Bab 664 Istri Muda Raja 7 Hari (12)
Setelah memindai sekeliling, Li Qianhen memastikan suara aneh yang didengarnya berasal dari earphone, suara kolektif menelan ludah dari tim penasihatnya?
Meski mereka sangat ingin makan, tetap tidak diberi. Makanan Lian Lian hanya boleh dimakannya sendiri.
Dengan kepuasan yang sulit dideskripsikan, Li Qianhen menyantap satu demi satu kue, membuat yang lain terus menelan ludah sambil mempertanyakan gigi Paduka Raja...
Benar-benar bagus!
Bukankah itu batu? Suara 'kraak' saat digigit, sepertinya yang giginya rapuh bisa langsung patah!
Walau tak bisa datang langsung, semua orang sudah menilai dari warna dan teksturnya.
Barang ini, pasti tidak enak!
Tapi Sang Raja makan dengan semangat segar dan wajah bahagia, maksudnya apa ini?
Selera ekstrem...
Lian Lian menyapu semua headline berita musim panas, lalu melihat piring kue abstrak aliran postmodernisnya tinggal satu.
"Ah! Kau benar-benar memakannya!"
Suara nyaring ini menembus earphone Li Qianhen, jelas terdengar di telinga semua personel rapat.
Dengan santai Li Qianhen mengumumkan rapat ditutup, mematikan earphone, lalu menarik Lian Lian ke pangkuannya yang langsung duduk di pahanya.
"Lambungmu masih baik-baik saja?"
Dia menggapai dan meraba perutnya, tangan mungil yang lembut itu menyentuh, benar-benar khawatir memberinya makanan yang membuat muntah dan diare, tak bisa bangun lama...
“Masih lumayan.”
Meski aromanya seperti durian, bentuknya seperti patung tanah liat, teksturnya seperti menggigit kaca, rasanya... muntah, tapi selama itu buatannya, dia akan memakannya tanpa ragu dengan gagah berani.
Melihat ketulusannya, Lian Lian penasaran, mengulurkan tangan ke piring, ingin meraba sisa yang terakhir.
Tapi direbut secepat angin olehnya.
Kemudian, dia menggaruk-garuk kepala, menyaksikannya melahap habis potongan terakhir dengan gerakan dan kecepatan yang mengesankan, seolah takut terlambat sedetik pun akan direbut kembali.
Lian Lian geleng-geleng kepala.
“Harus segininya?”
Bikin siaran langsung: Raja Murka Merebut Kue, Tingkah Norak Makan, Tak Terkalahkan —— dengan judul ini, minimal bisa untung seratus juta klik kan?
Pria jujur ini masih mempertahankan karakter dari masa menjadi bodyguard dulu: singkat padat, sedikit bicara, hanya menggunakan tindakan untuk berkomunikasi.
“Enak segitunya?”
“Um.”
Tapi dari wajah kaku itu, dia menemukan jejak kecurigaan.
Jarinya mengusap pipi kerasnya, “Hai, anak yang berbohong, malam nanti akan ditendang turun tidur di lantai loh!”
“...Lambungku sudah terbiasa makan apapun, meski makanan aneh sekalipun tak masalah, tapi kamu tidak boleh.”
Hal semacam ini, jika dia makan, pasti harus ke dokter.
Melihatnya diam, Li Qianhen menambahkan penjelasan.
“Dulu saat di kamp pelatihan pembunuh bayaran sarang binatang buas, aku pernah memakan segalanya. Saat kelaparan, bahkan serangga pun kunikmati. Jadi masakanmu ini bisa kumakan tanpa masalah, tapi jika kamu yang makan, mungkin harus ke dokter.”
Dibandingkan dengan itu, masakan kegelapannya hanyalah hal sepele.
Lian Lian berdiri dalam diam, mundur beberapa langkah, memandangnya dengan geram sambil bibir kecilnya mengerut.
“Aku putuskan, malam ini kamu tetap harus tidur di lantai!”
“...” Ekspresi Li Qianhen kini hanya dihiasi tanda tanya besar.
Mengapa?
Berkata jujur... tetap harus tidur di lantai?!
Makanya, hati perempuan bagai jarum di dasar laut—ditebak pun sulit tertembus.
Lian Lian berlari gembira. Istana megahnya menjadi tempat eksplorasinya. Saat ia menangani tugas resmi, gadis itu sibuk “menjelajah”.
“Nuo Yi, menurutmu, apakah hati perempuan memang serumit ini?” Tatapannya mengikuti bayangannya yang sedang merenung mengapa harus tidur di lantai, sambil bertanya pada kapten pengawal yang menuangkan cha untuknya.
“Paduka...” Nuo Yi ingin mengatakan tapi ragu.
Jika jujur: “Baginda, bukan nona itu yang sulit ditebak, tapi kemampuan emosionalmu terlalu rendah”—apakah kepalaku akan dipenggal?
Hmm, seharusnya tidak. Tapi dipukul pasti tak terhindarkan. Jadi, biarlah kebenaran dibiarkan berlalu.
Di kedalaman istana, terdapat mata air panas yang tak pernah tersentuh sejak dibangun.
Banyak orang tidak mengerti, mengapa Paduka Yang Mulia yang tidak pernah berendam di pemandian air panas, membangun proyek sebesar ini di dalam istananya.
Meski ibu angkat resmi Paduka Yang Mulia telah beberapa kali meminta agar kolam ini diberikan untuknya, permintaan itu selalu ditolak tegas. Kolam ini belum pernah dimasuki siapa pun, bahkan untuk Bella hanya dialirkan sebagian dan dibuatkan bagian terpisah.
Tempat ini bagaikan entitas misterius yang tak terjangkau.
Baru setelah kemunculan peri kecil itu, semua orang tersadar.
Rupanya semua persiapan telah dibuat semata untuk menunggu kedatangannya.
Lian Lian meniru kebiasaan orang Jepang, meletakkan handuk di dahinya. Di atas air kolam mengapung nampan berisi sake.
Di rumahnya juga ada pemandian air panas serupa dengan ukuran hampir sama, dibangun khusus oleh Lei Tingyu untuk memanjakan istri dan putri tercintanya.
Lian Lian wajib berendam secara berkala, kulit lembutnya yang bak air seolah bisa pecah oleh tiupan, berkaitan langsung dengan kebiasaannya berendam air panas.
Para pelayan istana setengah baya yang merawatnya telah disuruh keluar. Dengan riang Lian Lian meregangkan tubuh di air hangat, lalu bersandar di tepi kolam sambil menggenggam gelas anggur, bersenandung kecil.
“Orang yang membuat kolam ini pasti sangat memahami ergonomi tubuh manusia. Di dasar kolam terdapat bagian yang cekung sempurna, duduk di dalamnya sangat nyaman tanpa gesekan pada kulit. Semua penyangga terbuat dari giok, tapi ukurannya agak terlalu besar untuk postur Lian Lian.”
“Uap panas yang mengepul membuat pipinya merah seperti apel. Postur santai dengan sorot mata berkabut menyatu dengan uap air di sekitarnya. Senandung riang berkumandang dari tenggorokannya, bergema indah di kolam air panas yang luas.”
“Saat Li Qianhen masuk, ia mengira melihat bidadari yang tersesat ke dunia manusia.”
“Mendengarkan lebih seksama, ternyata lagu yang dinyanyikannya adalah lagu rakyat berbahasa lokal Yanxia. Nyanyian lembut kampung halaman itu memiliki pesona yang unik.”
“Kapan kamu belajar bahasa Yanxia?”
“Perempuan yang sedang berendam itu terkejut mendengar suara pria tiba-tiba, langsung menyusut ke dalam air hanya menyisakan kepala mungil yang mengapung. Baru lega setelah melihat itu dia.”
“Apa maksudmu? Masuk tidak memberi kabar dulu.”
“Selain aku, tidak ada pria lain yang bisa masuk ke sini.” Ia berdiri di tepi kolam mulai melepas pakaiannya.
“Satu demi satu pakaian jatuh di tepi kolam, gerakannya sangat wajar, sama sekali tidak memperhatikan malu perempuan di dalam air.”
“Kamu belum menjawab, kapan belajar bahasa Yanxia?”
"Kamu bisa menyuruh orang lain di istana raja belajar bahasa China, mengapa aku tidak boleh belajar bahasa Yanxia?" Matanya yang besar berputar-putar, melayang ke arah celana panjang yang baru saja dia lepas, sudut bibirnya mengangkat senyum nakal.
"Sebenarnya, aku bisa lebih banyak lho, mau tidak aku menyanyikan lagu anak dalam bahasa kalian?"
Li Qianhen mengikuti arah pandangannya, menunduk melihat area antara kedua kakinya sendiri, tiba-tiba muncul firasat tidak baik.
