BAB 290 Bayi, Ayahmu Sangat Menantikanmu
Lan Xin hanya bicara sembarangan, pangkal telinga boss semakin merah.
Dia tidak melihat keanehan itu, masih sibuk menunduk memasang sabuk pengaman.
Merasa suasana dalam mobil terlalu sunyi, dengan ragu dia menengadah dan menghadapnya. Tiba-tiba sorot mata dalamnya mengunci tajam.
Lalu, dia menggapai dan menariknya ke pelukan. Lautan ciuman berjatuhan.
Lan Xin belum sempat mengerti situasinya, sudah pusing tujuh keliling dihisap ciumannya.
“Saat berpencar, dia mengusap hidungnya, memandangi wajah kecilnya yang memerah dengan puas, baru kemudian berbalik untuk mengemudi.”
“Baru saja... dia sepertinya bertanya sesuatu padaku ya?”
Otak Lan Xin kosong, boss secara memalukan menggunakan pesona maskulinnya, membuat Lan Xin lupa apa yang ingin ditanyakan.
“Aku barusan, apakah tadi menanyakan sesuatu padamu?”
“Makan malam, ke rumah Bibi Feng.” boss licik memindahkan topik pembicaraan.
Wanita hamil pecinta makanan menjadi senang, topik ini akhirnya dikesampingkan.
Setiap kali Lan Xin makan di tempat Bibi Feng, perlakuan yang diterimanya selalu berbeda. Orang lain makan di restoran, hanya Lan Xin yang boleh masuk ke rumah Bibi Feng.
Cuaca belum terlalu dingin, mawar Cina di halaman bermekaran. Lan Xin menyukai aroma harum ini, Bibi Feng pun mengatur meja di halaman.
Beberapa hidangan rumahan membuat Lan Xin menyantap dengan lahap, makan dengan gembira.
Sejak hamil, Lei Tingyu sudah mengganti 2 koki kepala, tetap tidak ada yang bisa membuat masakan sesuai seleranya. Yang paling disukainya tetap masakan Bibi Feng.
Bibi Feng menghidangkan tumisan terakhir, melirik Lei Tingyu yang sedang mengupas udang untuk Lan Xin.
Siapa sangka pria berkuasa di luar sana, benar-benar merawat istri hamilnya dengan penuh perhatian seperti ini.
“Bibi Feng, masakanmu sangat cocok dengan seleraku sejak hamil.” Lan Xin super puas, meneguk bubur sayur kental yang dimasak lama.
“Kau ini anak, pandai bicara. CEO Lei sudah menyewa begitu banyak koki untukmu, tapi kau masih tidak meremehkan keahlian memasak Bibi Feng.”
Melihat Bibi Feng hendak pergi, Lan Xin buru-buru menariknya.
“Duduklah makan bersama. Kau sudah sibuk setengah hari. Andai aku tidak mual mencium asap rokok, pasti aku mau bantu.”
Inilah alasan utama Lan Xin suka datang ke sini. Melihat senior sibuk melayaninya, rasanya seperti kembali ke rumah sendiri.
Bibi Feng melirik Lei Tingyu yang sedang menunduk mengupas udang, terlihat agak canggung.
“Ini... kurang tepat rasanya?”
Lan Xin tersenyum manis padanya, “Tidak ada yang tidak tepat. Benar kan, suami?”
Di bawah meja, dia menghentakkan kaki ke boss. Boss yang sedang mengupas udang gemetar tangannya, membuat udang jatuh ke mangkuk.
Melototinya, kucing bodoh!
Menoleh, berkata dingin kepada Bibi Feng.
“Duduklah makan bersama.”
Aura dingin boss membuat Bibi Feng merasa tertekan, tapi tak kuasa menolak sorot mata penuh harap Lan Xin. Akhirnya duduk di samping Lan Xin.
“Ini bagus sekali. Melihatmu, nafsu makanku langsung bertambah.” Lan Xin takut Bibi Feng tidak nyaman, buru-buru mengambilkan hidangan untuknya.
Udang yang semula ingin disuapkan boss ke mulutnya, berubah arah ke mulut sendiri saat melihat istrinya begitu akrab dengan orang lain.
Lan Xin masih membuka mulut menunggu, tapi akhirnya kecewa dan cemberut.
“Bibi Feng lihat kan? Dia selalu menginjak-injakku!”
"Mode pengaduan seperti ini benar-benar mirip anak kecil yang manja pada senior." Bibi Feng menggelengkan kepala.
"Menurutku kamu yang menginjak-injak CEO Lei, sampai sekarang dia belum makan sama sekali, sibuk merawatmu."
"Jangan panggil dia CEO Lei, terlalu serumit. Bibi Feng panggil saja Ting Yu——kalau masih merasa asing, bisa juga panggil San Zhu Zi."
Baru selesai bicara, Lan Xin menjerit kesakitan——Lei tidak tahu malu mencubit kakinya!
"Kalian berdua benar-benar seperti anak kecil." Bibi Feng tertawa dibuat interaksi Lan Xin dan Lei Tingyu.
"Bibi Feng, nada bicaramu mirip ibuku, jika dia bukan——" Lan Xin tiba-tiba berhenti.
Suasana riang tadi membeku seketika.
Jika ibunya tidak gila, apakah saat pulang ke rumah orang tua bersama Lei Tingyu juga akan dapat perlakuan seperti ini?
Bercanda kecil, makan bersama.
Merasa dia relatif sensitif, bos menjepit hidangan dan menyuapinya——wanita hamil memang cenderung mudah tersentuh.
Begitu Lan Xin bicara, Bibi Feng teringat kejadian melihat Jia Fang siang tadi.
"Lan Xin, apakah ibumu namanya Jia Fang?"
Lan Xin meletakkan sumpit, menatapnya dengan terkejut.
"Bagaimana kau tahu?"
Bos langsung menatap tajam ke Bibi Feng——ini topik sensitif.
"Aku melihatnya saat belanja pagi tadi, dia keluar——refreshing." Bibi Feng mengganti penjelasan yang lebih lembut agar tidak melukai perasaan Lan Xin.
"Ibu sudah boleh jalan-jalan sekarang?" Lan Xin bertanya pada Lei Tingyu yang hanya mendengus.
"Jia Fang dan saya berasal dari desa yang sama. Waktu muda kami pernah merantau bersama. Tak disangka dia jatuh sakit..." Bibi Feng menghela napas.
"Sudah bertahun-tahun sakitnya." Lan Xin teringat peristiwa Jia Fang membakar kertas sembahyang untuknya, hatinya terasa perih.
"Ngomong-ngomong, di rumah perawatan mana dia sekarang? Bisa kasih tahu alamatnya? Aku juga ingin menjenguk."
"Asisten saya akan menghubungimu." boss memotong topik pembicaraan mereka.
Sepulang dari rumah Bibi Feng, Lan Xin kekenyangan dan merajuk tak mau naik mobil, memaksa jalan kaki. boss menggandeng tangannya, berjalan pelan menuju rumah.
Setelah beberapa saat berjalan, jarak ke parkir bawah tanah Grup Lei masih jauh. Lan Xin mulai merasa pegal di kakinya.
"Aku... tidak kuat lagi..."
boss berhenti, "Naik ke punggungku."
"..." Pipi Lan Xin memerah, matanya melirik ke kiri-kanan.
"Ja... tidak pantas kan?" Apa dia mau menggendongnya di depan umum?
"Jangan menggerutu, cepat!" Melihatnya ragu-ragu, boss langsung menarik lengannya dan menggendongnya ke arah perusahaan.
Lan Xin tak berani menatap wajah orang-orang yang lewat.
Merasa wajah perempuan itu menempel di punggungnya, boss hanya bisa tertawa geli.
Beberapa karyawan Grup Lei yang sedang pulang kerja berhenti memberi salam.
Lan Xin menyembunyikan wajahnya seperti burung unta, pura-pura tidak ada.
"Untuk apa bersembunyi? Wajahmu yang disembunyikan pun tetap dikenali!"
"...Kalau begitu bilang saja pada mereka, bukan aku yang malas jalan, tapi putramu yang ngaku capek!" Si ibu hamil mulai berlagak jorok.
"Putri!"
“Semakin sering menggerutu, semakin tidak datang.”
Baru saja mengeluh, langsung ditepuk pantat oleh boss.
“Kalau putri keluar, aku akan beritahu dia betapa berwajah tebal ibunya, waktu dia masih embrio kecil saja sudah tidak tahu malu menyalahkan sifat rakus, malas, sok suci dan kebiasaan buruk lainnya ke putri!”
Selain itu, yang tidak diucapkan boss: Dengan menutupi wajah, karyawan-karyawan itu tidak akan mengenalimu?
Selain dia, Lei Tingyu ini, masih ada perempuan lain mana yang akan diperlakukan dengan perhatian dan kesabaran seperti ini?
Lan Xin membuat ekspresi muka hantu di punggungnya sambil mengelus perut.
Bayi, nanti kalau keluar, aku akan ceritakan betapa ayahmu yang sombong ini sangat menantikan kedatanganmu.
Bibi Feng menutup restoran spesialnya sehari, membeli buah-buahan lalu pergi ke rumah perawatan pribadi sesuai alamat dari asisten Lei Tingyu.
Karena boss sudah memberi tahu sebelumnya, dia bisa masuk dengan mudah. Belum sampai dekat ruang pasien, sudah terdengar suara barang-barang dipecahkan.
“Nyonya tua sedang tidak stabil emosinya, mohon tunggu sebentar,” kata pekerja perawatan yang menemani Feng Ting masuk, sambil menambahkan keluhan,
“Cuma tes darah saja, tidak tahu apa yang ditakutinya...”
