BAB 039 Patuh Menemaniku Tiga Hari
Tangan Su Nanfeng bergerak di bawah tubuhnya, sementara tubuh Wu Yuxuan sudah tak bisa dikendalikan lagi. Badannya secara refleks mengikuti gerakannya, suara rintihan keluar dari mulutnya. Sensasi geli menyebar ke seluruh tubuhnya, membuat jari-jari kakinya mengerut.
Su Nanfeng berbisik di telinga Wu Yuxuan, "Wu Yuxuan, nasibmu takkan pernah lepas dariku. Kau selamanya milikku."
Nada otoriter Su Nanfeng dan ekspresi setannya membuatnya semakin gemetar. Wajah tampan bak patung dengan lekukan sempurna itu terlihat elegan dan tak berbahaya, namun sorot mata berbahayanya seperti binatang buas yang siap menghancurkannya sepenuhnya.
Pada saat ini, Wu Yuxuan hanya bisa menjadi mangsa di hadapannya. Dia bagai anak domba kecil yang sepenuhnya berada dalam kendalinya.
Jari-jari panjang Su Nanfeng dengan lembut mengelus kulit lembut dan putihnya, memicu gemetar tak berujung di tubuhnya.
Dia terobsesi, mencicipi keharumannya dengan kegilaan.
"Mm..." Alis tipisnya berkerut, suara erangan tak sadar melolos dari celah giginya. Penampilannya yang bingung semakin membangkitkan faktor keinginan dalam tubuhnya.
Bibir tipis Su Nanfeng mulai menorehkan ciuman dalam-dalam dan ringan di kulitnya, bagai menenun bunga api berkilauan di tubuhnya. Tanpa sadar dia mengerang rendah. Ciumannya yang seolah dingin dan membakar, terjalin inci demi inci di kulitnya. Kepalanya bergoyang-goyang menghindari ciumannya, suara penolakan terdengar terburu-buru: "Jangan begini, lepaskan aku."
Su Nanfeng memeluk erat tubuh rampingnya, menciumi dengan penuh gairah. Satu tangan bebasnya meremas-remas payudaranya, sensasi lembut seperti putih telur menyampaikan perasaan manis ke otaknya. Dengan semakin liar, dia mendorong tubuh rapuhnya ke tembok dingin.
"Bagian tubuhnya yang keras" di balik celana menekan perut rata gadis itu. Tubuhnya gemetar, punggungnya melengkung. Tangannya mendorong pinggangnya mencoba memisahkan kontak intim mereka, suara pecah-pecah bergetar memohon: "Bisakah kita tidak seperti ini..."
“Sudah terlambat, sejak dia naik mobil Lao Wang ke Bar Oranye, itu menandakan tiga hari ke depan hanya miliknya, terserah dia mempermainkannya.”
Telapak tangannya menggaris lengkuk tubuh sempurnanya, jari-jari nakalnya menyusuri celah lebih dalam, memicu gemetar halus yang terus berulang. Sensasi menggelitik bercampur rasa malu yang menggairahkan membuatnya terjebak dalam serangannya. Gigi mutiara menggigit bibir bawah, pipi memerah, mata berkabut itu memandangnya dengan sedih, memohon agar dia berhenti.
Su Nanfeng malas memberi respons, tangannya membelah paha perempuan itu, perlahan menyelusup masuk. Kehangatan dan kepadatan yang menyelimuti membuatnya kalap. Saat dia sepenuhnya menyesuaikan, gerakannya mulai menjadi liar.
Nafas berpadu, keringat menyatu. Dua tubuh membara melekat erat, payudara putih dan montoknya bergoyang-goyang mengikuti hentakan tubuhnya.
“Ah, tidak!”
Bibir mungilnya baru saja terbuka untuk berteriak, lidahnya segera menyusup ke rongga mulut, mengejar lidah kecilnya. Ciuman menggila itu meruntuhkan rasionalitasnya.
Wu Yuxuan kedua pipinya merah padam, mata indahnya berkaca-kaca penuh kebingungan hasrat. Suara perlawanannya melemah di bawah gempurannya, pinggulnya tanpa sadar mulai mengikuti setiap gerakan kasar pria itu.
Bokongnya seperti mesin yang tak kenal lelah bekerja, terus-menerus menyerang tubuh lembutnya, butiran keringat halus memenuhi tubuh keduanya.
Su Nanfeng tiba-tiba mengangkatnya dan memindahkan medan pertempuran ke sofa, menindihnya sambil mengambil bantal untuk meninggikan kepalanya, "Lihat baik-baik," katanya dengan suara parau.
Kepalanya terkunci olehnya tak bisa bergerak, dari sudut pandang matanya terlihat jelas batang besinya yang terus masuk-keluar di bawah tubuhnya.
Apa dia gila? Bagaimana bisa memperlakukan dirinya seperti ini, bagaimana bisa...
Dengan panik dia menutupi kedua matanya menggunakan tangan, terus menggelengkan kepala.
Tiba-tiba tangannya disingkirkan, bibirnya kembali dicium dengan ganas, gigitan yang hampir gila itu membuat jantungnya bergetar hebat!
Air mata menyembur deras seketika...
Dia menyerah, berhenti melawan, pasrah menerima kepungan aroma tubuhnya, tubuhnya gemetar dalam pelukan, wajah ayunya basah oleh linangan air mata.
Cairan kental nan panas menggenangi perutnya, tubuhnya roboh menindihnya, dari desah nafas beratnya dia tahu siksaan ini akhirnya berakhir.
Kesadaran Su Nanfeng yang tadinya buyut pelan-pulan pulih. Bangkit dari tubuhnya, dia mengenakan pakaian lalu membersihkan sisa-sisa pertempuran di tubuhnya dengan tisu. Matanya yang tajam bagai elang mengawasinya, berusaha menembus jiwanya.
Hatinya mati suri, di balik sorot mata indah yang jernih dan terang mengalir kekecewaan mendalam. Di dalam pandangan kosongnya, dia bisa menangkap kesedihan berat serta dendam yang terpancar.
Tanpa sadar dia bertanya-tanya: apakah dia membencinya? Setelah merenung, dalam hati dia menyindir diri sendiri. Bukankah ini hasil yang diinginkannya? Dengan susah payah dia berusaha mengusir perasaan peduli yang tak seharusnya ada ini.
Su Nanfeng menggendongnya keluar dari ruang VIP dan kembali ke vila.
Amarah membara dalam dadanya menyala-nyala. Yang paling menyakitkan bukanlah pegal di tubuh, melainkan luka di relung hati yang merambat ke setiap pembuluh darah, bahkan setiap helaan napas terasa menyiksa.
Dengan gigit terkatup, dia menatap Su Nanfeng penuh kebencian. Sorot matanya tajam bagai bisa menembus tubuhnya, "Su Nanfeng, aku—benci—padamu—!"
Selama ini, penolakan dan kebenciannya terhadap sentuhannya hanya di permukaan. Setiap kali tanpa sengaja dia melakukan gestu yang membuatnya berdebar, seketika kebencian semu itu pun terlupakan dan dia kembali tenggelam dalam kelembutannya.
Kali ini, teriakan "Aku benci padamu" itu menyatu dengan segala emosi dalam dirinya, membawa gelora kebencian yang tak terbendung.
Dia membenci semua yang telah dilakukannya padanya. Lebih dari itu, dia muak dengan tubuhnya yang masih bereaksi dan terikat pada sentuhan pria itu.
"Bibir tipis Su Nanfeng yang dingin tiba-tiba dihiasi senyum sinis penuh makna, aura mengerikan menyebar dari tubuhnya,"Bahkan dengan kebencian sekalipun, kau harus tetap tinggal di sisiku selama tiga hari, patuh memenuhi semua kebutuhanku."
Senyum dingin mengembang di sudut bibirnya, suaranya datar,"Aku tahu, aku akan menepati janjiku. Semoga CEO Su juga tidak ingkar janji."
"Tentu!" Nadanya datar, tubuhnya mendesak ke arahnya,"Kalau begitu, lanjutkan."
Mendengar itu, tubuhnya menyusut ke dalam kasur. Ia berharap bisa menyusut tak terhingga, semakin kecil hingga tak terlihat olehnya.
Tubuh mungilnya gemetar di bawah usapan tangannya seperti binatang kecil ketakutan. Matanya menunduk, bulu mata bergetar menyembunyikan ketakutan dan kepanikannya.
"Buka bajuku!" Perintahnya penuh wibawa.
Tangan Wu Yuxuan yang gemetar tak henti meraih, membuka kancing bajunya satu per satu, melepas ikat pinggang, lalu tangan mungilnya menggenggam 'Xiao Susu' dengan gerakan mekanis berulang.
Xiao Susu membesar dan memanas di bawah usapannya.
Telapak tangan kasarnya menyentuh kulitnya yang sehalus bayi baru lahir, seolah sedikit tekanan saja bisa melukai kelembutan salju itu.
Ciumannya menghujam, merampas nafasnya.
Tubuh berat Su Nanfeng menindihnya, dada kekarnya menekan penuh di dadanya hingga bentuknya berubah.
Di matanya terlihat nafsu liar yang tak tersembunyikan, dalam, berat, dan menyala-nyala.
Tak ada lagi gairah, hanya naluri tubuh yang tersisa. Seluruh tubuhnya gemetar tanpa daya.
Dengan nafas panas, ia menyergap bibirnya yang gemetar dalam ciuman garang. Tubuhnya makin gemetar.
Cantiknya seperti siluman, daya tariknya tak tertahankan. Matanya mengerut, menggigit bibirnya, tangan besar mencengkeram pinggang rampingnya. Dengan hempasan kasar tanpa belas kasih, ia menerobos masuk ke bagian terdalamnya.
