Bab 335 Boss, Bahaya Mengintai!
"Lingkungan makam sangat tenang, di luar ditanam dua baris pinus dan cemara hijau tua, udara dipenuhi aroma segar tanah."
"Hanya saja, sebaik apapun makamnya, tetaplah titik akhir kehidupan. Masuk ke sini membuat perasaan menjadi berat."
Lan Xin berjalan di samping Lei Tingyu, erat menggenggam tangannya. Boss merasakan jari-jarinya dingin, lalu berhenti.
"Dingin?"
Lan Xin menggelengkan kepala.
"Suamiku, tidakkah kau merasa keheningan di sini sangat menyeramkan?"
"Apa yang menyeramkan?" Boss sudah sangat familiar dengan tempat ini.
Setiap tahun di waktu seperti ini, dia akan datang. Pinus dan cemara tetap hijau setiap tahun, sementara orang di bawah batu nisan tidur abadi.
"Apa kau percaya manusia punya jiwa?" Di tempat seperti ini, tak kuasa menahan diri untuk tidak bertanya topik ini.
Boss menatap langit. Langit hari ini biru luar biasa, biru yang menyimpan sedetik kesedihan tak teruraikan.
"Tidak percaya."
Tepat seperti dugaannya, wajahnya memang menunjukkan seorang ateis. Tapi Lan Xin tetap penuh hormat.
"Aku percaya."
Boss mengejek, "Yang dilakukan orang hidup bukan untuk diperlihatkan pada yang mati."
"Lalu kenapa kau ajak aku mengunjungi ayah mertua?"
"Hanya... untuk memperlihatkan pada diri sendiri." Kalimat Boss penuh kedinginan.
Lan Xin berfirasat Boss membawanya ke tempat ini pasti ada maksud khusus.
Karena itu, setelah ucapannya tadi, dia mempertahankan keheningan tanpa bicara lagi.
Makam Lei Hao dirancang sangat mewah oleh Boss. Terlihat jelas ada yang sudah datang lebih dulu.
Di bawah batu nisan, terpajang seikat krisan putih.
Boss matanya menjadi dingin, berjalan mendekat dan mengambil bunga, lalu dengan tegas melemparnya ke samping.
"Kemarilah." Dia melambaikan tangan.
Lan Xin mendekat, berdiri sejajar dengannya.
Di batu nisan tertera nama Lei Hao, hari kematiannya persis enam tahun yang lalu hari ini.
"Kenapa harus membuang buket bunga itu?" Lan Xin memandangi rangkaian krisan yang masih basah oleh embun, sepertinya baru ditaruh belum lama.
"Orang yang tak tulus, meski berziarah ke orang mati, tetap hanya tipuan belaka, sekadar pertunjukan untukku yang masih hidup." Boss menyeringai dingin.
Lan Xin tiba-tiba paham, bunga ini pasti dikirim ibu mertua.
"Bukankah dia sedang di luar negeri?"
"Dia tahu setiap tahun aku datang di waktu ini, jadi menyuruh toko bunga mengantarkan lebih awal, menaruh seikat bunga sebagai sandiwara untukku."
"Lalu kenapa Bapak tetap mengizinkannya masuk?" Untuk pemakaman kelas tinggi seperti ini, cukup beri tahu penjaga gerbang sebelumnya jika ingin melarang seseorang masuk.
Memainkan drama 'kau taruh aku buang', tapi tak pernah berterus terang - apa sebenarnya maksud Boss?
"Karena aku tahu ini palsu, tapi pria yang terbaring di sini... berharap ini nyata." Boss menatap foto di nisan dari kejauhan.
Seketika Lan Xin mengerti, matanya terasa panas.
Inilah prianya. Orang luar menyebutnya dingin, tapi siapa yang melihat kelembutannya?
Karena tahu perasaan ayah pada ibu memang tulus, maka meski ibu hanya berpura-pura menyesal dan berziarah, Boss tetap membiarkannya.
“Sangat ingin menunjukkan pada mereka yang menyebutnya dingin, Lei Tingyu memperlakukan orang tercinta dengan sangat baik.”
“Ceritakan padaku sedikit tentang mertua, boleh?”
“Ayahku mati karena kesal pada ibuku. Sebenarnya meski tidak ketahuan selingkuh dengan pria lain, dia tetap tak akan bertahan melewati musim dingin itu.”
Suaranya terdengar seperti mengapung dari kejauhan, dingin jernih namun mengandung kekosongan yang mengambang.
“Aku tak mengerti kenapa dia tak mau menunggu beberapa bulan lagi. Sudah kuperingatkan, tapi dia tetap keras kepala.”
Dari puluhan juta cara mati di dunia ini, ibu memilih metode paling kejam yang menghilangkan martabat kedua orang tuanya.
“Semuanya sudah berlalu.” Dia menjabat tangannya erat, merasakan suhu tubuhnya yang lebih rendah dari orang biasa, tahu saat ini dia tenggelam dalam kesedihan mendalam.
Melihat profil wajah bos yang tak beremosi, Lan Xin tiba-tiba memahami.
Dia sedang menyalahkan diri sendiri!
Menyalahkan diri karena dulu tak menghentikan ibunya! Jadi, alih-alih membenci ibunya, selama bertahun-tahun bos sebenarnya tak pernah memaafkan dirinya sendiri!
Hatinya sakit melihatnya, Lan Xin menarik napas kuat-kuat menahan air mata yang hampir jatuh.
“Mertua yang terhormat, saya Lan Xin - eh bukan, sekarang nama saya Jin Lan Xin. Saya menantu kalian. Keluarga kami akan kedatangan anggota baru, Kakek akan segera punya cucu. Saya akan membesarkan anak dengan baik, juga merawat putra kalian yang sok suci ini.”
Lan Xin merangkapkan dua tangan dengan khidmat di depan batu nisan.
“Aku percaya ada jiwa, jika kamu masih ada, harap kau bisa melihat kebahagiaan Ting Yu.”
“Siapa yang sok suci?”
Lan Xin pura-pura tidak mendengar.
“Sayang, kau harus bahagia, yang tiada sudah pergi, kita yang masih hidup harus bersenang-senang. Aku percaya ada jiwa, ayah mertua pasti melihat semua yang kau lakukan untuknya, bisa memahamimu, jadi jangan menyalahkan diri lagi.”
Hati, seperti tertusuk sesuatu.
Lei Tingyu menatap Lan Xin, tetap dengan wajah kebijaksanaan tersembunyi dalam kesederhanaan itu, tetap imajinasi liarnya yang absurd, tapi dia sepertinya selalu bisa menangkap titik paling lembut di hatinya dalam sekejap.
Sebenarnya, setiap hari peringatan kematian ayahnya, boss selalu membuat sedikit masalah untuk ibu, tahun ke tahun tak pernah berhenti.
Tahun ini membawa Lan Xin ke sini, hanya mengulangi prosedur tahun-tahun sebelumnya.
Di depan makam ayah, menyebutkan akhir buruk para pengkhianat, mengingatkannya untuk tidak pernah berkhianat padanya.
Tapi, melihat wajah bodoh Lan Xin, tahun ini boss tidak ingin mengatakannya lagi.
“Waktu sudah larut, mari kembali.”
“Tapi bunga yang kita beli belum kita letakkan.”
Bunga ada di Xiao Mingge, dia belum datang.
“Hal-hal formal tidak perlu terlalu dipusingkan.”
Menoleh, melihat foto ayah di batu nisan, tiba-tiba dia punya firasat tahun depan tidak akan kembali ke sini.
Takkan lagi berbicara kosong dengan emosi dingin tentang bagaimana dia membalas ibu, sudah tak ada artinya.
Mungkin dia harus mencoba mempercayainya.
Lan Xin berjalan di samping Lei Tingyu, saat berada di pemakaman, hatinya terasa kosong melompong.
“Suami, menurutmu untuk apa manusia seumur hidup berebut nama dan keuntungan? Seberapa banyak cinta-dendam yang dimiliki, berapa kekayaan yang dikuasai, tapi saat menutup mata untuk tidur abadi, hanya berbaring di ruang sekecil ini saja.”
Lan Xin berdecak kagum, memeluk boss erat.
“Jadi, selagi masih hidup, kita harus menghargai setiap hari bersama, jangan bertengkar, jangan saling curiga, jalani setiap hari dengan bahagia.”
Boss menoleh, ingin mengatakan sesuatu padanya, tiba-tiba pandangannya mengarah ke satu titik di hutan pinus.
Di posisi itu, ada pantulan cahaya yang tidak biasa!
Sejak kecil menerima berbagai pendidikan elit, boss tentu tahu itu adalah pantulan lensa bidik. Dari wujudnya, mengarah ke Lan Xin!
“Minggir!” Boss merasa situasi tidak beres. Ia mendorong Lan Xin, tapi sudah terlambat.
Lan Xin sama sekali tak paham situasi, hanya mendengar boss berkata "Hati-hati", lalu didorongnya ke samping.
Ia menoleh, melihat Lei Tingyu mundur selangkah.
“Suami, kenapa?” Melihat kondisi boss tak beres, ia meraih tangan untuk menopang.
Tapi, tempat yang disentuhnya... merah menyala yang mengerikan.
