No. 040 Siapa Berani Menyentuh Wanitaku!
Su Nanfeng menindihnya dengan ciuman liar. Gairahnya seperti ombak menggila. Pinggulnya bergoyang mencoba lolos, justru memicu serangan yang lebih ganas.
Ciuman garangnya berjatuhan, gigitannya mencengkram bahu. Terpaksa ia mengeluarkan suara panjang: "Nn—"
Suaranya seperti mantra, terdengar seperti rengekan. Pantatnya diangkatnya, gerakan gila-gilaannya menggoyang ranjang hingga berderit kreek-kreek.
"Wu Yuxuan" dada yang montoknya terus diremas dan dipijit, erangan kesakitan yang terpotong-potong keluar dari mulut kecilnya. Meski tahu tubuhnya sudah mencapai batas, dia masih terus menginginkannya.
Dia bangkit dari ranjang dan menarik tubuhnya ke tepi. Separuh tubuhnya tergantung di tepi ranjang, pantatnya tepat menggantung di pinggiran. Rambut hitam lurusnya berantakan di ranjang, wajah pucat sebesar telapak tangan tersembunyi di balik helaian rambut.
Tangan Su Nanfeng meremas salah satu payudaranya yang bulat, lima jarinya menghancurkan dengan keras hingga akhirnya berubah menjadi cengkraman. Baru setelah erangan kesakitannya terdengar, kekejamannya berhenti.
Posisi separuh tubuhnya yang menggantung di tepi ranjang memudahkan tenaganya. Api dalam mata gelapnya cukup untuk menghanguskannya, teriakannya membuatnya bergairah.
Seluruh tubuh sakit! Rasa sakit tak berujung menenggelamkannya. Bibirnya tergigit kuat hingga berdarah, benda kerasnya menusuk masuk ke dalam tubuhnya disertai teriakan melengking.
"Hmm... hmm..." dia menahan.
Benda besar Su Nanfeng menghantam dengan keras. Di mata kosongnya, dia melihat kegigihan, ketabahan, kebencian, dan dendam mendalam padanya.
Ia menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur dengan kasar dalam kemarahan memuncak, terus menindih tubuhnya. Kadang mengangkat kaki perempuan itu di bahunya, kadang menekuk lututnya hingga kaki terangkat ke dada, menggunakan segala cara untuk menyiksanya.
Dengan posisi setengah berlutut, ia menembus tubuhnya hingga ke pangkal. Perempuan itu tak kuasa menahan erangan "Wu..." yang keluar dari bibirnya.
Ruangan bergema oleh derap tabrakan yang menusuk tulang, bau anyir memenuhi udara.
Wu Yuxuan menggigit bibirnya hingga putih, memalingkan wajah. Sikap ini membuatnya geram, menggoyang lebih kasar sambil memaksa wajahnya menghadap. "Kenapa tidak menjerit?!" bentaknya dengan mata berapi.
Ia menatap wajah yang mengkerut kesakitan di bawahnya, tapi tak bisa berhenti. Tangannya mencengkeram rambut perempuan itu.
"Aahh!!" Rasa sakit di kulit kepala membuatnya menjerit. Dalam jeritannya, ia mencapai puncak kenikmatan.
Nafsu besarnya padam seketika setelah itu. Ia bangkit perlahan dari tubuh perempuan itu, berbisik dingin: "Kau takkan pernah bisa mengendalikan tubuhmu. Tubuhmu merindukanku."
"Sudah bisakah kau pergi sekarang?" Suaranya bahkan lebih dingin.
Malam itu, Wu Yuxuan digunakan oleh Su Nanfeng dua kali berturut-turut. Kelelahan yang luar biasa justru membuatnya tidur nyenyak. Saat terbangun keesokan harinya, sinar matahari sudah terang benderang di luar jendela. Dengan malas ia membalut tubuhnya rapat-rapat menggunakan selimut, rasa sakit di tubuhnya mulai mereda sementara bayangan gerakan-gerakan memalukan bersamanya terus bergerak jelas di benaknya, merangsang pikirannya.
Tangannya mengepal erat, kuku-kukunya menusuk telapak tangannya sendiri.
Hanya tiga hari lagi ia bisa benar-benar meninggalkannya. Menggigit bibirnya, ia berusaha bangun untuk mandi di kamar mandi.
Untuk menutupi bekas ciuman di tubuhnya, ia memilih kaos berkerah bulat. Berdiri di depan cermin besar kamar mandi, ia hanya merasa buruk saat melihat penampilannya sendiri.
Wu Yuxuan jatuh cinta dalam pada Su Nanfeng saat disentuh dengan lembut, lalu mulai membencinya saat disentuh dengan kejam. Sungguh ironis.
Sebenarnya ia masih takut pada Su Nanfeng, baik saat pertama kenal maupun sekarang. Di hatinya, pria itu tetap figur yang tinggi menjulang, bagai bintang yang tak terjangkau.
Pintu kamar tidur terbuka, ia melangkah masuk dengan langkah lebar dan berhenti tepat di belakangnya. Telapak tangan besarnya meraih pinggangnya yang ramping, aroma tubuhnya semakin terasa seiring kedekatan mereka.
Bibir tipis Su Nanfeng menyentuh lehernya, panasnya membuat tubuhnya gemetar. Ia meronta dalam pelukan, "Lepaskan aku."
"Dia memutar tubuhnya, menatapnya langsung, mencengkeram dagunya dengan kuat. Dia mundur selangkah untuk menjaga jarak, namun perbedaan kekuatan antara pria dan wanita terlalu besar, membuatnya berada di posisi yang lemah."
Sudut bibir Su Nanfeng mengangkat sedikit, tangan besarnya menarik kerah kaosnya ke bawah - semua bekas yang ditinggalkannya terlihat jelas.
Saat bertemu tatapannya, dia panik menundukkan kepala.
"Ajak kamu makan di luar."
"Nggak mau." Penolakannya tanpa ragu.
Langkah Su Nanfeng mendekat, bayangan tubuhnya yang tinggi menyelimuti pandangannya, memaksanya mundur ke dinding tanpa jalan keluar. Adegan di ruang VIP bar semalam muncul lagi di pikiran, dia tidak ingin terus...
Satu tangannya menahan dinding, mengurungnya antara tubuhnya dan tembok, alisnya terangkat sedikit: "Takut padaku?"
"Nggak." Tubuhnya menempel erat di dinding, berusaha menjaga jarak maksimal.
Sebenarnya dia sangat takut, takut sampai mati.
"Direktur Su... Tolong jangan seperti ini."
Senyum mengembang di bibir Su Nanfeng, sorot matanya yang dalam menatapnya. Saat gadis itu gemetar ketakutan, tiba-tiba dia mengulurkan tangan, jarinya menyentuh tulang selangkanya. Refleks tubuhnya lebih cepat dari pikiran - tangannya menyambar dan menepis tangan pria itu.
Ekspresi Su Nanfeng tidak berubah sedikitpun. Bibir tipisnya bergerak, nadanya datar: "Lebih baik patuhi aku, jadilah gundik kecil yang patuh."
Su Nanfeng sudah berbalik badan, melangkah keluar dari kamar mandi dengan langkah lebar. Di pintu, dia menoleh melihat Wu Yuxuan yang masih membeku di tempat, alisnya berkerut halus, "Kalau tidak mau pergi, mari kita ulangi malam kemarin..."
Sebelum suaranya habis, Wu Yuxuan sudah bereaksi. Dia bergegas mendekat, "Ayo, pergi makan."
……
Lao Wang yang menyetir. Wu Yuxuan duduk di bagian paling dalam kursi belakang, matanya menatap pemandangan yang melesat cepat di luar jendela, perasaan sumpeknya berangsur mereda.
Tempat makan berada di pusat perbelanjaan besar terdekat dari vila. Su Nanfeng memesan kamar VIP premium khusus. Wu Yuxuan tak berselera, hanya menyantap sepotong kecil steak.
Su Nanfeng tidak memaksanya.
Wu Yuxuan berkata, "Aku mau ke toilet."
Setelah mendapat izinnya, dia meninggalkan ruang privat.
Di tikungan lorong, tanpa sengaja menabrak seseorang. Wu Yuxuan terus meminta maaf, saat mengangkat kepala, wajah yang tak ingin dilihatnya seumur hidup itu muncul.
Mantan pacarnya An Bin, dan Chen Xue yang manja di sampingnya.
Wu Yuxuan mengatupkan bibir, tersenyum tipis hendak minggir. Tapi lengan putih Chen Xue menghadang, "Loh? Ketemu kenalan lama tidak mau mengobrol?"
Ekspresi dingin Wu Yuxuan memancarkan kejenuhan tak terbendung, "Minggirlah!"
Bibir Chen Xue sedikit tersungging, kata-katanya penuh tantangan: "Bagaimana jika aku menolak?"
Begitu ucapan Chen Xue meluncur, sebuah tamparan keras telah mendarat.
Plaak! Suara itu membuat Chen Xue terpaku tak percaya.
Chen Xue memegang bibir yang perih, matanya membelalak penuh kebencian pada Wu Yuxuan: "Berani-beraninya kau memukulku?!"
"Tepat, tamparan ini memang untukmu!" Wu Yuxuan menjawab datar, senyum tipis di bibirnya menyembunyikan sisi liarnya. Persis seperti ucap Su Nanfeng, dia memang bagai kucing liar kecil yang menyembunyikan cakar tajamnya, namun tak berarti bisa diperlakukan semena-mena.
Wu Yuxuan bukan berniat mengganggu siapa pun. Rasa sakit berlapis yang diberikan Su Nanfeng telah mengumpulkan api kemarahan yang terpendam. Kebetulan Chen Xue yang tak tahu diri datang menghadap untuk menjadi sasaran pelampiasannya, tak perlu sungkan lagi.
Mata Chen Xue menyala-nyala, tangannya terangkat hendak membalas dendam pada Wu Yuxuan.
Melihat gerakan itu, tubuh Wu Yuxuan condong ke samping. Gerakan menghindar ini pasti bisa menyelamatkannya dari tamparan Chen Xue. Tapi lengan baja telah lebih cepat mencengkeram pergelangan tangan yang melayang itu.
Su Nanfeng menggenggam erat Chen Xue lalu dengan kasar menjauhkan tubuhnya. Kehilangan keseimbangan, Chen Xue terjatuh tak karuan di lantai.
Su Nanfeng bersuara dingin: "Siapa yang berani menyentuh wanitaku?!"
Mata indah Wu Yuxuan berkedip terkejut, dia tidak menyangka Su Nanfeng akan tiba-tiba muncul dan... membantunya.
