Bab 477 Momen Kritis di Sampingnya
Dengan tegas Lei Tingyu memeluk Lan Xin dalam dekapan.
“Jangan takut, aku di sini.”
“Um...” Lan Xin yang tegang bersandar di dadanya, merasakan gempa yang mengguncang langit dan bumi.
"Gempa sepertinya sangat kuat, kastil kokoh seperti ini benar-benar bisa tergoyang-goyang. Hanya dalam hitungan detik, lantai pun terbelah membentuk celah besar."
"Suami, jangan pedulikan aku, keluarlah!" Lan Xin melihat lantai masih bergoyang, ditambah satu dinding lagi roboh, segera mendorong boss.
"Aku akan bersamamu!" Sorotan tajam boss menyapu sekeliling, akhirnya terpaku di balik meja kokoh.
Dalam kondisi Lan Xin seperti sekarang, membawanya lari keluar sama sekali tidak mungkin.
Kastil ini memiliki 4 lantai. Posisi mereka saat ini berada di ruang jamuan makan lantai 2. Harus melewati ruang jamuan makan sepanjang puluhan meter, lalu menuruni tangga, berputar jauh baru bisa keluar. Selama itu, dinding bisa roboh kapan saja, lantai pecah berantakan.
Perut Lan Xin sudah sangat besar. Daripada membawanya berdesak-desakan dengan kerumunan, lebih baik tetap di tempat.
Lan Xin sempat limbung, boss langsung memeluknya erat-erat.
Tiba-tiba, lampu kristal besar di langit-langit jatuh tepat mengarah ke Lan Xin!
Tanpa ragu, boss melompat menghalangi tubuh Lan Xin.
Dentuman keras terdengar. Lan Xin gemetar menyaksikan bahu boss dihantam lampu kristal dengan dahsyat.
Beberapa detik kemudian, setelan jas putih itu ternoda merah menyala!
Pukulan itu seharusnya mengenai tubuh Lan Xin!
Namun di saat kritis, Lei Tingyu tanpa berpikir melangkah maju, menggunakan tubuhnya sebagai perisai bagi Lan Xin.
Bagi Lan Xin, semua terasa seperti gerak lambat.
Suaminya, untuk melindunginya, terluka sekali lagi.
“Suami!” Lan Xin berdecak kagum.
Getaran di tanah mereda cukup banyak. Boss mengabaikan rasa sakit di tubuhnya, memanfaatkan jeda sebelum gelombang kedua datang, menarik Lan Xin ke belakang meja. Dengan tangan yang tidak terluka, dia membalikkan meja membentuk area segitiga aman, memeluk Lan Xin duduk di dalamnya.
Lan Xin memandang boss, wajahnya pucat, keringat dingin mengucur deras di kening. Dia panik sampai menangis histeris.
“Suami, sekarang rasanya bagaimana?”
Lampu listrik saat itu mulai berkedip-kedip, sepertinya sebentar lagi akan matikan listrik. Masih ada beberapa orang yang belum sempat lari keluar.
Terdengar jeritan kesakitan.
Sejumlah orang yang sedang berlari menuruni tangga terkena hantaman dinding yang runtuh.
Andai keputusan boss salah, yang terkena hantaman kali ini pasti dia dan Lan Xin!
Boss menahan sakit sambil menggerakkan bahunya sedikit. Rasa nyeri yang menusuk membuatnya memperkirakan tidak ada patah tulang, meski perdarahan cukup banyak.
“Xin Xin, jangan takut. Aku baik-baik saja, tidak kena titik vital. Jangan menangis. Cepat, balut lukaku sebelum listrik mati!”
Boss menyimpulkan selama perdarahan bisa dihentikan, masalah tidak besar.
Tapi sekalipun begitu, setidaknya beberapa hari ke depan bahu ini tidak bisa bergerak bebas.
Lan Xin menangis histeris menyaksikan pengorbanan suaminya. Pikirannya kosong saat boss Sreeeet merobek helai roknya untuk membalut luka dengan cepat.
"Kurang dari satu menit sudah selesai, tepat saat itu, listrik tiba-tiba mati, guncangan hebat kedua pun dimulai!"
Ruangan langsung gelap gulita, getaran terasa semakin kuat, suara jeritan pilu dari banyak orang terdengar, Lan Xin juga mendengar suara runtuhnya tembok besar.
Keringat dingin mengucur deras di tubuhnya, boss menggenggam erat tangannya di kegelapan, mengalirkan kepercayaan diri padanya.
"Suami... Apa kamu tidak sakit..."
Meski tak bisa melihat, gambaran kejadian tadi telah terukir dalam-dalam di hatinya.
"Tidak sakit, tidak apa-apa. Jangan takut." boss menenangkan Lan Xin.
Telinga kembali mendengar suara runtuhan besar, BREEENG! Sebidang tembok ambruk.
Posisi yang baru saja dihitung boss, ditambah sudut yang terbentuk dari meja yang dirobohkan, dengan sempurna membungkus Lan Xin dan dirinya dalam ruang segitiga kokoh.
Untuk sementara, mereka aman di dalam.
Tapi mustahil keluar, terkepung di sini.
Kegelapan total mengelilingi, hanya kebersamaan mereka yang membuat ruang sempit menyeramkan ini tak terasa terlalu dingin.
Lan Xin tak menyadari Malaikat Maut tadi berada sedekat itu, bahkan rasa takutnya sendiri tak sempat dipikirkan, semua perhatiannya tertuju pada boss.
"Kenapa kamu begitu bodoh! Ngapain balik?!" tangisnya pecah.
Sebenarnya tadi, dia punya kesempatan untuk kabur.
Tapi demi istrinya, tanpa ragu dia berbalik arah di momen paling menguji sifat manusia.
"Nyawa Lan Xin bisa dibilang diberikan oleh Lei Tingyu."
"Di mana pun kau berada, di situ aku akan ada. Jangan menangis! Hemat tenagamu dan tunggu tim penyelamatan datang!" boss memarahinya sambil melarangnya terus menangis. Jika tidak segera menggali mereka keluar, tangisan saat ini sama dengan membuang energi.
Lan Xin gemetar halus, menggigit bibirnya untuk menahan tangis sambil menyandarkan tubuhnya pada tubuh pria itu.
Rasa bersalah yang tak tertahankan.
Andai saja dia tidak memaksa ikut, mungkin boss sendiri yang hadir bisa sudah kabur.
Tapi karena dia nekat ikut, boss harus terjebak di sini demi menyelamatkannya!
"Suamiku, aku ini bintang sapu. Aku yang membuatmu terluka..." Saat ini dia hampir mati karena rasa bersalah.
"Mengada-ada! Justru karena keberadaanmu aku bisa selamat dan kabur bersama mereka. Bisa saja di tangga aku sudah dihantam mati--"
"Jangan kau ucapkan!" Lan Xin menempelkan telapak tangannya di bibir pria itu.
Menghentikan semua ucapan sial.
"Bencana alam tak bisa diprediksi. Jadi jangan berpikir macam-macam. Aku justru bersyukur membawamu ikut."
Boss kini diliputi ketakutan pasca-trauma.
Andai dia tidak mengizinkan Lan Xin ikut, dan sesuatu terjadi padanya di luar pengawasannya, itu akan menjadi beban yang tak tertanggungkan.
Bisa menyelamatkan perempuan miliknya, boss merasa semua biaya sepadan.
Tapi Lan Xin hanya memikirkan lukanya, takut darahnya akan habis mengalir.
"Suamiku, tadi kau jelas bisa kabur. Mengapa kau kembali? Aku akan senang jika kau selamat, setidaknya satu dari kita harus bertahan!"
Lan Xin merasa, dirinyalah yang menjadi beban baginya.
Jika bukan karena kandungannya yang membatasi geraknya, bagaimana mungkin boss tidak bisa keluar?
"Xin Xin." boss memotongnya.
Lan Xin menahan air mata, diam menunggu apa yang akan diucapkannya selanjutnya.
Boss meletakkan tangan di perut Lan Xin.
"Seluruh keluargaku ada di sini, ke mana lagi kau ingin aku pergi?"
Ucapannya membuat Lan Xin kembali menangis terisak.
Dia memutuskan untuk hidup dan mati bersamanya.
Dia berkata, dialah harta dan nyawa baginya.
Bukan hanya karena kandungan yang menjadi buah cinta mereka, tapi juga karena dialah wanita yang dicintainya sejak usia sembilan tahun.
"Suami, apakah mereka akan segera menemukan kita?" Di ruang gelap gulita ini, rasa takut Lan Xin semakin menjadi.
