tingyu, pertama kalimu dengan siapa? Ada darah? Ah tidak mungkin, kau pria, pria tidak mungkin berdarah!"
Ingin sekali mencekiknya. Lei Tingyu mengepal tinju, menutup hidung berdarah sambil bergegas masuk kamar mandi. Saat menutup pintu, masih terdengar gerutuan penuh amarahnya.
“Tapi tidak bisa karena kamu tidak bisa berdarah, lalu tidak menjaga diri. Ke depan kamu tidak boleh menyentuh perempuan lain, tahu? Karena kamu sudah menggoda aku!”
Pasti di kehidupan sebelumnya dia berhutang budak banyak pada kucing ini!
Boss licik-likik berpikir.
Setelah menghentikan pendarahan dan keluar dari kamar mandi, Lan Xin sudah tertidur miring dengan posisi tidak karuan.
Separuh kakinya masih berada di luar ranjang.
Lei Tingyu memandang dengan putus asa pada Lan Xin yang berbuat onar tanpa peduli konsekuensi. Seandainya dia tegas, harusnya menyelesaikan urusan ini selagi perempuan itu tertidur.
Tapi, melihat wajah kecilnya yang masih basah oleh air mata, tangannya tidak sampai hati.
Perempuan yang tidur serampangan ini sangat jauh dari kata anggun.
Lei Tingyu mengangkat kaki Lan Xin yang terjulur di pinggir ranjang, menata posisi tidurnya. Efek alkohol di tubuhnya hampir hilang.
Lan Xin tertidur pulas dengan wajah manis. Selimut yang baru saja dia selimutkan kembali dihentakkan hingga sobek, kaki panjangnya mengangkangi selimut itu dengan ekspresi menggemaskan.
Lei Tingyu yang seharusnya marah melihatnya tidur tanpa beban justru tertawa geli.
Mungkin ini cara langit menguji kesempurnaannya dengan mengirimkan makhluk kecil ini untuk menyiksanya.
Hidungnya masih terasa kebas. Rencana Lei Tingyu untuk 'berguling di ranjang mengukus bakpao' memang gagal, tapi melihat wajah tidur Lan Xin, hatinya dipenuhi kepuasan samar.
Menundukkan kepala ingin mencium rambut indahnya, Lan Xin yang sedang tidur sepertinya mencium aroma anggur, mengerutkan hidung. Lei Tingyu melihatnya begitu menggemaskan, dengan hati jahat mendekat dan mencium bibirnya menggunakan mulut beraroma anggur.
