Bab 449 Cinta yang Terluka di Kedalaman Hati
Lan Xin menggelengkan kepala, "Sudahlah, selera estetika kalian kaum aneh seperti ini tidak bisa kupahami. Di mana kotak P3K-nya? Aku akan membalut lukamu."
Cepat sekali ada yang mengantar kotak P3K, Lan Xin mulai membalut lukanya.
"Lukanya agak besar, menurutku lebih baik kamu cari dokter untuk menjahitnya." Ini sudah kedua kalinya Xiao Mingge membantunya.
"Tidak perlu. Rasa sakit terkadang adalah bukti terbaik bahwa seseorang masih hidup." Xiao Mingge bersandar pada ukiran akar, sorot matanya samar menatap ke kejauhan.
Kadang Lan Xin merasa ini pria yang sangat tidak bertanggung jawab, selalu suka main iseng, sifatnya benar-benar luar biasa mengganggu.
Tapi sekarang melihatnya, dia merasa orang ini sama seperti bos, sama-sama memiliki kekuatan yang tak terukur, tak ada yang bisa memahami isi hatinya.
Tanpa sengaja, dia teringat lagi pada Lei Tingyu.
Dia dan perempuan itu duduk di kafe, bercakap-cakap dengan riang, tapi harus menipunya dengan alasan pekerjaan penting di perusahaan.
Sementara dia, seperti orang bodoh, demi tidak mengganggu konsentrasinya, bahkan tak berani memberitahu kejadian yang dialaminya di rumah sakit.
Pagi tadi ketika menerima telepon itu, dia begitu mempercayainya, yakin bos tidak akan berbuat hal yang menyakitinya. Tapi sore ini, kenyataan kejam itu telah menamparnya dengan keras.
Dia sangat ingin mendengar penjelasannya, tapi sekaligus takut mendengar penjelasan itu.
Entah dia mengelak, bersikap dingin, atau berbohong - semua itu cukup membuat Lan Xin kolaps.
Cintanya terlalu dalam, sampai-sampai sebutir debu di matapun tak bisa ditolerir, rasa sakit yang menusuk hati membelitnya erat-erat.
Merasakan Lan Xin dalam keadaan kosong, Xiao Mingge dengan ketidakrelaan mengeluarkan suara "Hmph". Baru kemudian Lan Xin menyadari dia menuangkan disinfektan berlebihan, dan tekanan pada luka Xiao Mingge sepertinya terlalu kuat.
"Aku bersalah, aku——"
Dia terlalu sibuk meratapi tipuan boss.
“Antara kita, selain permintaan maaf atau terima kasih, tidak ada kata-kata lain lagi?” Xiao Mingge berkata seolah bercanda.
Lan Xin melihat lukanya yang telah ditusuk-tusuk dengan kapas disinfeksi olehnya sendiri, hanya dengan membayangkannya saja sudah tahu pasti sangat sakit, perasaan bersalah di hatinya semakin menjadi.
Ingin meminta maaf lagi, tapi saat melihat matanya, kata-kata itu kembali tertahan di mulut.
Benar, selain permintaan maaf dan terima kasih, apa lagi yang bisa diucapkan?
Dengan cepat menangani luka Xiao Mingge, Lan Xin kembali mengobrak-abrik kotak P3K dan mengeluarkan satu butir obat pereda nyeri.
“Minum ini, akan membuatmu lebih baik.”
Xiao Mingge menggelengkan kepala, “Luka tingkat ini tidak berarti apa-apa bagiku, nanti cukup disuntik saja.”
Lan Xin mengira yang dimaksud suntikan adalah suntikan pereda nyeri, lalu membiarkannya.
Ketika tidak membalut luka, kedua orang itu tenggelam dalam kesunyian yang terpendam.
Lan Xin tidak tahu harus bicara apa dengan pria yang belum terlalu dekat, sementara Xiao Mingge menatapnya dengan mata yang dalam.
Suasana terasa aneh, Lan Xin membersihkan tenggorokannya lalu mencari topik pembicaraan sembarangan.
"Mengapa kau membuat rumah seperti ini?"
Orang biasa sepertinya tidak ada yang menyukai rumah seperti ini? Terlihat sangat licik.
“Persembahan untuk masa mudaku yang takkan pernah bisa kembali. Kau tahu, masa muda itu, begitu digadaikan, takkan bisa ditebus kembali.”
Lan Xin setengah mengerti, “Apa maksudmu, waktu yang kau habiskan bersama Lei Tingyu dan yang lain sangat berharga, sehingga kau merindukannya?”
Xiao Mingge tertawa terbahak-bahak sambil menggelengkan kepala.
“Gadis bodoh, perkataanmu terlalu sastrawi. Rohku selalu melayang tanpa pelabuhan berlabuh. Karena itu, kujual jiwaku ke setan. Hanya di waktu senggang, aku datang untuk beristirahat, mengingat masa muda penuh noda.”
Perkataan aneh pria ini selalu membuat Lan Xin setengah mengerti.
Melihat jam, boss juga seharusnya sudah mulai melacak lokasi ini.
“Kau terus melihat jam. Bersamaku sungguh menyakitkan?” tanya Xiao Mingge.
Lan Xin menggeleng, “Aku hanya... takut terlalu lama di sini akan merepotkanmu.”
Sebagai perempuan Lei Tingyu, mana mungkin ia punya kebebasan? Bahkan waktu luang belasan menit ini pun sudah merupakan keserakahan.
Pasti Lei Tingyu akan melacak kemari. Jika sampai Xiao Mingge harus BERTARUNG dengan boss, Lan Xin akan merasa sangat bersalah.
“Jika kau mau, aku bisa berjuang habis-habisan untukmu.” Xiao Mingge menyeringai, “Tapi kau tak bisa melepaskan Lei Tingyu, kan?”
Lan Xin berpikir sejenak, lalu mengangguk.
“Memang aku tak bisa melepaskannya.”
Dia punya firasat, boss pun takkan melepaskannya. Bahkan jika hatinya benar-benar berubah, takkan membiarkannya pergi.
"Jiwa perempuan itu telah diukir dengan cetakan Lei Tingyu, tidak bisa pergi."
Tapi, jika dia benar-benar menginjak dua kapal, Lan Xin yakin dirinya tidak akan mentolerir. Bagaimana nanti? Ini akan menjadi dilema.
"Perempuan, seberapa dalam cintamu padanya sampai di dekatku kau masih memikirkan pria lain?" Xiao Mingge sangat tersinggung oleh sikapnya yang terus melamun.
Pria tampan seperti dia tidak layak dapat sekilas pandang darinya?
"Pernahkah kau mencintai seseorang?" tanya Lan Xin.
Xiao Minggo terpaku sejenak, lalu mengangguk.
"Ada."
"Maka kau seharusnya mudah memahami perasaanku saat ini..."
Cinta sampai kedalaman yang menyakitkan, mencintai atau tidak sama-sama menyakitkan. Tak punya keberanian menghadapi, takut akhirnya adalah sesuatu yang tak bisa ditahannya.
"Sekarang kau tidak seperti pejuang wanita yang berani menyeret Lei Tingyu sejauh itu, bahkan berani mengacungkan senjata padaku. Kau terlihat sangat rapuh." Xiao Mingge merasa Lan Xin terasa familiar sekaligus asing.
Seolah berbeda dengan perempuan yang pernah dibayangkannya.
"Xiao Mingge, apa kau menyukaiku?" Lan Xin tiba-tiba bertanya.
Mengobrol dengannya selalu sulit ditebak, kalimat apa yang akan dia ucapkan berikutnya.
Xiao Mingge mengangguk tanpa ragu.
Tapi Lan Xin hanya menundukkan wajah, muram dan sedih.
"Berarti yang kau rasakan hanya sekadar suka, bukan cinta."
"Bagaimana kau bisa begitu yakin?" Xiao Mingge tidak terima, bahkan dirinya sendiri pun belum memahami sepenuhnya perasaan yang kini ia rasakan terhadap Lan Xin.
"Karena sorot matamu barusan, seolah tak bisa menerima kerapuhanku. Dalam bayanganmu, aku pasti perempuan yang super tomboi dan sakti. Jadi saat aku menunjukkan sedikit kelemahan, kau langsung merasa ini bukan diriku yang sebenarnya."
"Tapi, bukankah kau memang perempuan hebat?"
Lan Xin menggelengkan kepala, "Tidak juga. Aku pun punya saat-saat rapuh. Mana ada orang yang hanya punya satu sisi polos? Setiap orang punya banyak dimensi. Suka itu ketika kau hanya melihat sisi baikku yang menarik perhatianmu. Sedangkan cinta—"
Ia teringat kebaikan sang bos di masa lalu, termasuk saat ia berpura-pura munafik bahkan sebelum jatuh cinta, bos tetap memberinya toleransi tanpa batas.
Sampai sekarang pun ia menganggap semua yang bos lakukan selalu baik, bahkan kesombongan dan sifat buruknya terlihat sangat menggemaskan di matanya.
Dihapusnya isak dengan menghembus nafas, menekan nestapa yang menggelora.
"Cinta adalah saat apapun wujudnya, kau tetap menyukainya. Bahkan saat hatinya berpaling, meski hati teriris pedih, cetakan cinta yang tertanam dalam sanubari takkan pernah terhapus."
