Kamu bos, aku karyawan
Godekan Su Nanfeng membangkitkan hasrat terpendam Wu Yuxuan. Seluruh tubuhnya dilanda rasa haus yang memalukan. Dia membenci ini, berusaha mati-matian menekan keinginan itu, "Su Nanfeng, kontrak kita sudah berakhir. Kau bilang akan melepasku setelah satu bulan."
Di bawah serangan bertubi-tubi Su Nanfeng, Wu Yuxuan mengeluarkan erangan halus. Dia menggesekkan "naga api"-nya melalui kain, seolah ingin membangkitkan dahaga yang tersembunyi dalam tubuhnya.
"Gadis baik, apakah kamu merindukanku?"
"Ti...dak!" Jawaban negatif Wu Yuxuan seakan keluar dari sela-sela gigi.
"Perempuan tak tahu balas budi!" Su Nanfeng memperkeras tekanan jemarinya sebagai hukuman, jari panjangnya menyusur ke arah vaginanya yang sudah basah. Senyum tipis mengembang di bibirnya, "Penipu kecil, kau jelas merindukanku."
Secara refleks Wu Yuxuan mengatupkan pahanya, menjebak tangan Su Nanfeng. Bisiknya di telinganya, "Tenang, aku tidak pergi."
Jarinya semakin dalam masuk.
Wu Yuxuan menggeleng, "Su Nanfeng, tarik dulu keluar ya? Kita... ah!"
Gigitan keras mendarat di bahunya: "Masih berbohong?"
Su Nanfeng menggenggam dagunya, mencaplok mulutnya dan menggulung lidah mungilnya dalam badai ciuman.
Wu Yuxuan kewalahan di segala front. Ciumannya selalu magis, meninggalkan lapisan-lapisan kenikmatan yang siap menenggelamkannya di setiap bagian yang tersentuh.
“Yu Xuan, gadis baik...” Suara Su Nanfeng serak, dia tak tahan lagi. Tangannya mengangkat pantatnya dengan kasar, merobek stoking tipisnya, menurunkan celana dalamnya hingga ke lutut. Dengan ganas, "Xiao Susu"-nya yang sudah mengeras menusuk masuk ke dalam "mulut gua"nya yang sudah basah mengalir.
“Ah!... Jangan!” Tubuh Wu Yuxuan gemetar liar. Tangannya cepat menutup mulut agar tak keluarkan suara.
Su Nanfeng kali ini berbeda dari pria yang biasa Wu Yuxuan kenal. Setiap dorongannya begitu keras, seolah ingin menanamkan diri ke dalam tubuhnya. Emosinya lepas kendali, gerakan kasar itu ingin menghunjamkannya hingga ke titik terdalam.
Dalam beberapa kali sebelumnya, Su Nanfeng selalu membawa tubuhnya ke puncak kenikmatan, membuatnya seperti melayang di awan. Tapi setelah terpisah hampir sebulan, penetrasi awalnya terasa sangat menyakitkan. Dia tak memberi waktu adaptasi sebelum mulai menggerakkan pinggang dengan gila-gilaan. Wu Yuxuan merasa ingin mati, tubuhnya seperti boneka kertas yang tak sanggup menahan kekasarannya.
Ingin memohon agar diperlambat, tapi hantaman bertubi-tubi membuatnya tak bisa menyusun kalimat utuh.
Di antara erangan Wu Yuxuan, rasa sakit mulai berkurang. Kenikmatan yang familiar kembali menyerang otaknya. “Su Nanfeng, hentikan...”
Suara Wu Yuxuan akhirnya tercabik-cabik, tenggorokannya serak hingga erangannya nyaris tak terdengar.
Su Nanfeng bagaikan prajurit yang tak kenal lelah melesat di tubuhnya, seolah tak pernah puas, berganti-ganti posisi dari yang satu ke lainnya, menyedot tenaganya seinci demi seinci. Wanita itu berubah dari boneka kertas menjadi boneka kertas yang remuk, tak berdaya digerakkan sesukanya.
Wu Yuxuan tak tahu berapa lama lagi siksaan Su Nanfeng. Rayuannya yang terus-menerus sia-sia. Su Nanfeng terjerumus dalam kenikmatannya tak bisa melepaskan diri, semakin si gadis menjerit kesakitan dan merengek-rengek, semakin ganas siksaan yang ditimpakan padanya...
Inilah psikologi pemburu pria, paling gemar menaklukkan wanita. Terutama saat wanita menampakkan kelemahannya, semakin membara hasrat penaklukkan itu.
Seperti hubungan Su Nanfeng dan Wu Yuxuan - di hadapannya ia mendapatkan kepuasan ganda jasmani maupun rohani.
Saat Su Nanfeng mencapai puncak, pandangan Wu Yuxuan berkunang-kunang. Seluruh tubuhnya terasa remuk, namun bersamaan dengan itu muncul kebahagiaan tak terkatakan. Getaran kenikmatan yang dahsyat merambat di tubuhnya, membuatnya merasakan dalam-dalam keperkasaan yang membara itu.
Tubuh Wu Yuxuan seperti lumpur lembek yang terkulai di pelukan Su Nanfeng, kedua kakinya gemetaran. Jika bukan karena pelukannya, dia pasti sudah terjatuh. Matanya yang berair setengah terpejam, bulu mata basah oleh air mata menutupi bola matanya yang jernih. Pakaiannya compang-camping, garis-garis merah dan ungu menghiasi lekukan saljunya, lantai dipenuhi jejak pertemuan mesra mereka.
Wu Yuxuan terlalu lelah, lelah seperti tertidur mati. Dia bergumam pelan: "Su Nanfeng, aku membencimu, aku membencimu, aku membencimu..."
Awalnya Su Nanfeng masih geram atas kepergiannya tanpa pamit. Tapi kini, setelah berkali-kali mendengar gumamannya, hatinya seperti tertusuk sembilu.
Semua ini salahnya. Andai rasa cemburunya tidak begitu menggebu, tidak melukainya malam itu, mungkin meski masa kontrak berakhir, masih ada kesempatan untuk mendengar kata perpisahan yang diucapkannya dengan senyum.
Tapi ketika dia kembali dari pulau luar negeri, bergegas ke vila, yang menyambutnya hanyalah vila dingin tanpa secuil kehangatan.
Dia gila rindu ingin bertemu. Memanggilnya ke atas dengan kedok pertemuan departemen. Disangkanya bisa mengobrol dengan tenang, tapi dia meremehkan kendali diri sendiri. Begitu melihatnya, naluri penakluk langsung berkobar, hanya ingin memaksanya dengan kasar, mencintainya melalui aksi nyata.
Pandangan Su Nanfeng jatuh pada wajah Wu Yuxuan. Dalam kegilaan tadi, dia jelas merasakan gejolak hatinya, tapi dia tetap bersikeras tidak mau mengakui. Apakah mengakui jatuh cinta padanya adalah hal yang begitu memalukan?
Dengan sigap dia mengangkat Wu Yuxuan dan menidurkannya perlahan di sofa. Memang dia sudah kelelahan, biarkan dia tidur dulu.
Wu Yuxuan tertidur sangat lama. Saat terbangun, langit sudah gelap. Cahaya lampu kota menyelinap melalui jendela kaca kantor, membanjiri ruangan dengan kilau keemasan.
Seluruh tubuhnya terasa perih. Dengan susah payah menggerakkan jari-jemari yang kaku, akhirnya dia bisa bangkit sambil berpegangan pada pinggiran sofa. Baru kemudian dia sadar dirinya tak berbaju, hanya diselimuti sebuah jas.
Aroma khas Su Nanfeng yang melekat pada jas itu tercium harum dan familiar, memberikannya ketenangan yang tak terduga.
"Sudah bangun?"
Wu Yuxuan spontan menoleh ke sumber suara. Su Nanfeng berdiri di balik jendela kaca lantai kantor, bersandar malas di kaca dengan sebatang rokok separuh terbakar di jemarinya.
Su Nanfeng tidak menghisap rokoknya, hanya membiarkannya terus membara.
Asap tipis mengaburkan wajahnya, memancarkan kesepian yang menyentuh kalbu. Jantung Wu Yuxuan mendadak sakit. Dorongan kuat muncul ingin memeluknya erat, mengusir kesepian yang tak pantas menyelimuti pria itu.
Su Nanfeng mematikan puntung rokoknya, berjalan mendekatinya, dan mencium lembut kepala kecilnya. "Lapar? Aku akan mengajakmu makan."
Wu Yuxuan mendorongnya menjauh. "Direktur Su, lebih baik kita menjaga jarak. Bagaimanapun Anda adalah bos, saya hanya karyawan."
Su Nanfeng menatap Wu Yuxuan. "Apa maksudmu?"
