Bab 287: Kau Tak Bisa Membenci Seluruh Dunia Hanya Karena Dia
Berkat nasi cinta dari boss, mual kehamilan Lan Xin sembuh secara misterius.
Sekarang camilan favoritnya adalah plum acar buatan tangan Feng Ting, pemilik Windfall Nine Heavens.
Kemana-mana dia selalu membawa kaleng, terus mengunyahnya dengan lahap.
Hari ini plumnya habis. Lan Xin minta boss mengantarnya ke Windfall Nine Heavens, ingin mengobrol dengan Bibi Feng sambil menunggu boss menjemput nanti.
Tidak hanya ngobrol, pulangnya dia juga menyelundupkan acar sayur dan camilan buatan Bibi Feng.
Bibi Feng sangat toleran terhadap selera unik Lan Xin.
Dia menolak dibayar, membuat Lan Xin tidak enak hati. Kadang Lan Xin membantu memetik sayur saat berkunjung.
“Tante Feng, plum buatanmu masih ada? Aneh ya, saya sudah coba banyak merek, tapi yang paling enak tetap buatanmu.”
“Saat saya hamil dulu, reaksinya persis seperti kamu sekarang. Hanya plum buatan ibuku yang bisa saya makan.” Feng Ting menyodorkan kaleng terakhir ke Lan Xin.
“Jangan makan terlalu banyak juga, harus perhatikan keseimbangan nutrisi. Yang ini habis, baru seminggu kemudian plum yang baru selesai diasinkan.”
Lan Xin sangat menyukai perhatian lembutnya yang penuh kehangatan.
“Tante Feng, saat hamil dulu juga sama seperti saya?”
Reaksi Lan Xin termasuk paling unik di antara tiga bersaudara.
“Um, bulan pertama selalu mual dan suka ngemil. Beberapa bulan berikutnya jadi rakus. Yang paling aneh, bayi dalam kandunganku itu pemalas sekali.”
Mengingat anak yang pernah hilang, mata Feng Ting dipenuhi kesedihan.
“Diam saja di perutku selama berbulan-bulan. Setiap periksa dokter bilang bayinya sehat. Tapi siapa sangka begitu lahir... Ah, sampai sekarang masih tak paham, bayi yang hasil tes kehamilannya bagus-bagus, kenapa bisa tiada saat lahir?”
“Maaf Tante Feng, membuatmu mengingat hal menyedihkan lagi.”
Lan Xin yang tahu anak Tante Feng meninggal saat lahir segera mengalihkan topik.
Keduanya sangat cocok. Bersama Tante Feng, kegelisahan Lan Xin selalu mereda.
boss menjemput Lan Xin. Dalam perjalanan pulang, tiba-tiba Lan Xin menghela napas.
“Suami, besok aku mau ke rumah perawatan, bolehkah aku mengunjungi ibuku?”
Bibi Feng terlalu baik padanya, sampai-sampai Lan Xin hampir lupa pada ibu kandungnya sendiri.
Dia sudah hamil lebih dari sebulan, Lei Tingyu sama sekali tidak mengizinkannya pergi, bahkan menelepon pun dilarang.
“Dia baik-baik saja, tak perlu dikunjungi. Jika kau rindu, aku bisa menunjukkan video dari rumah perawatannya.”
Boss sangat berharap Lan Xin tidak perlu ke rumah perawatan seumur hidup, apalagi dalam kondisi hamil - siapa tahu Jia Fang si perempuan gila itu akan memprovokasi Lan Xin.
“Boleh lihat sekilas saja? Aku selalu khawatir. Jika kau takut dia menyakitiku, tambahkan pengawal untukku, ya?”
Boss merenung sejenak, “Aku akan mengantarmu, tapi ada syarat.”
Lan Xin mengangguk cepat, bersedia menerima syarat apapun!
“Jika kali ini dia masih tidak bisa mengendalikan emosi dan menyakitimu, kau dilarang menemuinya sampai bayi lahir.”
Lan Xin ragu, melihat raut boss yang berubah langsung mengangguk takut janji dibatalkan.
Boss sedang sibuk dua hari ini, baru sempat mengantar Lan Xin keesokan harinya setelah pulang kerja.
Saat tiba di rumah perawatan, hari sudah gelap. Pihak rumah sakit kaget dengan kedatangan mendadak boss, buru-buru mengantar mereka ke kamar Jia Fang.
Jia Fang tidak ada, katanya sedang jalan-jalan di taman ditemani pengawal. Lan Xin dan boss pun menuju kebun.
Dari kejauhan, terlihat cahaya api samar-samar di sudut taman.
Jia Fang berjongkok di tanah membakar kertas sembahyang sambil menangis histeris, perawat khusus berdiri di sampingnya. Melihat bos datang dengan rombongan, sang perawat segera menyambut.
"Ada apa ini?" Lan Xin ingin mendekat saat melihat Jia Fang membakar kertas, namun tangan Lei Tingyu menyambar menghentikannya.
"Hari ini tanggal 1 Bulan 10 penanggalan lunar. Nyonya tua bilang harus membakar pakaian musim dingin. Di kampung ada adat membakar kertas untuk orang yang sudah meninggal, jadi saya belikan untuknya."
Perawat khusus menjawab.
Belakangan Jia Fang tidak lagi mengumpat Lan Xin, sehingga perlakuan hidupnya sedikit ditingkatkan. Bos juga sudah memerintahkan: selama tidak menarget Lan Xin, permintaan kecil sehari-hari boleh dipenuhi.
Jia Fang bagai tak mendengar keriuhan di belakangnya, tenggelam dalam dunianya sendiri sambil terus membakar kertas dan menangis.
Melihat kondisinya yang tampak normal saat ini, Lan Xin maju bertanya.
"Ibu, saya datang menjenguk. Untuk siapa Ibu membakar kertas ini?"
Di kampung, setiap Hari Hantu dan tanggal 1 Bulan 10 penanggalan lunar selalu ada ritual bakar kertas untuk yang telah tiada. Tapi Lan Xin tak ingat ada kerabat lain yang perlu diberi sesajen.
Bukankah nenek dari pihak ibu masih hidup?
"Untuk putriku... anakku yang malang... Lan Xin... kenapa kau mati begitu menyedihkan!"
Usai kata-kata Jia Fang, wajah bos berubah drastis. Dengan kode mata ke bodyguard, dua pengawal segera mematikan api kertas. Jia Fang berteriak ketakutan.
Lan Xin sendiri terstimulasi hingga wajah pucat mendengar ucapan ibunya.
"Seberapa dalam kebenciannya pada diri sendiri, sampai berani mengutuk diri sendiri mati?"
"Orangnya sudah dilihat, pergi!"
Boss hampir mati kesal.
Dia mengira Jia Fang sudah jera, tapi ternyata tetap begitu menjengkelkan!
"Bu, aku Lan Xin, Ibu bahkan tak ingat aku?"
Lan Xin terluka dalam oleh tingkah ibunya, tak peduli boss menahannya, bertanya dengan sedih.
"Kau bukan Lan Xin! Putriku sudah mati sejak lahir, kau setan, setan yang membuat Mantian meninggalkanku! Saat kau lahir—Mm!" Mulut Jia Fang dihalangi pengasuh.
"Maaf Tuan Lei, saya kira kondisinya sudah membaik, tak disangka kambuh lagi." Pengasuh terus meminta maaf.
Boss melambaikan tangan, Jia Fang langsung dibawa pergi. Meski mulutnya tertutup, masih terdengar raungan histerisnya.
Lan Xin diam. Api di lantai sudah dipadamkan, hanya menyisakan jejak abu. Luka di hatinya seperti takkan sembuh, terus mengucurkan darah.
Di lantai, samar tertulis satu baris tanggal. Melihatnya, Lan Xin semakin tersiksa.
Sepanjang perjalanan pulang, apapun yang boss katakan, Lan Xin tetap diam.
Kembali ke rumah, Lei Tingyu mendekap Lan Xin di ranjang, kepalanya tertunduk dalam kesunyian.
"Kau tak bisa mengorbankan seluruh Dunia karena satu orang."
Lei Tingyu menggenggam tangannya, kedua telapak tangan bertumpu di perutnya.
"Di sini, ada bayi kita. Maukah kau membuatnya ikut menderita karena orang tak layak yang menyakitimu?"
"Anak, bagaikan mantra kutukan, akhirnya membuat Lan Xin terbebas dari kesedihan."
"Suami, kenapa dia begitu membenciku? Apa sebenarnya yang telah kulakukan?"
Ada seorang ibu yang tega membakar kertas sembahyang untuk putrinya yang masih hidup karena dendam.
"Lagipula, dia bahkan salah mengingat hari ulang tahunku. Aku sama sekali tidak lahir di tanggal itu, melainkan hari berikutnya. Apakah kamu benar-benar memastikan dokter penanggung jawabnya kompeten? Bagaimana bisa pasien gangguan jiwa diobati sampai ingatannya kacau balau seperti ini?"
"Apa yang kau katakan?" Boss mengerutkan kening.
"Dia salah menulis tanggal ulang tahunku. Tanggal di tanah itu adalah sehari sebelum kelahiranku, sama sekali bukan hari ulang tahunku yang sebenarnya..."
