Bab 233 Mengapa Kami Belum Punya Bayi
Sambil menepuk pipi yang agak memanas, Lan Xin pura-pura tidak menangkap ejekan dalam ucapannya.
"Ogahlah, nyerbu komputermu dapat apa sih enaknya."
Punya bayi bersamanya dong.
Bayi...
Membayangkan bayi kecil bermuka datar yang dingin, sudut bibir Lan Xin naik. Kalah dari boss, tapi dia bisa mengganggu anak boss.
Misalnya menggit jempol kakinya, mencium pipi tembemnya, dan sebagainya.
Membayangkan adegan itu, hatinya merasa puas sekaligus agak malu.
Mungkinkah dia dan dia sudah memasukkan rencana punya anak ke dalam agenda harian?
Memandang ekspresi wajahnya yang terus berubah, kebutuhan boss untuk mengelus kucing terpuaskan secara maksimal.
Memintanya menemani ternyata memang cara efektif meningkatkan efisiensi kerja. Saat lelah, tinggal buka mulut untuk menggodai si kucing.
“Sudah mengirim beberapa skenario, kamu pilih sendiri, jika ada yang disukai centang dan beri ke saya.”
“Oh——Ini vila yang sedang kamu renovasi?” Dia ingat Lei Tingyu pernah bilang sebelumnya, dia membeli sebuah bangunan lagi di Kota B.
“Um, skenario itu saya yang rancang, kalau menurutmu ada yang tidak tepat bisa kasih tahu, tapi tidak diizinkan ada barang aneh.”
Aneh? Lan Xin bingung.
“Barang seperti apa yang dianggap aneh?”
Boss meliriknya dengan dingin, “Pakai benda di lehermu itu untuk berpikir sendiri.”
Misalnya, patung foto selebriti pria, itu semua adalah barang terlarang mutlak di rumahnya.
“...Setiap hari sombong.” Lan Xin pasrah membuka gambar, baru lihat sekilas langsung berdecak kagum.
“Cantik sekali! Set ini menurutku lebih bagus dari apartemen dupleksmu sekarang, warnanya sangat hangat!”
Lan Xin langsung tertarik.
Otak Boss Lei ini sebenarnya bagaimana tumbuhnya? Kok bisa serba bisa, seolah tidak ada yang bisa mempersulitnya.
“Set yang sekarang, ruangannya tidak cukup, nanti anak tidak bisa lari-larian, dan warnanya juga tidak baik untuk perkembangan anak kecil.”
Lagi-lagi soal anak...
“Suami, apakah kamu sekarang... ada rencana punya anak?” Lan Xin bertanya dengan malu-malu.
“Basa-basi.”
“Tapi... mungkinkah kamu tidak ingin menikmati dunia berdua lebih lama?” Dia pikir si gunung es benci anak kecil.
Waktu itu diajak ke panti asuhan melihat anak-anak, dia juga tidak menunjukkan ekspresi suka.
“Meski tidak suka anak kecil, tapi anakmu, aku bisa memaksakan diri untuk menahan.”
"Meski sekarang status reputasi sudah ditetapkan, tapi bagaimana cara mengikat kucing, boss masih merasa perlu lebih banyak lapisan pengaman."
"Apa sih... Bukankah anakku juga anakmu? Goblog, ngapain aku bicara ini!" Lan Xin menepuk wajahnya yang masih terasa panas.
Di dalam hati sebenarnya manis.
Jika boss suka anak, mungkin dia akan berhenti minum obat kontrasepsi.
Sebenarnya, sejak menjalin hubungan di Negara E, dia diam-diam sudah mengonsumsi obat.
Saat itu hubungan juga belum pasti, tidak berani membiarkan bayi datang ke Dunia dengan gegabah, sekarang...
Melihat Lei Tingyu yang sedang fokus bekerja, dia berpikir, dia bersedia melahirkan anak untuk pria ini.
"Suami..."
"Um?"
"Itu, ada hal yang harus kuakui, sebenarnya aku selama ini selalu minum... obat kontrasepsi."
Lei Tingyu berhenti menulis, menengadah menatapnya tanpa ekspresi.
Lan Xin merasa takut ketahuan oleh tatapannya.
Menunduk sambil menjelaskan dengan gugup.
"Waktu itu, bukankah kita masih 'bercerai'? Aku juga takut anak jadi haram, lalu..."
"Datanglah."
Suaranya terdengar berlebihan tenang, Lan Ming mengkerutkan bahu.
Habis, apa Bing Shan sedang marah?
Diam-diam melirik pintu, menelan ludah.
Jika dia lari keluar sekarang, apakah tidak akan membeku oleh Bing Shan?
Tapi menurut pola sebelumnya, jika dia berani lakukan itu, boss pasti akan semakin mengamuk saat membereskannya nanti.
"Lebih cepat mati lebih cepat reinkarnasi," Lan Xin memantapkan hatinya, dengan perasaan cemas ia mendekat dan berdiri di hadapannya, seperti anak yang melakukan kesalahan, kedua tangannya memegang ujung baju.
"Apa kamu sangat marah?"
"Coba tebak?"
Jika bisa menebak emosi Bing Shan, mungkin dia sudah hampir menjadi dewa. Mata Lan Xin berputar-putar, melihat ekspresi datarnya, tiba-tiba mendapat ide.
Ia melangkah maju dan duduk di pangkuannya, kedua lengan yang lembut seperti tak bertulang itu memeluk lehernya.
"Jangan marah, ya?"
"Jadi, bagaimana kamu ingin menunjukkan ketulusanmu?"
Kalau soal ketulusan... Sekarang tidak ada dapur dan bahan, tidak bisa membuat makanan favoritnya. Maka-
Lan Xin mengerucutkan bibir lalu mencium bibirnya dengan cepat.
"Sebagai kompensasi, bagaimana?"
Strategi menggunakan kecantikan, harus tetap dipakai!
"Kurang, ketulusannya lemah." Boss dengan sikap arogan mengangkat kepalanya.
Jika begitu... Lan Xin memberanikan diri dan mendekat lagi, tapi kali ini bukan sekadar sentuhan ringan.
Boss yang penuh energi seperti ini, bahkan tanpa dipancing saja mudah kehilangan kendali.
Apalagi ini adalah si cantik yang datang sendiri.
Kalau tidak 'dimakan', bukankah akan mencoreng gelar 'licik sepuluh ribu tahun'-nya?
Sambil memeluk pinggangnya menuju ruang istirahat, Boss masih berpikir dalam hati:
Kucing ini terlalu mudah merajuk. Tampaknya tempat tidur di ruang istirahat harus diperbaiki, kurang besar.
"Jangan!" Lan Xin menjadi malu.
"Dia jelas-jelas mengaku secara sukarela, mengakui kesalahan, tapi juga tidak memintanya melakukan langkah terakhir!"
"Kamu ingin di atas meja kerja? Aku tak peduli, tapi nanti, bisakah kamu tetap tenang menghadapi meja ini?"
Lan Xin memerah wajah, menggapai untuk mendorongnya, "Tidakkah kamu bisa berhenti berlaku tak tahu malu seperti ini?"
"Jangan gelisah, jangan lupa, kamu masih 'tahanan'!" Ancaman boss berhasil menakut-nakuti Lan Xin.
Qi Lei menyelesaikan penataan data, mengetuk pintu CEO. Tak ada jawaban. Saat dia membuka pintu dan melangkah masuk, tubuhnya langsung kaku.
"Jangan... Ah!"
Meong! Suara itu... Mungkinkah...?! Qi Lei terpaku.
Kantor presiden direktur yang sepi, gunung es sepuluh ribu tahun yang biasa duduk di belakang meja kerja telah lenyap.
Dari ruang istirahat yang tertutup setengah, terdengar suara-suara tak terkatakan.
"Sayang, peluk pinggangku, bagus——"
Qi Lei buru-buru mundur keluar, dengan refleks menutup pintu sambil menepuk-nepuk dada seperti baru selamat dari bencana.
Seberapa paniknya CEO ini?
Sampai-sampai lupa mengunci pintu saat urusan mendesak?
"Asisten, apakah CEO sedang sibuk? Ada dokumen yang perlu dia tinjau." Seorang eksekutif menghampiri membawa berkas.
Qi Lei langsung melambaikan tangan, "CEO sekarang... sangat sibuk!"
Tentang apa kesibukannya... hanya bisa dijawab dengan tawa kecut.
Pintu kantor CEO hanya bisa dikunci dari dalam.
Untuk mencegah orang tak berakal masuk, Qi Lei mendorong kursinya dan duduk sambil main ponsel.
Demi kebahagiaan intim bos, dia benar-benar menguras tenaga.
Qi Lei tiba-tiba teringat, jika situasi ini terjadi di zaman kuno, boss adalah Raja, Pemilik Warung adalah selir kesayangan—tidak, dia kan istri pertama, berarti Pemilik Warung adalah permaisuri pengacau negara.
Dirinya sendiri... bukankah menjadi kasim kepala?
Um, jika di tangan ada sapu bulu kuda, pasti sangat mirip, Asisten Khusus serba bisa yang menjaga pintu boss berpikir, inilah saatnya meminta boss menaikkan gajinya...
Saat Lan Xin akhirnya "mengekspresikan" ketulusannya, sudah satu jam kemudian.
Boss yang hatinya puas mulai berpakaian dengan santai, Lan Xin berbaring di bantal menatap punggungnya sambil berkata.
"Aku akan pulang dan membuang obatnya."
"Tidak perlu."
Hah? Untuk apa? Mungkinkah boss masih belum mau memaafkannya?
