Bab 194 Jangan kasihan uangnya, bir tahun 82 pesan satu koper!
Fei Fei tertawa dibuatnya, "Bisa nggak kamu jangan sebrutal ini?"
"Aku serius!"
Lan Xin selalu menganggap Fei Fei seperti saudara kandungnya sendiri. Sudah dipermalukan seperti ini, mustahil dia bisa menahan amarah!
"Untuk apa aku mau surat nikah itu? Nggak bisa dimakan diminum, aku juga nggak suka dia, ngapain terjun ke lubang api?"
"Apa maksudmu? Tidak suka? Tidak suka tapi berani bikin anak?"
Lan Xin menegur keras karena sayangnya tulus.
"Masalah ini tidak sesederhana yang kamu bayangkan. Kami berdua tidak punya dasar emosi, kehamilan ini terjadi karena kecelakaan."
Fei Fei mengusap perutnya.
"Awalnya juga tidak mau menjaga bayi ini, tapi kata dokter, fisikku spesial. Kalau keguguran, mungkin sulit punya anak lagi. Setelah beberapa hari merawat, perlahan aku mulai menyayangi bayi ini."
Menyayangi anak dan menyukai ayahnya, itu dua hal berbeda.
Saat ini Fei Fei belum punya perasaan cinta pada Mo. Di hatinya, Mo hanyalah perebut bayi.
“Saya dan Mo tidak memiliki hubungan spesial, jadi aku tak peduli siapa yang dia nikahi, aku hanya ingin anakku kembali.”
“Kudengar dari Sampah Lei, keluarga Mo Lao Er sepertinya tidak sederhana. Maukah mereka menyerahkan anak itu padamu?”
Karena Mo Lao Er, boss sengsara diturunkan ke Sampah Lei, murni menjadi beban.
“Justru karena mereka menolak, aku butuh bantuanmu, Lan Xin. Maukah kau membantuku?”
Fei Fei menyambar tangan Lan Xin.
Ini sahabat terbaiknya. Saat ini, dia hanya mempercayai Lan Xin.
“Tak masalah—tapi Fei, aku bisa meminta Lei Tingyu menekan Mo untuk menikahimu. Selalu ada firasat, Mo Lao Er sebenarnya punya perasaan padamu.”
“Bukan semua perempuan yang menikah pasti beruntung. Menikahi sampah, lebih baik aku mengurus anak sendiri. Lan Xin, bantu aku keluar!”
“Ok, serahkan padaku!”
Ketika Lan Xin dan Fei Fei KEMBALI, Mo jelas-jelas menghela nafas lega.
Sebenarnya dia agak khawatir, perempuan San Di akan membawa Fei Fei kabur.
Lei Tingyu yang misterius melirik Lan Xin. Meski berusaha tenang, dari tatapan pedangnya ke Mo, boss telah menembus segalanya.
Sekarang, yang tidak mengetahui kebenaran hanya Mo saja.
“Adik ipar, makanlah lebih banyak.” Mo bersemangat mempersilakan.
Lan Xin melirik hidangan di meja, bertanya pada Fei Fei di seberang.
“Ada yang ingin kau makan?”
Fei Fei menggelengkan kepala dengan kompak.
Mo segera memanggil pelayan. Lan Xin menerima menu tanpa melihat sekalipun.
“Apa yang mahal langsung sajikan, tak perlu menghemat uang Mo Dayuan, pilih yang paling mahal.”
Pelayan memandang Mo meminta instruksi, ini juga salah satu perusahaan di bawah naungan Mo, Mo mengangguk.
Sekarang asalkan Fei Fei mau makan, berapa pun harganya tak jadi masalah.
“Ada bir Qingdao tahun 82? Beri dua kotak untuk sampah masyarakat ini.”
Mulut boss berkedut, kucing itu benar-benar marah.
“Maaf Nyonya, di sini hanya ada anggur merah tahun 82, bir juga ada tapi bukan tahun 82...”
Itu sudah berapa lama kadaluarsanya...
“Kalau begitu pilih bir terbaik, dua kotak.”
Lan Xin dengan penuh wibawa menggebrakkan menu ke meja, bertanya sambil tersenyum pada Mo.
“Tuan Mo yang kaya raya ini, tak ada keberatan kan?”
“Adik ipar, anggurnya secukupnya saja, tak perlu dibuat banyak-buat kan?”
Satu kotak berisi puluhan botol, diminum semua tak akan mabuk tapi bisa kembung.
Mo sama sekali tak paham apa maksud ketiga anggota keluarga ini dengan labu misterius mereka?
“Ah, sayang sekali. Fei Fei baru saja bilang, belakangan suka melihat pria minum bir dengan gagah. Kau minum satu botol, dia makan sesuap. Sudah berapa lama dia tak makan enak?”
Mo segera menatap Fei Fei. Fei Fei yang jarang tidak jijik justru tersenyum padanya, senyuman yang membuat hati Mo berbunga-bunga.
“Kau benar-benar... berpikir begitu?” tanya Mo pada Fei Fei.
Fei Fei mengangguk.
“Sajikan,” perintah Mo pada pelayan sambil melambaikan tangan.
Demi Fei Fei, serta bayi dalam kandungannya, rela mengorbankan segalanya.
Boss menyaksikan si kucing liar dan koneksinya berakting komedi yang kompak, tak bisa menahan kerutan di dahinya.
"Aku tidak minum bir."
Lan Xin meletakkan tangan di bahunya, meski tersenyum namun kata-katanya dikeluarkan dengan nada licik dari sela gigi.
"Minumlah, kau punya teman 'baik' seperti ini, berbagi kebahagiaan tapi tidak berbagi anggur?"
Apakah ini bentuk protes karena dia tidak memberi tahu informasi?
Boss menatap Lan Xin dalam-dalam beberapa saat.
"Kau yakin ingin aku minum?"
"Minum!" tegas Lan Xin.
Meski sudah sangat menyinggung Lan Xin, Mo yang masih tak sadar diri malah menepuk Lei Tingyu.
"Kalau teman sejati, temani aku minum sedikit."
Asal bisa membuat Fei Fei makan lebih banyak, Mo sudah tak peduli lagi, bahkan sangat berharap bisa menyeret lebih banyak orang jadi korban bersamanya.
Boss menggelengkan kepala.
Beberapa orang benar-benar tidak layak dikasihani.
Bir segera diangkut masuk.
Mo membuka tutup botol dengan jari secara stylish, bersiap menuangkan ke gelas.
Lan Xin berkata santai di samping.
"Minum segelas-segelas begini, sampai kapan? Anak dalam kandungan Fei Fei tidak akan kelaparan?"
Tangan Mo terhenti, langsung menenggak dari botol.
Lan Xin mengarahkan pandangannya ke Lei Tingyu, sampah Lei yang tahu tapi diam dan punya teman jahat, bersiaplah menghadapi konsekuensimu!
boss memandang Lan Xin dengan tatapan penuh makna, lalu juga mengambil botol minuman dan menemani Mo minum bersama.
Kemampuan alkohol boss seberapa, Lan Xin tidak tahu, tapi pada momen ini dia menyaksikannya.
Seiring botol-botol kosong di sekitar Mo dan Lei Tingyu yang terus bertambah, Fei Fei dan Lan Xin yang awalnya menonton dengan puas, mulai merasa gelisah.
Keduanya saling bertatapan, mereka hanya ingin mengerjai si pria brengsek, bukan benar-benar ingin mencelakakan nyawa orang.
Dua pria sama-sama hebat ini telah menenggak lebih dari sepuluh botol bir dalam waktu singkat tanpa perubahan ekspresi. Meski kadar alkoholnya tidak tinggi, tapi kandungan gasnya membuat cairan ini terus masuk ke perut tanpa dikeluarkan, dan tak terlihat mereka pergi ke toilet. Betapa tidak nyamannya perasaan ini.
Lan Xin yang pertama tak tahan, menarik lengan boss.
"Kamu jangan minum lagi!"
Dia mulai menyesal.
Seharusnya tidak melampiaskan kemarahan pada Lei Tingyu. Perutnya juga tidak terlalu baik, setelah dirawatnya dengan hati-hati baru sedikit pulih. Jangan sampai sakit lagi karena kebanyakan bir.
Sama-sama dipaksa minum, mengapa perbedaannya begitu besar?
Mo yang menenggak banyak botol sekaligus merasa perutnya sesak oleh gas.
Sementara Lei Tingyu di sampingnya dicegah Lan Xin untuk terus minum, malah mendapat perhatian hangat darinya.
Mo mengalihkan pandangannya ke Fei Fei. Keduanya diam seribu bahasa. Merasa tatapan Fei Fei yang berusaha menghindar, ribuan ketidakpuasan melintas dalam hati Mo.
"Apakah dia begitu tidak disukainya?"
"Makan bersama." Mo berkata pada Fei Fei, "Kita sudah sepakat, aku minum anggur, kamu makan."
Fei Fei dengan refleks alami menyuapkan nasi ke mulutnya, tak bisa merasakan apapun.
Lan Xin berkata, perasaan Mo padanya bukan tidak ada, dulu tidak percaya, sekarang mulai percaya...
