BAB 009 RESTORAN PENCARIAN KENIKMATAN
Jari-jari panjang Su Nanfeng mengangkat dagunya, "Aku tidak perlu kau menjadi budakku, aku hanya menginginkanmu."
"Apa? Apa maksudnya?" Dia tidak mengerti.
"Jadi selirku, aku akan selamatkan nenekmu."
“Tidak boleh!” Langsung dia menolak, melepaskan diri dari genggaman pria itu, kedua tangannya erat memegang selimut di dadanya, “Aku tidak bisa menerima permintaanmu, biaya operasi nenekku akan kucarikan jalan sendiri.”
“Jadilah kekasihku selama satu bulan, aku yang akan membiayai operasi nenekmu. Setelah satu bulan kita berpisah dan tidak ada hubungan lagi, bagaimana?”
Masih menggelengkan kepala menolak, dia tidak bisa menerima kontrak semacam ini.
Su Nanfeng mencibir, “Ternyata baktimu pada nenek hanya pura-pura.”
“Tidak!” Wu Yuxuan buru-buru membela diri, Dia dan neneknya sudah hidup bersama sejak kecil, satu-satunya yang dia khawatirkan di dunia ini hanyalah neneknya. Mana mungkin ini hanya akting?
“Kalau bukan pura-pura, kenapa tidak terima syaratku?”
“Aku...” Dia terdiam sejenak, tak menemukan bantahan. Setelah berpikir, dia berkata: “Aku bisa jual rumah lagi.”
“Mau mengulangi kejadian malam ini lagi?”
Perlahan dia menggeleng, tidak mau, sama sekali tidak mau mengalaminya lagi. Tapi...
Dia terjebak dalam dilema: di satu sisi nyawa neneknya, di sisi lain kontrak dengan pria ini...
“Kesabaranku terbatas, jangan buat aku menunggu lama.” Dia berdiri hendak pergi.
Refleks tangan Wu Yuxuan menarik lengan pria itu, seperti meraih jerami penyelamat terakhir, “Direktur Su... tunggu... jika aku setuju, apakah besok Bisa langsung mentransfer dana ke rumah sakit untuk operasi nenekku?”
“Tentu, aku tidak sampai tega menipu perempuan.”
“Kalau... aku setuju menjadi kekasihmu selama satu bulan. Setelah satu bulan, kau harus melepasku.”
Su Nanfeng tersenyum sinis, berbalik dan menunduk mendekatinya. Dia refleks membungkuk ke belakang saat tubuhnya ditarik ke sampingnya. "Urusan nenekmu serahkan padaku. Mulai besok ambil cuti satu bulan dari perusahaan dan tinggal di sini."
Ia bagai kaisar yang memerintah dari tahta, membuatnya hanya bisa mengangguk patuh tanpa bisa membantah.
Tak lama setelah Su Nanfeng meninggalkan kamar, pelayan rumah membawakan baju baru yang mewah dan indah. Dulu dia hanya bisa memandangi lewat majalah, tak menyangka kini bisa memakainya.
Pelayan membantu mengenakannya, "Nona Wu, Tuan Su meminta Anda turun untuk makan."
Gaun rancangan terbaru desainer Eropa itu membalut sempurna tubuhnya. Potongan sempurna menampakkan kulit pucatnya, pinggang ramping terikat rapi, dengan lekuk dada yang menggoda.
Saat Wu Yuxuan muncul di ruang makan, tatapan Su Nanfeng langsung tertarik. Ia menggerakkan jarinya, "Kemari."
Dengan langkah gemetar, dia mendekat. Lengan panjangnya merengkuh pinggangnya, mendudukkannya di pangkuannya.
"Tuan Su, jangan begini..." tubuhnya menggeliat canggung, "Masih ada pelayan di sini..."
“Tenang saja, meski melihat mereka tak berani menyebarkan hal ini.” Su Nanfeng mengurung tubuh rampingnya tanpa memberinya celah untuk kabur.
Aroma maskulinnya menyusup ke hidungnya, begitu harum hingga membuatnya pusing.
Telapak tangannya menempel erat di pinggangnya, bahkan melalui pakaian ia bisa merasakan panas membara dari genggaman itu, membakar kulitnya hingga nyaris melepuh. Ia merengek: "Tuan Su, bisakah kita makan dulu? Aku lapar..."
"Aku juga lapar, kenyangkan aku dulu."
"Tuan Su mau makan apa?"
"Kamu!"
Usai berkata, Su Nanfeng mengangkat pinggangnya dan membuka kedua paha panjangnya hingga ia terpangkang di pangkuannya. Jarak sedekat ini membuatnya tersipu malu, "Tuan Su, lepaskan aku dulu ya?"
"Tahukah kau pose begini justru membangkitkan nafsuku untuk menaklukkanmu?" Ucapnya sambil menurunkan bibirnya.
"Mmmph——!" Matanya membelalak. Dia... dia... apa dia tidak tahu ini di ruang makan? Pembantu bisa masuk kapan saja. Jika sampai melihat adegan mesum mereka, bagaimana ia bisa menghadapi orang nanti?
Tangan besarnya sudah meraih ritsleting gaun di punggungnya. Dengan jari menggenggam pengait logam, perlahan ia menurunkan ritsleting hingga telapak tangan menyentuh kulit punggungnya.
Telapak tangan kasar dengan kapalan tipis menggesek punggung mulusnya, tekstur kasar itu menciptakan getaran menggigil di tubuhnya. "Tuan Su... jangan..."
“Aku sudah bilang, penolakanmu hanya akan membuatku semakin ingin menaklukkanmu.”
Telapak tangannya merayap naik ke bahunya, menurunkan gaunnya hingga ke pinggang.
Pakaian dalam yang dia siapkan untuknya – bra renda putih polos membungkus keindahannya. Jarinya terus menggesek tepian bra, seakan membawa aliran listrik.
"Hmm... Presiden Direktur Su, kumohon jangan..." Dia sendiri tak mengerti, meski jiwanya muak dengan sentuhannya, tubuhnya justru merindukan belaiannya.
Su Nanfeng perlahan membuka bra-nya, bulat putihnya merekah di depan matanya. Matanya semakin gelap, hasrat kuat mengalir deras ke bawah, seperti ingin meledak.
