Bab 258 Menyebut Orang Lain Sebagai Kakak
Lan Xin berdiri di sini, sepertinya bisa merasakan perasaan Shishi saat memilih rumah.
Ini semacam indra ruang dimensi yang aneh.
"Semua petunjuk sudah kuberikan, sisanya kau selidiki sendiri."
Boss memeluk Lan Xin, saat melewati Mu Feng, berkata dengan volume suara sedang:
"Jangan samakan aku denganmu dalam perumpamaan bodoh ini. Apa aku terlihat seperti pria lemah yang membiarkan wanita dan anaknya kabur? Tidak ada yang bisa dibandingkan!"
Mulut Mu Feng berkedut.
Lan Xin juga bingung, saat memuji diri sendiri haruskah menghina orang lain begitu memalukan?
Sudah melangkah dua langkah, Lan Xin kembali.
"Mu Feng, meski tidak tahu apa yang terjadi antara kalian, kuharap kau bisa memperlakukan Shishi dengan baik. Dia sangat mencintaimu, dan... masih mengandung anakmu."
Mu Feng terasa pahit, satu-satunya malaikat dalam hatinya justru menyuruhnya menghargai orang lain.
“Aku punya tanggung jawab terhadapnya.”
“Pengecut.”bos tak tahan mendengar, menyeringai dingin penuh ejekan.
“Kau bicara tentang siapa?” Mu Feng sudah lama tak tahan dengan Lei Tingyu, wajahnya yang layak dipukul itu.
“Siapa pengecut, itulah yang kukatakan. Kau tak bisa mengendalikan nafsu bagian bawah tubuhmu, sekarang pura-pura jadi korban dengan ekspresi tak bertanggung jawab. Tak heran Jin Shishi meninggalkanmu. Rupanya dia belum terlalu bodoh.”
Di depan Lan Xin, Lei Tingyu menghinanya habis-habisan. Meski semua yang dikatakannya benar, kata-kata tepat sasaran ini tetap melukai harga diri Mu Feng.
“Lei, kau pura-pura suci apa? Kau menikahi Lan Xin hanya karena memaksanya! Kalau bukan karena Keluarga Lan dan syarat-syaratmu yang terus ditambah, apakah dia mau menikahimu?”
Lei Tingyu tertawa sinis.
“Akhirnya sifat asli rubahmu terbuka? Mulutmu bicara bertanggung jawab pada Jin Shishi, tapi hatimu menginginkan istri orang?”
Kedua tinju Mu Feng terkepal erat. Pandangannya tanpa sadar melayang ke arah Lan Xin.
Tapi dia melihat Lan Xin juga sedang menatapnya dengan pandangan tak setuju.
“Mu Feng, bagaimana bisa kau seperti ini? Kau mencari Shishi bukan karena cinta, tapi hanya ingin bertanggung jawab pada anak dalam kandungannya?”
“Lei Tingyu, kau benar-benar licik!” Mu Feng sadar semakin banyak bicara, semakin banyak kesalahan yang dibuatnya.
Lei Tingyu terlalu jago bermain kata. Hampir setiap kalimatnya menginjak kelemahannya.
Di perjalanan pulang, Lan Xin diam seribu bahasa. Setengah perjalanan, tiba-tiba dia berteriak minta berhenti.
"Suami, hentikan mobilmu."
Lei Tingyu mengerem mendadak, memarkir mobil di pinggir jalan.
"Ada apa?"
"Bisakah kau segera menyuruh orang menyelidiki di mana Shishi tinggal, lebih cepat dari Mu Feng, dan menjemputnya ke sini?"
Awalnya Lan Xin tidak ingin ikut campur urusan ini, tapi sikap Mu Feng membuatnya sangat jengkel.
Pria itu bersikap seolah terpaksa, sama sekali tidak punya perasaan pada Shishi, malah masih memikirkan dirinya sendiri.
Semakin dipikir, semakin marah.
Sekarang dia sedikit mengerti mengapa Shishi lebih memilih pergi daripada tetap bersama Mu Feng.
"Oh? Kau tidak membela mantan kekasihmu si pria brengsek teman masa kecil itu?"
Boss menyaksikan reaksi Lan Xin dengan perasaan senang.
"Setiap orang berhak mengurus urusan dunia. Aku tidak tahan dengan sikap Mu Feng. Membantunya sama saja dengan membantu kejahatan, bukan? Sayang, bisakah kau temukan Shishi dulu?"
Lei Tingyu mengangkat sudut bibir.
Urusan orang lain tidak dia pedulikan, tapi hal seperti menghalangi mantan rival cinta, itu wajib dilakukan.
Saat akan menelepon Mo dan sudah menekan 2 digit nomor, tiba-tiba boss menghentikan tangannya, tersenyum sinis.
"Tidak perlu mencari lagi."
"Kenapa?"
Boss menunjuk ke depan. Lan Xin melihat Shishi membawa sayuran sedang berjalan perlahan ke arah mereka.
Persis seperti keinginan hati!
Lan Xin gembira turun dari mobil, melambai-lambaikan tangan pada Shishi!
"Shishi!"
"Lan Xin?"
Lan Xin turun dari mobil, tanpa banyak bicara langsung menyeret tangan Shishi, "Ikut aku."
"Ada apa?" tanya Shishi.
"Si brengsek itu sudah melacak ke sini, kalau tidak segera pergi kita akan ditangkapnya!"
Lan Xin memaksanya masuk ke mobil yang langsung meluncur menuju arah rumah.
Setengah jam kemudian, Mu Feng akhirnya mendapatkan alamat Shishi yang sekarang, persis seperti dugaan Lan Xin.
Memang di kompleks ini.
Setelah menunggu sampai gelap dan Shishi tak kunjung pulang, Mu Feng tak kuasa menyuruh orang membuka paksa kunci.
Di dalam kamar, barang-barangnya masih terpajang rapi.
Tapi sang empunya sudah menghilang bagai ditelan bumi.
Shishi, kau sebenarnya pergi ke mana...
Saat ini Shishi sedang asyik menyantap hot pot di rumah Lan Xin.
"Ayo Shishi, coba yang ini. Bakso buatanku sendiri, aman untuk ibu hamil. Coba lagi ini."
Lan Xin terus-menerus mengambilkan hidangan untuk Shishi. Merasa aura dingin boss di sampingnya semakin menyengat, dia pun tak lupa menyuapi si boss beberapa kali hingga mood sang bos yang cemburu buta itu sedikit membaik.
Sejujurnya, boss sekarang sudah mulai menyesal.
Harusnya dia tidak perlu melunakkan hati membiarkan si kucing liar membawa orang itu ke rumah hanya demi melihat mantan rival cinta celaka.
Selama setengah hari ini, Lan Xin seolah menemukan teman sepermainan baru. Mereka mengurung diri di kamar tak jelas ngobrol apa sampai sore.
Bahkan saat makan malam pun Lan Xin tetap duduk di sebelah Shishi, terus-menerus mengambilkan hidangan.
Di rumah ini, siapa sebenarnya yang harus dia layani?
“Kakak, kamu jangan repot-repot, aku bisa ambil sendiri.”
“Kurus sekali kamu, makan lebih banyak dong, bagus juga untuk bayi.”
“Terima kasih, Kak!”
Keduanya menganggap boss sebagai hiasan, api cemburu boss mulai membara lagi.
Dengar, panggilannya sudah berubah?
Kucing liar hanya butuh waktu satu sore, bukan hanya merebut tunangan orang, tapi juga membuatnya memanggilnya kakak?
Lan Xin langsung menyukai Shishi sejak pertama kali bertemu. Kali ini mereka mengobrol sepanjang sore, semakin cocok, langsung membuat Shishi memanggilnya kakak.
Mungkin karena sejak kecil ingin punya adik, Lan Xin memperlakukan Shishi dengan tulus, terus mengambilkan hidangan dan menuangkan jus.
Sumpit boss baru akan mengambil bakso, tiba-tiba Lan Xin menyambar cepat.
“Shishi, makan banyak ya!”
Shishi baru mau berterima kasih, tiba-tiba merasakan hawa dingin menusuk...
Wajah boss yang makanannya direbut hampir membeku.
Meski kakaknya baik, tapi wajah es ipar ini benar-benar merusak selera makan.
Shishi merasa makan bersama pria seperti Lei Tingyu sangat mudah kena sakit perut. Meski diam saja, duduk di sana sudah mengeluarkan aura dingin.
Tak heran mengagumi kakaknya. Daya tahan psikologi sekuat apa yang dibutuhkan untuk bertahan menghadapi CEO Lei si pria dingin ini?
"Lan Xin tidak menyadari ketidaknyamanan Shishi, juga tidak memperhatikan bahwa boss bahkan cemburu pada perempuan."
Hanya dia yang menikmati makan malam ini dengan lahap.
"Hari ini aku sudah mewujudkan keinginanku, suami. Aku ingin punya adik seperti Shishi yang bisa kusayangi dan kulindungi."
Hari ini berhasil membuat Shishi memanggilnya 'Kakak', membuat Lan Xin sangat bahagia.
