Bab 554 Dia Pasti Dikendalikan Orang
Di dalamnya terdapat mainan boneka bulu Monchhichi berbaju gaun, mungkin ini hadiah yang dia berikan untuknya? Perempuan ini memang selalu menyukai barang-barang kecil seperti ini. Setiap melihat sesuatu yang unik, pasti akan dibelikan untuknya.
Mainan boneka itu sudah menggelembung seperti kembung akibat terendam air.
Tapi Lan Xin tetap memeluknya erat-erat.
Dia tahu pasti Lei Tingyu sendiri yang memilihkan ini untuknya.
Membayangkan ekspresi sedih di matanya saat dengan sabar menyiapkan semua ini, dunia perempuan itu sebenarnya sudah runtuh sejak detik kepergiannya.
"Koper sudah berhasil diangkat, artinya boss memang berada di pesawat itu," kata Mo Lao Er yang menahan kesedihan berat, suaranya parau.
"Adik ipar... Turut berduka."
"Kami saudara-saudaranya akan membantumu. Untuk anak San Di, kuatkanlah diri." Xin Ran juga tak lagi bersikap masa bodoh, nadanya berat.
"Sudah bisa diumumkan ke publik. Urusan pemakaman juga bisa mulai dipersiapkan."
Lei Tingyu menetapkan Lan Xin sebagai satu-satunya ahli waris.
Artinya, Lan Xin akan segera menjadi orang terkaya di dunia.
Tapi dari reaksi hampir pingsan tadi, jelas dia sama sekali tak peduli dengan harta itu.
Lan Xin mengabaikan penghiburan dari Mo dan Xin Ran. Dengan hati-hati dia mengeluarkan satu per satu isi koper itu.
"Boneka yang dibeli untuknya, hadiah yang disiapkan untuk anak-anak, pakaian ganti, serta file yang masih mulus dalam kantong tahan air. Boss selalu teliti, dokumen penting seperti ini pasti disimpan dalam kantong anti air."
Lan Xin mengeluarkan dokumen itu, melihat kertas yang sama sekali tidak basah, lalu membalik ke halaman terakhir. Di bagian atas, terdapat tanda tangan tangannya sendiri di bagian depan.
Goresan tulisan yang kuat dan tegas, persis seperti pria keras kepala itu.
Begitu melihat tulisan itu, Lan Xin teringat Lei Tingyu. Air mata mulai berlinang lagi. "Tingyu, pria yang paling kucintai, sungguhkah kau tega meninggalkan kami, ibu dan anak?"
Pria itu tampak angkuh, namun selalu penuh perhatian. Dia bisa mengingat kesukaannya, mengatur setiap detail rumah dengan sempurna setelah dirinya hamil.
Meski cara ekspresinya seringkali buruk, takkan ada pria yang lebih perhatian daripada Lei Tingyu.
Lan Xin merenungi kenangan melalui barang-barang peninggalan sambil menitikkan air mata diam-diam. Mo dan Xin Ran pun tak kuasa menahan tangis.
Tak ada penderitaan yang lebih menyakitkan daripada perpisahan abadi. Kematian adalah kehilangan terbesar di dunia.
Lei Tingyu telah pergi begitu saja, membawa serta hati Lan Xin.
"Aku akan telepon si pemimpin untuk urusan pemakaman. Si Keempat, kamu hubungi Paman Jin untuk stabilkan saham. Saham Lei Group pasti akan ambruk seperti longsor beberapa hari ini. Kita harus tetap tenang. Meski San Di sudah tiada, kita harus jaga adik ipar dan anak-anaknya."
Mo Lao Er berkata sambil mengusap air mata.
"Lan Xin seolah tak mendengar, ia merapikan barang satu per satu. Isi koper dikeluarkannya seluruhnya lalu dimasukkan kembali. Tiba-tiba, dia seperti tersengat listrik, tiba-tiba mendapat ide!"
"Tidak normal, koper ini, tidak normal!"
Mo dan Xin Ran sedang berunding tentang penyusunan strategi selanjutnya. Tiba-tiba mereka melihat Lan Xin seperti orang gila, tak henti-henti mengobrak-abrik koper. Keduanya buru-buru bertanya.
"Adik ipar, ada apa?"
"Barang berkurang! Di sini ada yang kurang, barang, ke mana perginya barang-barang itu?" Lan Xin terus bergumam, matanya memancarkan cahaya aneh.
"Barang apa?" tanya Mo Lao Er.
"Lei Tingyu... Lei Tingyu selain aku, pasti ada satu barang yang tak pernah terpisah. Barang itu, mana barangnya!" Lan Xin tiba-tiba berdiri, berteriak kencang ke langit, "Lei... Ting... Yu!!"
Mo dan Xin Ran saling memandang, lalu menggelengkan kepala.
Adik ipar pasti terlalu sedih berlebihan, sehingga emosinya bisa di luar kendali seperti ini.
"Adik ipar, adik ipar tenang dulu. Tingyu, Tingyu sudah..."
"Berhenti! Jangan ada yang bicara padaku, biarkan aku berpikir, biarkan aku benar-benar berpikir, sebenarnya apa yang hilang..." Lan Xin seperti orang gila, terus berjalan mondar-mandir di pasir pantai.
Dia merasa sebentar lagi akan teringat sesuatu. Nalurinya mengatakan koper ini tak beres.
Pasti ada sesuatu yang penting hilang, tapi sekarang dia benar-benar tak bisa mengingatnya.
Apa yang hilang?
Suamiku, Tingyu! Cepat, beri aku inspirasi, katakan padaku, apa yang kuhilang?!
Lan Xin awalnya berjalan mondar-mandir dengan geram, kemudian langsung mencengkeram rambutnya sambil terus mengaum ke arah laut.
"Lei Tingyu, katakan padaku, apa yang kurang!"
Sial, mengapa tidak bisa ingat?
Mo Lao Er dan Xin Ran saling memandang, "Haruskah memanggil dokter untuk menyuntikkan obat penenang?"
Xin Ran mengangguk, "Lakukan saja, kalau terus begini pasti buruk untuk janin dalam kandungannya."
Mereka semua mengira Lan Xin tidak bisa menerima kenyataan bahwa boss sudah tiada, sehingga mengalami gangguan jiwa.
Lan Xin menarik-narik rambutnya sendiri habis-habisan, Cepat ingat! Hal ini pasti sangat penting!
Dokter membawa semprit panjang mendekati Lan Xin. Lan Xin menyambar segenggam pasir dan melemparkannya kuat-kuat. Pasir masuk ke mata dokter, semprit jatuh ke tanah.
Sialan! Kenapa masih belum ingat juga?
Lan Xin menyatukan ibu jari dan jari tengahnya, meniru gaya Lei Tingyu yang sering mengetuk dahinya, lalu mengetuk dahinya sendiri.
"Seharian wajah bodoh, di momen kritis kok bisa gagal begini? Ingat! Cepat ingat!"
Tiba-tiba bayangan muncul di kepala Lan Xin: gambarnya bersama boss yang selalu bersama. Ia tersadar, Kotak ini ada yang tidak beres!
Semua ada di dalam kotak, kecuali satu: komputer yang tak pernah lepas dari Lei Tingyu!
Komputer Lei Tingyu tak mungkin terpisah darinya.
Bahkan file-file saja dibuat tahan air, mengapa komputer tidak terlihat?
"Lan Xin ingat suatu kali, boss pernah berkata padanya, komputer miliknya dirancang khusus, tidak hanya tahan air tapi juga anti jatuh, jadi saat Lan Xin bertengkar dengannya, dia bisa semena-mena menuangkan seluruh sup ke komputernya, karena yakin komputer itu waterproof."
Lalu apa alasan, di dalam koper bawaan tidak ada komputernya?
Setelah memikirkan hal ini, Lan Xin tiba-tiba berdiri, matanya berbinar, memberi isyarat tangan untuk menghentikan dokter yang sedang bersiap menyuntikkan obat penenang padanya.
"Aku sekarang sangat sadar, tidak perlu suntik ini. Lao Er dan Si Keempat, kalian berdua bawa aku ke tempat sepi, ada yang mau kubicarakan."
Mo Lao Er dan Xin Ran saling bertatap, lalu mengikuti Lan Xin ke area yang tidak berpenghuni.
"Adik ipar, ada yang ingin kau sampaikan pada kami?"
"Lei Tingyu tidak mati."
"Adik ipar, aku tahu kau sedang berduka berat, tapi orang mati tak bisa hidup kembali. Kau harus kuat, karena masih ada anak San Di." Mo menahan kesedihan besar sambil membujuk Lan Xin.
Lan Xin menggelengkan kepala.
"Dia benar-benar masih hidup, tapi sekarang pasti sedang dikendalikan oleh seseorang."
Awalnya, pernyataan Lan Xin tidak menarik perhatian kedua saudara ini, mereka hanya menganggapnya sebagai halusinasi karena kerinduan pada Lei Tingyu.
