089 Kalau nurut, aku tak ulangi
Su Nanfeng meremas kencang pasangan tumpukan salju itu. Sensasi lembutnya bagai dua kapas putih. Kuncup persik kemerahan di puncaknya menggoda. Tak tahan, dia membenamkan mulut ke kuncup kemerahan itu. Rasa lemas menusuk ujung sensitifnya. "Su Nanfeng, jangan... Ah! Jangan gigit..." teriaknya.
Suara memohon yang lembut seperti mengandung air Wu Yuxuan membuat seluruh tubuhnya bereaksi cepat. Dia bisa merasakan benda tegaknya yang membara semakin mengembang, mendorongnya untuk semakin kasar meremas kulitnya yang putih bersinar.
Dia hampir tak bisa menahan diri untuk langsung menindihnya, memaksakan benda besarnya masuk ke dalam tubuh wanita itu dengan gegabah.
Wu Yuxuan bisa merasakan benda yang tegak berdiri di tangannya semakin membesar. Teriakannya panik, "Su Nanfeng, jangan... jangan lagi, aku tidak kuat..."
"Kalau kamu manis, aku tidak akan melanjutkan."
"Benarkah? Benar tidak datang?" Seolah khawatir pria itu akan berubah pikiran, dia buru-buru meminta kepastian. Meski pria ini dominan, janjinya selalu ditepati.
"Hm, benar tidak melanjutkan."
Setelah mendapat janji Su Nanfeng, hati Wu Yuxuan tenang. Napas panjangnya terlepaskan.
"Tapi ini sangat mendesak, kamu harus mencari solusi."
"Aku pakai tangan, bantu dengan tangan." Asal jangan masuk lagi ke tubuhnya, tangan pun jadi pilihan.
"Anak baikku yang patuh."
Setelah memuji, bibir Su Nanfeng menempel pada mulut kecilnya, lidahnya menjilati setiap inci rongga mulutnya dengan liar. Dalam ciuman ganasnya, kesadarannya mulai kabur. Dalam keadaan linglung, dia hanya merasakan dadanya terasa panas membara. Ketika menunduk, dia melihat "kehangatan"-nya ternyata telah tenggelam jauh ke dalam lembah salju putihnya. Dia menjerit ketakutan melihat pemandangan ini, "Su Nanfeng, jangan!!!"
Wu Yuxuan terus memberontak, menggeliatkan tubuhnya untuk mengusir "batu keras"-nya dari lembah salju putihnya. Namun dia sama sekali tidak melonggarkan genggaman, malah menggerakkan pinggangnya agar "batu keras"-nya semakin mendekati salju putihnya.
"Benda panas" besar Su Nanfeng menyusup ke dalam lembah yang terbentuk dari dua gumpalan salju putihnya. Merasakan kenikmatan terjepit di antara dua bukit salju bulat, dia meraih bola salju yang terus berdenyutnya, menekan "Xiao Susu" jauh ke dalam celah di antara bola saljunya. Kedua tangannya tak henti menekan bola putihnya ke tengah.
Di bawah gerakannya, kepalanya terus bergoyang, bulu mata panjangnya basah oleh air mata.
Melihatnya seperti ini, hati Su Nanfeng dipenuhi keinginan untuk menguasai. Rangsangan yang begitu kuat membuatnya mengabaikan segalanya, hanya terus menggerakkan diri di antara bola giok putih saljunya.
Gesekan yang intens membuat puncak merah muda salju menjulangnya membengkak dan tegak berdiri.
Su Nanfeng melihat naga ungunya terus-menerus masuk keluar dari lembah tubuhnya, rangsangan visual memicu kegilaannya. Tanpa sadar ia memperkuat dorongan pinggulnya, menggesek-gesekkan kulit putihnya hingga memerah.
Permohonan Wu Yuxuan sama sekali tidak berpengaruh. Dia hanya bisa mengikuti gerakan tubuhnya yang bergoyang tak terkendali.
Gesekan yang berkepanjangan membuat benda besar Su Nanfeng diserang gelombang kenikmatan. Tangannya mencengkeram erat pinggul putihnya, mulai menghentak dengan gila dan cepat. Diikuti pekikan rendah, cairan panas menyembur membasahi kulit saljunya.
Wu Yuxuan bisa melihat dengan jelas naga ungu itu sedang memancurkan aliran-aliran zat putih kental.
Setelah melepaskan hasrat, kekakuan Su Nanfeng akhirnya melunak. Melihat kondisi pria itu, perasaan tak terucap mulai merambat di hati Wu Yuxuan, sambil terus bertanya-tanya: Apa artinya dirinya di mata lelaki ini?
Saat bercinta dengan Su Nanfeng, Wu Yuxuan bisa merasakan keberadaannya di hati sang pria. Tapi usai gairah, kekosongan hati kembali menyebar seperti kabut, seolah tak ada jejaknya di relung kalbu.
Su Nanfeng... Su Nanfeng... Su Nanfeng... Dalam hati wanita itu namanya terus bergema. Kapan kau baru akan menyadari cintaku? Kapan kau akan menghargai perasaan ini...
Wu Yuxuan merapikan diri dan naik ke mobil Su Nanfeng menuju perusahaan. Untuk menghindari deteksi rekan kerja, dia diturunkan sekitar 200 meter sebelum kantor.
Setelah men-scan kartu absensi, dia mulai mengerjakan tugasnya. Terdengar suara rekan-rekan yang sedang berkumpul membahas sesuatu. Penasaran, dia mendekat untuk menyimak dan baru tahu perusahaan akan mengikuti kompetisi pernikahan nasional.
Kompetisi terdiri dari babak penyisihan, seleksi ulang, semifinal, dan final. Hanya satu perusahaan pernikahan yang akan menjadi juara. Perusahaan pemenang tidak hanya mendapatkan banyak pesanan pernikahan, tapi desainer gaun pengantinnya akan mendapat gelar "Desainer Gaun Pengantin Emas".
Ya Tuhan... Gelar desainer emas! Itulah impian Wu Yuxuan selama ini...
Di sela-sela kerja, Wu Yuxuan mempelajari detail kompetisi. Babak penyisihan akan dipilih oleh mentor profesional berdasarkan kesan pertama. Karya terpilih masuk seleksi ulang dengan kombinasi penilaian mentor dan voting online. Sepuluh karya terbaik lolos ke semifinal, lalu enam karya tersingkir. Empat karya tersisa akan memperebutkan gelar juara.
Kompetisi bergengsi ini hanya diikuti oleh para profesional terbaik di industri. Di Honey Marriage, desainer gaun pengantin paling kompeten tak lain adalah Han Lin - ketua tim kedua Wu Yuxuan.
Wu Yuxuan yakin 100% Han Lin akan ikut kompetisi ini. Yang mengejutkannya, Su Nanfeng ternyata termasuk dalam tim mentor profesional.
“Su Nanfeng adalah bos di balik Mi Yin, dan kali ini Mi Yin juga berpartisipasi dalam kompetisi. Apakah panitia kompetisi tidak khawatir dia akan sengaja membuat karya perusahaan Mi Yin menang?”
Ini bukan urusan Wu Yuxuan. Yang paling dia inginkan sekarang adalah ikut kompetisi ini. Meski akhirnya tidak mendapat hasil bagus, setidaknya ada kesempatan untuk mencoba, lebih baik daripada melihat peluang berlalu begitu saja.
Tapi saat melamar ke Mi Yin Wedding sebelumnya, posisi yang dia lamar bukanlah desainer. Dengan level desainnya yang mungkin jauh di bawah Han Lin, sayangnya kompetisi ini membatasi satu perusahaan hanya boleh mengirim satu desainer. Belum perlu bersaing dengan peserta top di tingkat nasional, dalam seleksi internal perusahaan Mi Yin saja dia pasti akan tersisih.
Pikiran Wu Yuxuan masih penuh dengan bayangan tentang kompetisi ini, sampai-sampai dia tidak menyadari waktu pulang kantor sudah tiba. Han Lin yang pulang terlambat melihatnya melamun, mengetuk meja kerjanya. Dia tersentak dan memanggil, “Ketua grup!”
Han Lin bertanya, “Sudah jam pulang, kenapa belum pergi?”
“Oh, baik, saya segera pergi.” Wu Yuxuan buru-buru merapikan tasnya, menyusul Han Lin sambil bertanya, “Ketua grup, apa kamu akan ikut kompetisi?”
“Kompetisi itu, pasti ikut.” Suara Han Lin penuh keyakinan, seolah kompetisi ini dibuat khusus untuknya, gelar juara disiapkan baginya. Setelah menjawab, tiba-tiba ia menoleh ke Wu Yuxuan, “Kenapa? Kamu tertarik?”
Saat merekrut Wu Yuxuan ke perusahaan, selain melihat kelincahannya, Han Lin lebih tertarik pada latar belakang seninya yang cukup mumpuni. Mendengar pertanyaannya, tiba-tiba ia berkata, “Yu Xuan, kalau kamu berminat, coba desain beberapa contoh gaun pengantin dan serahkan ke atasan. Meski tidak terpilih, setidaknya bisa dapat masukan.”
“Apa aku benar-benar bisa?” Mata indah Wu Yuxuan berbinar penuh harapan.
“Tentu saja, perusahaan sangat menghargai pengembangan karyawan. Selama kamu punya kemampuan, pasti tidak akan terabaikan.”
Dorongan Han Lin membuat Wu Yuxuan semakin percaya diri, “Baik, aku akan mencoba.”
Seperti kata Han Lin, meski Wu Yuxuan tidak bisa mewakili perusahaan dalam kompetisi, mencoba tetap memberi manfaat. Setidaknya ia bisa belajar teori desain dari sana.
Dalam proses mendesain contoh gaun pengantin, Han Lin memberikan banyak saran konstruktif. Setelah mendengar berbagai masukan dari ketua tim, semangatnya semakin membara.
Setelah berpamitan dengan Han Lin, Wu Yuxuan membeli perlengkapan melukis lengkap. Saatnya menggapai kembali mimpi yang pernah ia tinggalkan.
