Bab 260: Tiup Angin Bantalnya
Dengan hati-hati dia berjalan ke pintu, membukanya sedikit hanya menyisakan celah untuk satu mata, lalu berbisik.
"Kami sudah tidur, bicara besok saja!"
Sikap seperti melawan pencuri ini semakin memancing kemarahan boss. Boss malas berdebat, menyelipkan satu kaki di pintu lalu menarik kucing itu dengan kuat.
"Kau mau apa!"
"Tidur!" Tanpa penjelasan, diseret pergi!
Lan Xin yang masih ingin menemani adik yang baru diakui itu, berpegangan erat pada mistar pintu.
"Aku tidak mau, aku harus tinggal menemani Shishi!"
Shishi, Shishi lagi! Frekuensi nama ini hari ini benar-benar melebihi Lei Tingyu. Bukan hanya memenuhi seluruh pikiran Lan Xin, berani-beraninya mau menemaninya tidur?
boss kalau bisa tahan, pasti tidak pantas dengan nama panggilan "Lei Pelit" yang diberikan Lan Xin padanya.
Maka, ditanggung di pundak, maju!
Lan Xin terjungkur kepala di bawah, tangan dan kaki menggapai-gapai.
"Lei Tingyu, kamu keterlaluan!"
boss menampar pantat kecilnya dengan tegas, berkata dengan nada penuh keluhan:
"Um, toh kami para pria semuanya sampah!"
Kalau sudah jadi sampah, mari hancurkan total untukmu!
Lan Xin ditanggung kembali dan dilempar ke ranjang, boss mulai melepas jubah mandi dengan santai.
Lan Xin khawatir pada Shishi, terjun dari ranjang hendak kembali ke kamar tamu. Boss mengulurkan kaki tanpa sepengetahuannya, membuatnya terjungkur wajah ke lantai.
Boss gesit menarik kerah bajunya, menyentak kuat-kuat. Lan Xin terhenti, lehernya tercekik baju sampai matanya nyaris terbalik.
"Lei, ahem! Kamu tidak tahu malu!"
Lei Tingyu dengan santai menepuk-nepuknya.
"Hidup jangan terlalu impulsif, pikir tiga kali sebelum bertindak."
Lan Xin menggigit gigi. Makhluk ini lagi-lagi mengancamnya secara terang-terangan!
boss melepas jubah mandi dan hendak memeluk kucing tidur di ranjang. Lan Xin yang kesal dengannya menggulung bantalnya dan memeluk erat.
Tidur di bantal sendiri sambil memeluk miliknya. Hmph, si jahat, kubuat kamu tidur tanpa bantal!
boss tidak marah, diam-diam menarik lengannya dan merebahkan diri dengan nyaman.
Makhluk ini... Lan Xin mengulurkan tangan mengacak-acak rambutnya. Boss mendengus.
"Tidur!"
“Aku tidak mau!” Mengacaukan rambut orang lain, lalu mencubit hidung mancungnya, sepasang tangan mungil ini harus mencari sesuatu untuk dikerjakan.
“Tidak tidur, kalau begitu lakukan hal yang berarti?” Boss membuka mata, sorot penuh hasrat terpancar.
“Enggak mau ah, aku sedang bingung nih, suamiku, menurutmu masalah Shishi ini harus diatasi bagaimana?”
Boss malas-malasan berdiri, bersandar di kepala ranjang, “Bukannya kamu punya banyak ide?”
Kucing bodoh macam ini, urusan sendiri saja belum beres, berani-bersikap seperti kakak senior lalu lari memberi nasihat ke orang?
“Aku rasa, sebagai kakak kan harus merawat adik.”
Lan Xin juga merasa membiarkan Shishi terus-terusan bertengkar dengan Mu Feng bukanlah solusi yang baik.
Mengingat Boss selalu disiplin dan punya banyak strategi, Lan Xin dengan senyum menjilat menaruh bantal di belakangnya agar ia bersandar lebih nyaman.
“Sayang, bukankah kamu sangat pintar? Ada ide bagus tidak?”
Sikap penjilat ini membuat Boss geli sekaligus kesal, menjentikkan keningnya sekali.
“Apa hanya saat butuh bantuanku kamu baru berlaku manis?”
“Masa sih? Aku mengagumimu! Kamu yang sudah menjebakku berkali-kali, paling banyak akal licik, eh...” Tanpa sengaja mengungkapkan pikiran aslinya.
Melihat Boss mulai kesal lagi, Lan Xin buru-buru merangkul dan menempelkan diri di dadanya.
"Suamiku yang baik, suamiku yang manis, suamiku paling pintar, beritahu aku, bagaimana cara terbaik menyelesaikan permainan catur mati antara Shishi dan Mu Feng ini?"
Boss sombong berbalik badan, hanya memperlihatkan punggungnya padanya.
"Kamu begitu hebat, pikirkan sendiri!"
Pria pelit... Lan Xin mengacungkan jari tengah ke arahnya. Begitu boss menoleh, dia segera memasukkan jarinya ke lubang hidung berpura-pura mengorek kotoran.
"Jorok sekali kamu!" Boss menarik cakarnya, mengambil tisu basah dari kepala ranjang, mengelus-elusnya berulang kali.
"Kalau tidak mau memberitahu, nanti saat kamu tertidur, aku akan mengorek hidung lalu mengusap wajahmu."
Lan Xin berkata licik, berusaha membuat ekspresi menyeramkan.
Boss tertawa gemas dibuatnya.
"Kenapa muka kamu semakin tebal belakangan ini?"
Lan Xin menengadah bangga, "Berkat didikanmu!"
Kalau rasa malu masih ada, sejak lama dia sudah membeku menjadi es tinggal di dekat boss.
Melihat boss mulai goyah, mata Lan Xin berkedip licik. Demi adik perempuannya yang baru diakui, dia harus berkorban.
"Aku ingat, seseorang pernah bilang kalau mau minta bantuan padanya, caranya sangat sederhana. Cukup... begini." Dia menyambar kerah jubah mandinya dan menyobeknya dengan kasar, pakaian itu pun terbuka dengan mudah.
Boss yang baru saja masih sombong itu terpana.
"Sang Tuan boss, tidak mau mencoba aturan tak tertulis denganku?"
Angin bantal ternyata tidak semudah itu ditiupkan.
Yang stamina fisiknya kurang, belum sampai bisikan sampai di telinga orang, diri sendiri sudah terkapar lebih dulu.
Lan Xin lemas kelelahan, nyaris bertahan dengan terengah-engah lalu berusaha bangkit.
"Sang Tuan boss, apakah puas dengan penampilanku hari ini?"
"Staminamu payah." Sang boss yang sudah kenyang menundukkan kepala, mencium keningnya yang basah, sambil menambahkan.
"Mulai besok pagi, bangun dan lari bersamaku."
Dengan stamina yang gampang-gampang menyerah seperti ini, kapan dia bisa memberinya makan sampai kenyang?
Lan Xin mengubur wajahnya di bantal, "Aku tidak mau."
Setelah 2 detik, dia teringat sesuatu.
Fokus diskusi sekarang seharusnya bukan latihan fisik, tapi urusan Shishi.
"Sayang, kalau kau jadi Shishi, apa yang akan kau lakukan?"
Sorot mata santai Sang boss tiba-tiba menjadi tajam.
"Kau pikir, aku seperti perempuan?!"
Melihat ekspresinya, jika berani mengiyakan pasti akan berujung Pertempuran Penentuan sampai pagi. Lan Xin cepat-cepat mengambil bantal sebagai perisai.
"Ini cuma perumpamaan. Jika orang yang kau sukai tidak menyukaimu, dan perasaannya padamu bukan cinta, maukah kau bersamanya?"
"Ini bukan perumpamaan."
Bukankah kehidupannya sekarang persis seperti ini?
Sang boss menatapnya dengan tatapan dalam.
Lan Xin ragu, "Maksudmu?"
"Bersama." Sang boss menolak menjelaskan.
"Mengapa? Mu Feng jelas-jelas tidak menyukai Shishi. Apa menariknya bersama seperti ini?"
"Dunia ini tidak ada yang mutlak. Perasaan bisa berubah kapan saja. Jika aku, akan kukunci orang itu di sisiku dengan segala cara."
“Menyimpan orang, tapi tidak bisa menyimpan hati, apakah ini benar-benar baik?”
Lan Xin tidak mengerti, mengapa saat dia mengatakan ini, dia menatapnya dengan pandangan yang begitu dalam.
“Hanya yang lemah yang akan mengasihani diri sendiri, yang kuat selalu terus mencari cara. Tidak ada yang tidak bisa diubah oleh waktu.”
Kucingnya, yang awalnya menolaknya, sekarang perlahan mulai menerimanya. Bahkan saat menghadapi masalah, akan langsung mencurigainya pertama kali.
Bukankah ini suatu kemajuan?
