Bab 337 Demi Dia, Dia Mengabaikan Segalanya
Sekalipun master karate, tak sanggup menahan kemarahan wanita hamil yang mengerahkan seluruh tenaga. Xiao Mingge ditendang Lan Xin di dada hingga mundur dua langkah.
Melihat emosi Lan Xin sudah memuncak, Mo Lao Er terpaksa menebas lehernya. Lan Xin pun pingsan.
“Astaga, perempuan ini gila?”
Xiao Mingge bersyukur telah selamat dari bencana.
Andai saja Lan Xin pernah pegang pistol dan tahu cara membuka pengaman, pasti kepalanya sudah kena tembakan saat senjata itu diarahkan ke kepalanya.
“Dia pikir kau yang menembak.” Mo Lao Er kehilangan keluguannya, wajah serius sambil menggendong Lan Xin keluar dengan cepat.
“Aku benar-benar kena getah! Niat hati mau bantu tangkap pencuri, malah dipukuli perempuan milik Lei Tingyu. Dasar perempuan sakti...”
Xiao Mingge menyimpan senjatanya lalu mengikuti pasukan besar yang bergerak keluar.
“Kau lihat jelas siapa yang mulai?” tanya Mo Lao Er.
“Aku cuma sempat merokok sebentar, merasa ada yang tidak beres langsung mengejar, tapi pihak lawan sudah lebih dulu bertindak. Dari polanya, sepertinya ini pembunuh bayaran internasional. Aku menembak kakinya, pasti tidak bisa lari jauh.”
Xiao Mingge juga mulai lebih serius, meninggalkan sikap masa bodohnya yang biasa.
“Lari? Sudah melukai saudaraku, kubuat dia tidak bisa pulang!” kata Mo Huairen dengan nada licik.
Percobaan pembunuhan terhadap Lei Tingyu menjadi pukulan berat bagi semua orang.
Pelakunya cepat ditemukan dalam jaring pengamanan ketat, ternyata pembunuh bayaran internasional yang dikirim Jin Si.
Targetnya adalah membunuh Lan Xin. Rencana licik Jin Si sudah terbongkar, tidak hanya dicabut status ahli waris tapi juga menjadi buronan internasional.
Dia menyalahkan semua ini pada Lan Xin yang muncul tiba-tiba, lalu menyewa pembunuh bayaran internasional untuk menyusup ke dalam negeri demi membunuh Lan Xin sebagai pelampiasan dendam.
Lan Xin biasanya selalu dalam perlindungan ketat boss, sulit dicelakai. Hari ini hari peringatan ayah Lei, pihak lawan memanfaatkan celah ini.
Boss melangkah maju di saat kritis, melindungi Lan Xin agar tidak terluka.
Pasukan Mo Huairen dan kelompok Lei bergerak bersama, cepat menjerat pelaku dan menyerahkannya ke Interpol.
Tapi Lei Tingyu masih terbaring di ruang perawatan intensif.
Lan Xin dipukul pingsan oleh Mo Lao Er dan belum siuman sampai sekarang. Di luar ruang gawat darurat, berjejer orang-orang kepercayaan boss.
Tangan Mo Lao Er yang penuh bekas darah akibat gigitan Lan Xin belum sempat dibalut, sedangkan Xiao Mingge kondisinya lebih menyedihkan.
Bekas cakaran Lan Xin di wajahnya masih terlihat, posksi di dada yang diinjaknya juga masih nyeri, namun belum sempat ditangani.
Tiba-tiba, dentingan logam terdengar dari kamar sebelah. Lan Xin menyembur keluar seperti asap, diikuti Fei Fei dan Tian Xin yang bingung tak tahu harus berbuat apa.
"Aku tak bisa menghadangnya..." Fei Fei yang bertugas menjaga Lan Xin tak menyangka, begitu sadar, Lan Xin langsung bangkit dan nekat menerobos keluar.
"Lei Tingyu?!" Lan Xin menghampiri Mo Huairen, mencengkeram kerah bajunya sambil bertanya.
"Adik ipar, tenanglah dulu. San Di masih dalam proses penyelamatan darurat."
Menurut dokter, tindakan pertolongan pertama yang dilakukan Lan Xin di makam berdasarkan insting sangat menentukan keselamatan Lei Tingyu.
"Aku tak bisa tenang!" Mata Lan Xin memerah. Hatinya goyah, semakin jengah mendengar kata "tenang" di saat genting seperti ini.
Tiba-tiba pandangannya tertuju pada Xiao Mingge yang berdiri di samping. Melihat tatapan kebenciannya, Xiao Mingge mundur ketakutan.
"Bukan aku yang menembak!" Celaka, perempuan ini mulai menjadi trauma psikologis baginya!
"Jelaskan pada Tuhan!" teriak Lan Xin sebelum menyergap Xiao Mingge.
Demi membalaskan dendam suaminya, ia melupakan segalanya: keselamatan diri, juga peringatan bos bahwa Xiao Mingge adalah master karate tingkat puncak.
Dia tidak peduli dirinya sendiri, hanya ingin mencabik-cabik musuh untuk membalaskan dendam boss.
Kekuatan membunuh ini memaksa Xiao Mingge yang pernah melihat angin dan ombak, terus mundur tanpa berani melawan.
Lan Xin seperti disuntik adrenalin, menerjang mencengkeram rambutnya, dengan kekuatan ajaib yang tak terduga, menyenggolkannya ke tembok sekuat tenaga.
Orang-orang sekitar hanya bisa terpaku menyaksikan.
Ini bukan perempuan biasa, ini wanita baja!
Bos mafia Negara Y dengan mudah dicabik-cabik tangannya!
Mo Huairen terus mengamati, baru turun tangan menjelaskan setelah Lan Xin memukul dua kali.
"Adik ipar, pelaku sebenarnya sudah dihukum, bukan dia!"
"Apa katamu?"
"Benar, pihak lawan sudah dibawa pergi. Pengadilan akan berlangsung. Saat itu Xiao Mingge justru sedang melacak pelaku, dia tidak hanya tidak menyerang San Di, malah memukul mundur penjahat di momen kritis."
Mo Lao Er akhirnya mengungkap kebenaran.
Xiao Mingge mengusap kepalanya yang sakit akibat senggolan Lan Xin, "Mo Lao Er, apa ini disengaja? Harus menunggu dia selesai memukul baru mau membantu?"
Mo mengangkat tangan, "Kau juga lihat, adik ipar sangat protektif pada suaminya. Mana bisa kuhalangi."
Perkataan ini setengah benar.
Tapi kegagahan Lan Xin tadi memang nyata.
Untuk membalaskan dendam pria kesayangannya, tadi dia hampir mengorbankan segalanya.
Ini membuat semua orang mengerti, mengapa pria seperti Lei Tingyu yang tidak berperasaan, hanya menganggap Lan Xin sebagai harta karun tertinggi dan menyimpannya di hati selama puluhan tahun.
Perempuan ini, layak mendapatkan kasih sayang pria yang sombong itu.
Saat bahaya datang, dia tidak menangis pengecut maupun takut jatuh oleh situasi mendadak.
Sebaliknya, memilih untuk menganggap Lei Tingyu sebagai yang terpenting, mengorbankan segalanya hanya untuk melindungi pria itu.
Demi dia, dengan tubuh kurusnya dia menjinjing Lei Tingyu keluar sepanjang jalan.
Demi dia, berani menghunuskan tinju ke pria paling berbahaya. Melihat Lan Xin menjadi gila karena Lei Tingyu, semua yang hadir tak bisa tidak mengagumi dan terharu.
Inilah perempuan yang rela mempertaruhkan nyawa untuk dilindungi Lei Tingyu.
"Maaf, aku salah paham padamu." Lan Xin mundur selangkah, tak berdaya bersandar di dinding.
Kehilangan dendam, dia kosong melompong, bahkan air mata pun tak bisa keluar.
Ekspresi hampa itu membuat beberapa perempuan ikut menitikkan air mata.
"Tahan, tidak boleh menangis! San Di belum tentu kenapa-kenapa!" Mo Huairen pertama kali membentak Fei Fei.
Di dalam sana bukan hanya pria yang paling dicintai Lan Xin, tapi juga saudara terbaik mereka. Tak ada yang tak peduli pada hidup-matinya.
Fei Fei berusaha menelan air matanya, mendekat dan bersama Tian Xin memeluk Lan Xin dari kiri-kanan.
"Lan Xin, jangan takut, kami semua di sini bersamamu."
"Benar, kamu harus kuat. Demi bayi, San Di pasti baik-baik saja." Tian Xin juga matanya merah.
“Dia pasti akan baik-baik saja. Aku ini bodoh, kalau dia tidak di sampingku, pasti akan terjadi banyak kesalahan.”
Lan Xin menatap kosong ke arah ruang gawat darurat. Saat ini, bahkan orang untuk dibencinya pun sudah tidak ada, tersisa hanya harapan yang hampir putus asa.
Melihat keadaan Lan Xin, bahkan beberapa pria tangguh pun ikut merasa sedih.
Demi San Di, dia bisa berubah menjadi wanita paling pemberani di dunia. Tapi ketika San Di tidak ada, tatapannya yang tak berkedip ke pintu ruang gawat darurat membuat semua orang merasa, seandainya Lei Tingyu tidak selamat, Lan Xin akan menjadi mayat hidup tanpa keinginan untuk hidup.
“Lan Xin, hubunganku dengan Lei Tingyu bukan seperti musuh abadi yang kau bayangkan. Aku tidak punya niat jahat.”
Xiao Mingge yang melihat ekspresi Lan Xin juga ikut merasa sakit hati.
Apakah dia begitu mencintai Lei Tingyu?
