Bab 556 Yang tidak tahu malu bukan cuma satu
Setelah mendapat informasi ini, Lan Xin langsung berlari tak sabar.
Melihat Lei Tingyu yang utuh, setelah memastikan tidak ada bahaya pada nyawanya, lututnya gemetar lalu ia pingsan.
Kekuatan palsu yang terus dipelihara akhirnya bisa ditanggalkan saat ini juga, kecemasan terpendam selama berhari-hari akhirnya terlepas.
Akhirnya, bisa tidur dengan nyenyak.
Dia masih ada, masih di sisinya!
Lan Xin tidur dengan tidak nyaman, Mo Lao Er menempatkannya bersama Lei Tingyu. Memandangi dua sosok yang terbaring sejajar, Mo menarik napas lega.
"Untung ada adik ipar, IQ-nya menyala di saat genting."
Kalau tidak, San Di pasti mati kelaparan di depan mata kita.
Bagi Lan Xin maupun Lei Tingyu, pertemuan kembali adalah berkah terbesar.
Seolah merasakan aura yang familiar, Lei Tingyu dalam tidurnya mengulurkan tangan menggenggam tangan Lan Xin. Sorotan tajamnya terbuka, setelah melihat itu adalah dirinya, barulah ia memejamkan mata dan tertidur lelap.
Tubuh mereka sejak lama sudah mengingat sensasi satu sama lain.
Hanya di dekat pihak lawan, mereka bisa merasakan eksistensi diri sendiri. Perasaan seperti ini sangat menghangatkan.
“Lao Er, begitu saja San Di dibawa pergi?” Xin Ran memerintah orang untuk menggotong Lan Xin dan Lei Tingyu yang sudah pingsan turun gunung.
Mo mengamati jurang, menggelengkan kepala.
“Tujuan pihak lawan adalah membuat San Di melihat langsung Lan Xin meninggalkannya, membuat San Di kehilangan kepercayaan pada Lan Xin. Tapi lihat, di sini masih menyisakan air, sepertinya ingin menyelamatkan nyawa San Di. Nanti mungkin akan menjemput San Di kembali.”
Hong Xie ini pasti menganggap semua orang di dunia selain dirinya adalah idiot.
“Kita belum bisa membiarkan perempuan itu tahu San Di sudah kami selamatkan.” Mo juga bukan orang yang polos.
Bagaimanapun, Mo adalah pria yang dijuluki "Tuan Mo", strateginya tidak kalah dari orang lain.
“Bagaimana kalau kita ledakkan tempat ini, buat kesan palsu longsor gunung agar perempuan itu mengira San Di sudah tewas?” usul Xin Ran.
Mo Lao Er mengangguk, “Lakukan saja! Mengenai cara membunuh perempuan menyebalkan itu, biar San Di yang urus setelah sadar!”
Lei Tingyu tidur cukup lama, justru Lan Xin yang lebih dulu tersadar.
Melihatnya masih utuh berbaring di sampingnya, hati Lan Xin meleleh seperti gulali.
Hampir saja... hampir kehilangan dia.
Syukurlah Tuhan masih adil, tidak membawanya pergi.
Dokter sudah memeriksa Lei Tingyu secara menyeluruh, tidak ada masalah serius.
Hanya dehidrasi ringan, cukup infus glukosa sudah baik.
Mungkin terlalu lelah, makanya tidur lebih lama.
Lan Xin menatap wajah tidurnya, hatinya dipenuhi perasaan hangat, sungguh menyenangkan.
Mo dan Xin Ran telah memindahkan Lan Xin ke rumah, sekarang dia berbaring sejajar dengan bos di kamar tidur mereka.
Lei Tingyu yang masih hidup, dengan kehangatan tubuhnya, berbaring di sampingnya. Udara di sekeliling masih dipenuhi kehangatan rumah tangga, cahaya matahari mengalir melalui jendela menyinari tubuh mereka berdua.
Seolah-olah mereka tak pernah berpisah.
Jika bukan karena luka-luka di tubuhnya akibat goresan rumput liar yang masih terasa nyeri samar, mengingatkannya bahwa semua kejadian mengerikan itu benar-benar terjadi, Lan Xin mungkin mengira semua ini hanyalah mimpi buruk.
Syukurlah meski prosesnya berliku, hasil akhirnya indah.
Dua bayi imut membuka pintu diam-diam, menampakkan setengah kepala kecil mereka, mengintip dengan penuh kewaspadaan.
Mereka sangat merindukan Ayah Ibu, tapi Paman Gong Yun bilang tidak boleh mengganggu istirahat orang tua.
Lan Xin menyadari kedatangan bayi-bayi itu, tersenyum pada mereka dan menggapai tangan, memanggil mereka mendekat.
Dua anak kecil itu berlari mendekat, berbaring di samping ranjang Ayah, menatap wajah tidurnya.
Kakak Xiao Qi dengan hati-hati mengulurkan tangannya ke bawah hidung Lei Tingyu, merasakan hembusan napas hangat, menarik napas lega lalu memberi isyarat "ok" ke adiknya.
Masih hidup!
Lan Xin memandangi kedua putranya dengan perasaan antara ingin tertawa dan menangis.
Sebenarnya mereka juga sangat mengkhawatirkan Ayah.
Meski anak-anak masih sangat kecil, mereka telah dengan tajam menyadari bahwa sepertinya ada masalah di rumah.
Tapi agar tidak membuat Ibu khawatir, mereka sengaja menahan perasaan sendiri, menggunakan cara polos dan menggemaskan bayi untuk memahami situasi.
Setelah memastikan Ayah masih hidup, dua bayi kecil itu membuka selimut yang menutupi tubuh boss, memeriksa berulang kali.
Lan Xin penasaran melihat apa sebenarnya yang dilakukan putra-putranya?
Tiba-tiba terdengar suara Kakak yang serius berbisik pada Adik:
"Tidak ada tangan atau kaki yang hilang, utuh."
Adik menepuk-nepuk dada dengan tangan mungilnya, "Terlalu hebat!"
Mulut Lan Xin berkedut, mereka benar-benar paham urutan: pertama periksa hidup atau tidak, lalu lihat ada bagian tubuh yang hilang atau tidak.
"Ayah akan tetap menjadi Ayah selamanya."
Mendengar ucapan Xiao Lin, hidung Lan Xin terasa asam - putra-putranya benar-benar mengerti.
Yang ingin mereka sampaikan adalah: apapun yang terjadi pada Lei Tingyu, selama dia masih hidup, itu sudah cukup.
Tapi secerdas apapun anak-anak, tetap tidak bisa menyampaikan maksud seakurat ini. Namun Lan Xin mengerti.
Putra-putra baiknya benar-benar mewarisi kepintaran Ayah dan kecerdasan emosional Ibu.
Tapi gerakan berikutnya dari anak-anak membuat Lan Xin benar-benar tak tahu harus berkata apa.
Hanya terlihat empat tangan mungil meraih pinggang celana boss, dengan salah satunya sambil berkata-kata:
“Kalau begitu, posisi kunci ini sudah terkonfirmasi. Jika posisi ini rusak, ke depannya tidak akan ada cara untuk berdiri saat buang air kecil——”
Hai! Kalian berdua, sebenarnya sudah melihat omong kosong apa saja!
Tampaknya, bayi-bayi ini, sepertinya juga mewarisi kebiasaan Ibu yang suka menyimpang...
Tentu tidak mungkin, membiarkan bayi-bayi melihat hal tak terkatakan Ayah. Boss jika tahu, bangun pasti akan mengamuk!
Lan Xin membersihkan kedua bayi imut itu ke luar.
Sedang memegang handuk hangat untuk menyeka tubuhnya, Bibi Chen mengetuk pintu dan masuk.
"Nyonya muda, telepon rumah kita hampir meledak karena banyak panggilan. Banyak orang menelepon mengatakan bahwa..."
"Apa?" Dari ekspresi Bibi Chen, Lan Xin sudah bisa menebak apa yang akan dikatakan mungkin bukan kabar baik.
"Mereka mengaku punya anak Tuan muda..."
"Mereka?" Kedengarannya, yang tidak tahu malu ini tidak hanya satu orang.
"Usianya bermacam-macam. Yang paling tua mengaku anak Tuan muda sudah 15 tahun, yang termuda masih dalam kandungan ibunya, belum lahir." Telepon rumah nyaris meledak. Kalau tidak ada bodyguard yang menghadang di pintu, mereka pasti sudah menyerbu masuk.
Semuanya datang untuk mengaku-ngaku hubungan keluarga.
"Byur! 15 tahun? Terlalu konyol. Berarti suamiku belum dewasa sudah membuat perempuan hamil?" Lan Xin tertawa dibuatnya.
"Sedang membasuh wajah boss, karena hal ini terlalu lucu, tangannya terhenti, handuk menutupi hidung tampan boss yang sedang tertidur pulas, alisnya berkerut. Ia buru-buru menggeser handuk, menjulurkan lidah, menepuk-nepuk dadanya."
“Masih lumayan tidak terlalu keras, kalau tidak, suami yang susah payah ditemukan ini belum tewas di tangan musuh, malah mati dicekik olehku.”
