Bab 537 Dia Kembali
Dua bayi imut mengadakan rapat, menyepakati tema penting bahwa Ibu harus makan.
Maka, dua tangan mungil gemuk bersatu, meneriakkan slogan "Tak meninggalkan juga tak menyerah", membawa makanan langsung ke gerbang.
Lan Xin sedang resah memikirkan keselamatan boss, tiba-tiba mendengar ketukan pintu. Dari suaranya, langsung tahu ini putra-putra gemuknya.
Lan Xin membuka pintu, dua bayi kecil menerobos masuk bagai kereta api.
"Aku tak punya nafsu makan!" Xiao Lin menutupi perutnya, pura-pura serius, mengucapkan dialog yang sudah disepakati dengan kakak.
"Tidak boleh tidak makan! Tak kenyang, bagaimana ada tenaga menaklukkan Dunia." Xiao Qi membuat ekspresi muram, terlihat masih imut.
"Mood tidak bagus, kiamat kesemek akan datang." Xiao Lin mendongakkan kepala 45 derajat, seolah sedang bersedih.
Namun Lan Xin justru tertawa geli melihat akting dua bayi yang nilainya tak sampai lima ratus rupiah ini.
"Apa hubungannya kiamat dengan kesemek?" tanya Lan Xin.
Xiao Lin memiringkan kepala, berpikir sejenak, lalu menyodok kakaknya.
Xiao Qi menjelaskan dengan serius, "Itu kesemek yang bisa bikin semua orang mati semua!"
Dia pernah melihat film seperti itu di komputer yang Ayah berikan.
Lan Xin tak tahu harus berkata apa, "Kiamat dunia?"
Boss biasanya memperlihatkan peralatan listrik apa ini kepada anak-anak?!
Dua bayi kecil itu mengangguk bersama, "Ya, maksudnya seperti itu!"
"Kesemek... Antara 'kiamat dunia kecil' dan 'tidak bahagia', mana yang datang lebih dulu?" Lanjut Xiao Qi.
Lan Xin hampir tertawa terbahak-bahak.
Akhirnya tidak bilang 'kiamat kesemek', tapi malah jadi 'kiamat dunia kecil', sebenarnya anakku ini ingin makan kesemek sampai segitunya?
Tapi kalau dipikir-pikir, dalam ucapan polos anak-anak itu ternyata mengandung banyak filosofi.
"Kiamat dunia dan ketidaksenangan, tak ada yang tahu mana yang akan datang lebih dulu, mengapa tidak bersenang-senang saja?"
Tapi, anak-anak masih sangat kecil begini, siapa yang memberitahu mereka semua ini?
"Xiao Qilin, siapa yang memberitahu kalian ini?" Lan Xin menundukkan kepala, meraba rambut mereka.
"Bibi, Bibi waktu itu pulang, yang bilang ke kami." Meski anak kecil belum bisa sepenuhnya paham, maksud sebenarnya dari perkataan Bibi, tapi rasanya seperti sesuatu yang sangat sakti.
Jadi pas digunakan untuk menghibur Mama.
Mendengar bayi-bayi menyebut Bibi, mata Lan Xin kembali berkaca-kaca.
Wenwen yang begitu baik, Langit mana tega mengambilnya?
“Mama, apakah kamu tidak bahagia？” Xiao Lin berlari mendekat dan memeluk Lan Xin.
“Bagaimana kalian bisa melihatnya?” Lan Xin di depan anak-anak sudah berusaha menahan emosi.
Xiao Qilin bersama-sama menaruh tangan di tengah keningnya sambil mengukur, “Karena di sini Mama selalu berkerut.”
Bayi yang penuh harmoni ini melakukan gerakan serupa, terlihat sangat imut. Suasana mencekam Lan Xin pun sedikit terlunakkan.
“Ibu, di sini sudah ada adik perempuan. Jangan seperti ini.” Xiao Qi merasa, saat Ayah tidak di rumah, dialah pria tertua di rumah yang harus menghibur Ibu.
Meski hanya lebih tua beberapa menit dari adik, tetap saja dia kakak!
“Um, Xiao Lin tidak mau adik perempuan bermuka masam!” Xiao Lin juga mengangguk setuju.
Melihat anak-anak sudah menghiburnya seperti ini, Lan Xin terpaksa memaksakan senyum sambil memeluk kedua putranya, membiarkan mereka bergantian menyuapi Ibu.
Katanya putri adalah bantal penghangat hati Ibu, tapi putra-putra di saat kritis juga bisa menghangatkan hati.
Demi anak-anak, dia harus bangkit, tidak boleh terus terpuruk begini.
Itu kan boss, Lei Tingyu yang serba bisa. Pasti dia tidak akan bermasalah.
Tapi betapapun Lan Xin berusaha tampil kuat, saat malam sunyi tiba, berbaring di ranjang ganda yang sepi, tetap saja bolak-balik tak bisa tidur.
Tidak berani menutup mata, takut begitu terpejam, langsung terbayang boss terhempas ombak.
Sudah berhari-hari pergi, kenapa tidak juga menelepon ke rumah?
“Lan Xin bangkit, berjalan ke ruang ganti, membuka lemari pakaian miliknya, tapi semuanya sudah dicuci bersih tanpa sisa aroma dirinya.”
“Tetap memilih satu kemejanya, memeluknya erat, berbaring di ranjang, tidak mau melepaskan pelukan.”
“Kamu sudah pergi begitu lama, apakah makan dan tidurmu baik? Apakah kamu merindukanku?”
“Dia memeluk kemeja itu, bergumam sendiri.”
“Merasa air mata jatuh.”
“Wanita hamil memang mudah sentimental, tapi Lan Xin takkan pernah mengaku - bahkan saat tidak hamil, ketergantungan dan cintanya pada Lei Tingyu sudah meresap ke tulang sumsum, terukir dalam jiwa, menjadi bagian tak terpisahkan darinya.”
“Saat pria itu menyeret tubuh lelahnya, mendorong pintu kamar tidur, cahaya lampu temaram mengalir keluar.”
“Wanita yang berbaring di ranjang sambil memeluk kemeja dan bicara sendiri, belum menyadari orang yang dirindukannya telah kembali, masih terus memeluk kemejanya sambil bergumam.”
“Kamu ini, kenapa bisa sejahat ini? Menelepon pulang beberapa menit saja tidak bisa!”
“Lan Xin memeluk kemejanya, seolah melihat sosok aslinya.”
“Entah ilusi atau bukan, kali ini ada perasaan hangat yang mengalir, persis seperti saat dia ada di rumah.”
“Lei Tingyu dengan bebat luka di tangan, mendengar perempuan miliknya sedang mengoceh ke udara, menyebut-nyebut segala kebaikannya.”
“Betapa pun pedih lukanya, pemandangan ini mampu menyembuhkan segalanya dalam sekejap.”
boss merasa, seratus Lei Group pun tidak akan bisa menukar ekspresi tulus darinya.
Tapi tak lama, ketulusan Lan Xin mulai menjadi agak aneh.
"Hai! Lei Tingyu, kamu ini, di rumah selalu mengganggu aku, bahkan saat tidur pun tanganmu masih meraba... bagian tak terkatakan suamimu! Kau tidak tahu malu!"
Entah sejak kapan, dia mengembangkan kebiasaan ini.
Awalnya hanya memeluk pinggang, perlahan naik sedikit demi sedikit, akhirnya tertahan di area... tak terkatakan!
Boss menoleh sambil berpikir, apa dia memang melakukan itu?
Melihat tangan yang dibebat, bertanya dalam hati: "Tangan, apakah kau yang melakukan semua itu?"
"Um, sepertinya memang benar," gumamnya.
Lan Xin terus menumpahkan kelucuan.
"Lagipula, tanganmu sudah mencengkeram bagian tak terkatakan, kenapa kakimu masih harus menindihku?"
Selama di rumah, posisi tidurnya pasti mengontrol seluruh tubuhnya.
"Hah? Apa aku memang begitu?" Boss menggaruk hidung dengan tangan yang tidak terluka, "Sepertinya... memang iya!"
"Pasangan suami-istri lain selalu saling memperbaiki kebiasaan! Tapi kamu malah makin menjadi-jadi! Tidurmu dulu tidak sejahat ini, kan? Tidak!"
Lei Tingyu ini memang punya logika otak yang berbeda dari orang lain.
Saat tidak suka, dia bisa sangat dingin. Tapi begitu tertarik, langsung menempel seperti perekat yang tak tertahankan, mau dibawa ke kantor, malam hari dipeluk erat-erat.
"Lagipula, tak sadarkah kau jadi semakin pemilih dalam makan?"
"Ada? Aku ada?" boss terus bertanya pada dirinya sendiri, dia merasa dirinya masih pria yang cukup santai.
"Saat kamu baru menikah, perkiraanku hanya anoreksia ringan. Selama bertahun-tahun aku mengobatimu dengan makanan buatanku, tapi hasilnya sekarang kecuali masakanku, kamu tidak mau makan masakan siapa pun!"
*batuk* Bukankah ini kelebihan? boss mengusap perutnya, merasakan setelah perkataannya tadi, dia benar-benar mulai lapar.
