Bab 515 Kali Ini Ada Masalah
Begitu Ibu Lei menunduk, dia langsung melihat senyum malaikat dari mata biru kecil itu. Seketika semua amarahnya lenyap.
Gen jenius sang boss benar-benar membuatnya tak berkutik...
“Lihatlah pilihanmu ini, sungguh tidak pantas!” Ibu Lei mengkritik Lan Xin.
Lan Xin mengedipkan mata, memberi kode pada bayi gemuk di pelukan Ibu Lei. Balita jenius super imut itu segera mengoceh riang.
“Xiao Lin, apa kamu lapar? Mau cari ruang istirahat untuk minum susu Nenek?” Kemarahan Ibu Lei langsung lenyap.
“Yaya~” Mendengar kata "makan", Xiao Lin menepuk tangan gembira.
Lan Xin menunduk bertanya pada kakak kembar Xiao Qi di pelukannya, “Xiao Qi lapar tidak?”
Xiao Qi yang berkarakter dingin jelas berbeda dengan adik pecinta makanannya. Dengan angkuh ia menempelkan kepala di leher ibu, “Aku tidak mau!”
Meski kembar, sifat mereka jelas berbeda. Satu mirip boss, satu mirip Lan Xin. Yang bermata biru seperti Lan Xin sepertinya punya perut besar dan sangat rajin makan.
Tempat belanja mewah pasti punya ruang khusus ibu-bayi. Staf toko mengantar rombongan Lan Xin. Ia mengambil Xiao Lin dan menyerahkan sang kakak ke Ibu Lei.
“Ibu, tolong jaga Xiao Qi sebentar. Setelah menyusui, saya akan segera kembali.”
Toko ini sudah dipesan boss sebelumnya. Bodyguard berjaga di luar, jadi Lan Xin tidak khawatir.
Ibu Lei menggendong Xiao Qi berkeliling di dalam toko.
Anak ini berbeda dengan adik bermata biru yang sangat lincah tadi, sangat tenang. Ibu Lei tidak berani memeluknya karena anak ini terlalu mirip Lei Tingyu saat kecil.
Terutama kedua matanya, membawa kematangan yang tidak seharusnya dimiliki di usianya, seolah dia sudah menembus semua ini.
Ibu Lei menggendong Xiao Qi, seolah kembali ke masa ketika bos baru berusia beberapa bulan, saat itu Ayah Lei belum mengambil alih Lei Group, keluarga mereka belum begitu kaya.
Tapi waktu itu, benar-benar sangat bahagia.
Hal-hal yang sudah terlupakan ini, sekarang muncul di pikiran.
Tiba-tiba, keriuhan terdengar di depan toko.
Ibu Lei menoleh dan melihat butik dikepung asap, beberapa bodyguard sadar ada yang tidak beres tapi sepertinya sudah terlambat.
Ibu Lei segera memeluk erat Xiao Qi di pelukannya, tapi akhirnya pingsan karena granat hipnosis, semuanya terjadi hanya dalam hitungan detik.
Saat Lan Xin di ruang menyusui mendengar keriuhan di luar dan berlari keluar, toko hanya tersisa staf yang tergeletak berantakan, Ibu Lei bersama 2 bodyguard semuanya terbaring di lantai.
Sedangkan putra sulungnya Xiao Qi, sudah menghilang tanpa jejak.
Pandangan Lan Xin berkunang-kunang, hampir pingsan.
Ketika Lei Tingyu mengetahui putra sulungnya direbut di siang bolong, sudah 3 menit kemudian.
Lei Group segera mengerahkan personel dalam jumlah besar, bersatu dengan pihak kepolisian setempat untuk melakukan penggeledahan, tapi putra sulungnya Lei Tianlin, hidup tidak terlihat, mati tidak ada mayat...!
"Setelah Ibu Lei sadar, dia menyadari telah kehilangan cucunya. Rasa bersalah membuatnya langsung pingsan di tempat, spiritualnya mengalami pukulan besar."
Lan Xin juga terguncang hebat. Kerinduan akan putranya hampir membuatnya gila.
Lei Tingyu adalah satu-satunya di keluarga ini yang bisa mempertahankan ketenangan.
Anaknya kini hilang entah ke mana. Dia terpaksa mengorganisir penyelamatan dengan kepala dingin, hampir membalik seluruh kota.
Tapi Lei Tianqi seolah menguap total dari kota ini.
Lan Xin tak memejamkan mata semalaman. Setiap telepon rumah berdering sedikit saja, dia langsung berlari seperti orang gila.
Tapi yang datang selalu kabar putus asa.
Anak-anak masih kecil, boss juga tak memasang pelacak pada mereka. Kini tak ada jejak, hanya bisa menunggu penculik Tianqi yang menghubungi lebih dulu.
Lan Xin tak menelan setetes air pun, hatinya menanggung siksaan berat. Melihat keadaan istrinya, Lei Tingyu terpaksa menekan kecemasan akan putranya dan malah membujuknya.
"Jangan sedih. Tak ada kabar saat ini justru kabar baik."
Setidaknya ini membuktikan putra mereka masih hidup.
"Ini semua salahku. Seandainya aku tak mengajak anak-anak keluar..."
Boss menaruh kepala istrinya di bahunya sendiri.
"Bukan kesalahanmu."
Di pihak mereka, sistem pengamanan sudah sangat ketat, tetap saja terjadi masalah seperti ini.
Baru saja Wenwen datang dengan penyelidik kriminal Interpol untuk memeriksa lokasi. Katanya peluru hipnosis yang digunakan lawan didapat dari saluran khusus yang umumnya sulit diperoleh.
"Jika bukan karena Lan Xin yang kebetulan sedang memberi makan Lao Er, mungkin dia juga akan ikut diculik!"
Membayangkan kemungkinan itu, hati Lei Tingyu dipenuhi kegelisahan yang tak terkira.
Hilangnya putra sulung mereka seperti menusukkan pisau tajam ke dalam hati pasangan keluarga Lei.
Lan Xin tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.
Bagaimanapun juga, di bawah pengawasannya sendiri lah putra sulungnya hilang.
"Aku lebih rela yang diculik adalah diriku, mengapa aku tidak bisa menggantikan anak itu..."
Membayangkan putranya mungkin disiksa di tempat yang tak terjangkau pandangannya, hati Lan Xin seolah tercabik-cabik.
"Anak kita pasti baik-baik saja, jangan terlalu banyak berpikir."
Lei Tingyu kini juga menantikan panggilan telepon dari penjahat tersebut.
Dia lebih memilih motif penculikan ini demi uang - berapa pun jumlah tebusannya, tidak jadi masalah.
Saat Lei Tingyu sedang menghibur Lan Xin yang hampir gila karena stress, tiba-tiba ponselnya berbunyi.
Dering ponsel itu menyobek kesunyian malam, membuat saraf semua orang bergetar.
Lei Wenwen duduk tenang di samping kakak dan iparnya.
Lei Tingyu sengaja tidak melibatkan polisi. Pertama karena kemampuan kepolisian di Negara E terbatas, kedua khawatir akan memprovokasi penculik - nyawa anaknya lebih berharga dari segalanya.
Boss mengaktifkan mode speaker sambil membuka laptop dan mengaktifkan pelacak posisi.
"Saya Lei Tingyu. Dengan siapa saya berbicara?" Boss sengaja memperpanjang kalimat untuk mengulur waktu.
"LEX, apakah kau sangat merindukan putra jeniusmu?"
"Suara pihak lawan, sampai melalui alat pengubah suara."
Mendengar informasi terkait anak, semua orang terkejut. Lan Xin menutup mulutnya sendiri, menatap ponsel dengan harapan penuh.
Lei Tingyu tetap tenang, "Apa tujuanmu? Di mana anak itu?"
"Tujuanku adalah membuatmu menderita... Anak itu, haha, dalam hidupmu, kau takkan pernah melihatnya lagi!"
Perkataan penjahat itu membuat Lan Xin hampir pingsan. Jika bukan karena Wenwen menahannya agar tidak berlari mendekat, pasti dia sudah bertindak impulsif!
"Apa syaratmu? Berapa uang yang kau butuhkan?" tanya Lei Tingyu pada penjahat.
Sekarang bahkan jika harus mengeluarkan kekayaan miliaran untuk menukar kembali putranya, dia pasti bersedia.
"Aku tak butuh uang. Uang hanya tumpukan kertas. Aku hanya ingin menyiksamu! Bakarlah dupa untuk putramu, hahaha!"
Pihak lawan tidak menunggu reaksi bos, langsung menutup telepon.
Lan Xin menangis histeris, "Putraku!"
"Tenanglah! Untuk sementara anak takkan bermasalah!" Sebenarnya di hati, bos sendiri juga tidak yakin.
Hal paling ditakuti akhirnya terjadi.
Nyatanya pihak lawan memang tidak mengincar uang.
Andai motif penculikan Xiao Qi adalah uang, selama bisa menebusnya dengan uang, itu masih baik.
Tapi dari perkataan mereka, jelas bukan soal uang...
