Bab 162 Boss Rupanya Kau Anggota Keluarga Kasim!
Lan Xin menjulurkan lidah, "Aku memang begini. Untung kau hanya Sultan biasa, kalau kau keturunan bangsawan aneh-aneh, aku pasti mati bosan."
Sultan...
Sudut mulut Lei Tingyu berkedut saat mendengar kalimat terakhirnya.
“Letakkan gelas, usap sudut bibir, turunkan pandangan, bertanya dengan misterius.”
“Mengapa aku keturunan bangsawan, kamu malah sesak napas?”
“Sudah nonton Downton Abbey? Pelayan menyodorkan barang apapun pakai nampan perak, kepala pelayan berambut palsu super anggun.”
“Aku tidak suka tontonan membosankan macam itu, kamu belum menjawab pertanyaanku.”
Dia tak paham, hal-hal biasa yang disebut perempuan ini kok bisa bikin sesak?
Mendapat layanan kelas tertinggi, bukankah impian setiap perempuan? Atau kucing peliharaannya ini jalur pikiran aneh?
“Adegan begitu cukup ditonton saja. Bayangkan orang-orang berdandan mentereng saling sok*, pusing rasanya...”
Ucapan Lan Xin membuat alis Lei Tingyu berkerut, lalu terdengar dia tertawa kaku dua kali.
“Untung kamu cuma sultan punya mobil dan rumah, yatim piatu tanpa latar belakang bangsawan.”
Penjelasan ini malah memperburuk keadaan, wajah Lei Tingyu semakin muram.
“Ibuku masih hidup.”
“Hah? Ibumu masih hidup?!” Lan Xin terkejut.
Saat menikahi Lei Tingyu, di buku Panduan Preferensi Lei Tingyu tak ada sepatah kata pun tentang keluarganya, hanya satu kalimat samar.
Dia mengambil alih Lei Group di usia 18 tahun karena ayahnya tewas dalam kecelakaan.
Lan Xin selalu mengira dia yatim piatu. Di rumah keluarga Lei, tak ada yang membahas orang tuanya. Waktu itu kepala pelayan menyebut ibunya pun ragu-ragu.
“Mengapa kamu tak pernah bicara tentang ibumu?”
Lei Tingyu diam sejenak, di bawah sorot mata penuh keraguan sang wanita, mengangkat tangan dan mengetuk kepala wanita itu.
"Saat makan jangan bicara."
Tadi sudah bicara panjang lebar, kenapa dia tidak menegakkan aturan? Jelas-jalan ini cuma alihkan topik!
Lan Xin membuat ekspresi monyet di hadapannya, sengaja makan dengan cara berlebihan hingga sayuran menempel di sudut mulut, berusaha menjijikkannya.
Namun, kesabaran bos terus meningkat seiring usaha Lan Xin. Dengan elegan, ia pura-pura tidak melihat dan terus menyantap hidangan.
Lan Xin mengunyah dengan keras beberapa kali lalu merasa tak menarik.
Di wajah Lei Tingyu seolah tertulis kalimat besar:
Aku cuma mengawasimu diam-diam, lihat keusilan apa lagi yang kau ciptakan...
Gagal mengganggu, ia pun kembali fokus menyantap makanannya.
Kepala pelayan khusus mereka tiba-tiba muncul.
"Tuan, ada Nyonya Marquise yang ingin bertemu."
Lei Tingyu tak terkejut, melototi Lan Xin yang pipinya penuh makanan.
Kalau saja wanita ini tidak ikut campur (terlalu banyak urusan), mana mungkin orang-orang ini berani datang!
Kemurkaan Lei Tingyu sama sekali tak dipahami Lan Xin.
"Lei Tingyu, apa kau selingkuh dengan istri orang sampai ibunya datang minta tanggung jawab?"
Lan Xin bersumpah ia tidak sedang menikmati kekonyolan situasi ini.
Lei Tingyu meliriknya dengan dingin.
Sang kepala pelayan tepat waktu membuka mulut.
"Nyonya Marquise berkata, dia adalah nenek Tuan."
“Batuk——Byur!” Lan Xin tersedak.
Sandwich tersangkut di tenggorokannya, tak bisa naik maupun turun.
Lei Tingyu menghantam punggungnya dua kali, dia pun meneguk dua tegukan susu dengan tegas.
"Ada laporan apa?" Lan Xin bertanya dengan wajah penuh keheranan.
Baru saja bilang dia cuma Sultan tanpa latar belakang, tiba-tiba muncul nenek seorang Nyonya Marquis?
Lan Xin segera menghitung jari-jarinya, dalam diam mengingat-ingat sistem tingkatan bangsawan Negara L.
Adipati, Marquis, Pangeran, Viscount, Baron, dan yang terendah Baronet.
Jin Tian yang menyelamatkannya dulu berstatus Pangeran, sekarang muncul lagi Nyonya Marquis yang mengaku nenek Lei Tingyu...
"Apa gelar bangsawan di Negara E tidak berharga sampai bisa ditemukan di mana-mana, bahkan bisa kena hantam kalau lempar barang sembarangan." Lan Xin berbisik.
"Tidak sampai segitu, tapi juga bukan barang langka." Boss malas-malasan memberi tanggapan.
"Tuan, Nyonya Marquis masih menunggu di luar." Kepala pelayan mengingatkan.
"Kamu keluar dulu." Lei Tingyu melambaikan tangan. Saat ruangan hanya tersisa mereka berdua, Lan Xin tak kuasa menahan diri:
"Kamu benar-benar anggota keluarga kasim E?"
Sudut mulut Lei Tingyu berkedut, tangannya menghantam kepala perempuan itu, "Pejabat! Bukan kasim!"
Kasim itu sida-sida! Jangan sangka dia tidak bisa membedakan!
"Jangan sok detail deh, yang di luar itu benar-benar——"
"Dia adalah istri adik kakekku, siapa dirinya tidak penting, yang penting adalah kamu harus tahu siapa dirimu sendiri, mengerti?"
Kalimat Lei Tingyu ini mengandung makna yang sangat dalam.
"Siapapun yang datang, itu tidak penting. Yang penting adalah kamu harus ingat, kamu adalah perempuanku, tidak perlu menundukkan kepala kepada siapapun, itu sudah cukup."、
Nasihat panjang lebar sang boss jelas tidak sampai ke telinga Lan Xin.
Lan Xin masih sibuk menghitung jari-jarinya sambil mencerna hubungan kekerabatan.
Istri adik kakek Lei Tingyu, hmm, kerabat yang sangat jauh ya.
Tiba-tiba, pintu terbuka dengan kasar.
Dua bodyguard membuka jalan, disusul seorang wanita tua berpenampilan mewah dengan perhiasan mencolok, rambut tersisir rapi sempurna, mendorong pintu masuk dengan angkuh.
Di sampingnya, mengikuti seorang pemuda dan perempuan yang bersikap sombong.
Lan Xin sangat tidak menyukai pria itu karena sorot matanya yang jahat saat memandanginya.
Ia juga membenci perempuan itu karena cara memandang Lei Tingyu dengan mata penuh nafsu.
"LEX, pendidikanmu semakin buruk saja." Ujar wanita tua itu sambil mengangkat kepala dan melangkah maju, melirik Lan Xin dengan pandangan meremehkan.
Pandangannya tertahan dua detik pada noda susu di sudut bibirnya, lalu dengan jijik memalingkan muka dan menghadap Lei Tingyu dengan nada menuduh.
Lei Tingyu tidak bangkit dari tempat duduknya, hanya meletakkan gelas kopi.
"Anda mengganggu waktu makanku, Nenek."
"Kamu ternyata sama namanya dengan seorang kenalan onlineku lho." Bisik Lan Xin pelan.
Kenalan di WeChat-nya itu juga bernama lex.
"Kucing bodoh," Lei Tingyu meliriknya sekilas.
Interaksi kedua orang itu membuat nenek tua yang masih berdiri di samping merasa sangat tidak puas.
Dua bodyguard membukakan kursi untuknya, lalu dia duduk dengan sombong di kursi utama meja makan. Dua pemuda di belakangnya masing-masing duduk di kedua sisi Nyonya Marquis.
Pria itu menatap Lan Xin tanpa berkedip, sementara wanita itu memandang Lei Tingyu dengan wajah penuh kekaguman.
"Sepupu, kenapa kamu tidak mencariiku saat datang? Aku sangat merindukanmu."
Lan Xin menggigil, suara ini terlalu manis, kadar gulanya beberapa tingkat plus, membuatnya merasa jijik tanpa alasan.
"Aku sibuk," jawab Lei Tingyu dengan datar.
Dalam hati, Lan Xin menjulurkan lidah kepada bos yang berbohong terang-terangan ini.
Ya, dia memang sibuk. Sibuk menyeret orang ke ranjang.
Sebenarnya bukan hanya ranjang, kamar mandi, sofa, bahkan piano... dia juga menyeretnya...
"Kalau begitu telepon aku dong, aku akan segera datang~" Anna terus menggoda Lei Tingyu dengan matanya.
Lan Xin akhirnya tidak tahan, menoleh ke Lei Tingyu dan bertanya dengan tatapan mata: "Pelakor-mu?"
Rasa sakit menusuk di paha membuat Lan Xin menyeringai. Boss tak tahu malu ini, di depan orang lain dia tidak mengetuk kepala lagi, tapi mencubit paha!
