BAB 096 Air Mata yang Membakar Hatinya
Wu Yuxuan masih khawatir Su Nanfeng akan bertingkah di tengah malam. Sebelum tidur, dia mengunci pintu dan jendela dengan rapat. Kali ini dia sudah bulat tekad, tak peduli mendengar suara apa pun, tetap tidak akan keluar. Jangan harap bisa menipunya lagi.
Angin kencang di luar jendela mengganggu pikiran. Wu Yuxuan tertidur lelap diiringi suara hujan menghantam kaca. Di tengah malam, dia terbangun oleh gemuruh guntur. Dia bangun dan membuka tirai melihat ke luar, intensitas hujan tak berkurang sedikit pun. Tiba-tiba teringat Su Nanfeng yang tidur di sofa, saat dia pergi tidur hanya membawa selimut tipis. Jangan-jangan kedinginan di malam hari.
Wu Yuxuan mengeluarkan selimut tebal dari lemari untuk dibawakan ke Su Nanfeng. Su Nanfeng yang tertidur pulas terlihat paling tidak mengancam, polos dan lugu seperti bayi yang manis. Dia dengan lembut menyelimutkannya, namun Su Nanfeng tiba-tiba berguling membuatnya kaget dan menarik tangan dengan cepat.
Namun, sudah terlambat.
Tangan Su Nanfeng mencengkeram pergelangan tangannya. Saat kulit mereka bersentuhan, panas menyengat menyebar ke seluruh tubuhnya. Dia menunduk memandangnya, tapi ternyata pria itu belum terbangun. Tangannya meraba dahi Su Nanfeng, terasa panas membara.
Setelah kehujanan dan kedinginan di malam hari, Su Nanfeng mengalami demam tinggi.
"Su Nanfeng, bangunlah. Cepat bangun!"
Kepala Su Nanfeng terasa berat dan pusing. Samar-samar ia melihat wajah panik Wu Yuxuan. Ia ingin bersuara menyuruhnya jangan khawatir, tapi kalimat itu terhenti di mulutnya bagai ditahan semburan tenaga.
Wu Yuxuan membuka tangan Su Nanfeng, berlari ke lantai dua mengambil kotak P3K lalu turun. Termometer menunjukkan suhu 39.5°C. Dia mengambil dua tablet obat penurun panas dari kotak obat dan menyuruhnya meminumnya.
Setelah hampir satu jam berusaha, suhu tubuhnya bertahan di 38°C. Wu Yuxuan menepuk wajahnya, "Su Nanfeng, bangun! Aku akan mengantarmu ke rumah sakit."
Tidak boleh membiarkannya terus demam seperti ini.
Wu Yuxuan memutuskan tidak berganti pakaian. Dia mengenakan setelan jas miliknya, meletakkan tangan pria itu di bahunya sambil mencoba membantunya berdiri. Namun kaki Su Nanfeng sama sekali tidak bertenaga. Tubuh mungilnya mana sanggup menopang tubuh kekarnya? Baru saja berdiri, mereka pun terjatuh di sofa.
“Su Nanfeng, kau bangun, cepatlah bangun...” Wu Yuxuan panik, sang gadis keras kepala itu ternyata menangis menghadapi situasi ini. Air mata membasahi bulu matanya, mengalir di wajah mungilnya yang polos, lalu menetes ke punggung tangan pria itu.
Su Nanfeng yang lemah segera merasakan kehangatan basah di punggung tangannya. Dengan susah payah ia mengangkat kelopak matanya, tangan perlahan terangkat untuk mengusap air mata gadis itu. "Jangan khawatir, aku baik-baik saja."
Demam tinggi tapi bilang tidak apa-apa, Wu Yuxuan langsung naik pitam. Tinju kecilnya menghantam dada Su Nanfeng, "Su Nanfeng, kamu benar-benar brengsek, brengsek..."
Su Nanfeng menarik tubuhnya ke dalam pelukan, tangan erat menahan gadis itu, "Jangan menangis, sayang."
Selain almarhum ibunya, tak ada orang kedua yang pernah menitikkan air mata untuknya. Ia mengira takkan ada lagi air mata orang lain untuknya seumur hidup. Ternyata orang kedua yang menangisinya justru si wanita bodoh yang selalu membuatnya naik darah ini.
Saat ini, hatinya dipenuhi perasaan tak tergambarkan yang hampir meluap. Seharusnya ia terharu dan bersemangat karena tangisannya, tapi yang lebih dominan adalah rasa sakit melihat air mata yang membakar hatinya itu.
Wu Yuxuan bangkit dari dadanya, mengusap air mata di sudut mata, "Su Nanfeng, minum obat penurun panas lagi."
Tangan baru saja menggapai kotak P3K, pandangannya tiba-tiba berkunang-kunang. Tubuh tinggi Su Nanfeng sudah mengimpitnya di sofa, kedua lengan menahan sisi tubuhnya. Matanya menyala-nyala, "Aku tidak mau minum obat. Aku ingin memakanmu."
"Su Nanfeng, gila kau!" Masih demam tinggi tapi sudah memikirkan hal mesum.
"Memang aku gila. Gila ingin memilikimu."
Su Nanfeng mengangkat dagu gadis itu. Tatapan lembutnya menyapu wajah manis dalam dekapan sebelum bibirnya menyergap bibir Yu Xuan.
“Hmm…” Wu Yuxuan mengeluarkan erangan lembut, lidahnya yang hangat dan harum seketika diserap olehnya dengan ganas. Kedua tangan besarnya meraba-noda puncak salju di dadanya, membuat tubuh mungilnya segera bergetar kegelian.
Ciuman itu membuatnya terengah-engah. Dengan enggan, Su Nanfeng melepaskan bibir mungilnya yang sudah merah merona, berbisik di telinganya: "Sayang, berikan padaku, ya?"
Su Nanfeng tahu dia ragu, mulai merayu lagi, "Asal berkeringat aku akan baik-baik saja."
"Jangan bohong! Aku tidak percaya!"
Entah karena terlalu pintar atau bagaimana, gadis ini tak mau ditipu. Gagal merayu, terpaksa dia bertindak kasar. Dengan paksa menjulurkan lidah panjangnya ke mulut mungilnya, menyapu setiap sudut rongga mulutnya, menelan semua cairan manisnya. Di bawah serangan ganasnya, tubuh sensitifnya gemetar tak terkendali.
"Gadis baik... Aku menginginkanmu, aku benar-benar menginginkanmu..."
Su Nanfeng merobek baju tidurnya. Karena kebiasaannya tidur tanpa mengenakan bra, seiring dengan kancing baju yang terlepas, dua gumpalan salju di dadanya langsung terpantul di depan matanya. Kedua tangannya membelai bola salju yang bergetar itu, perlahan mengusap-usap. Ujung jarinya mencubit pucuk merah muda, kemudian menyelipkannya di antara jari-jari, menarik-narik. Hanya beberapa saat, dua pucuk merah muda di atas bola salju itu sudah tegak berdiri. Ia menundukkan kepala dan memasukkan salah satu kuncup merah itu ke dalam mulutnya, menghisap dari pelan ke keras, menggigit perlahan dengan gigi.
Wu Yuxuan merasakan jiwanya seakan disedot dari pucuk merah muda itu. Rasa gatal yang melayang-layang tanpa tumpuan membuat bibir mawarnya menganga, tak henti-hentinya mengeluarkan desahan lembut.
Kenikmatan bergelombang membanjiri seluruh tubuh Wu Yuxuan. Rintihan tak tertahan mengalir dari kerongkongannya, membuat Su Nanfeng semakin bergairah. Gigitannya semakin kuat. Satu tangannya mulai merayap ke padang rumputnya, jemarinya kebetulan melintasi kuncup kecil di antara paha, membuatnya menggigil.
"Anak baik, sudah basah."
Su Nanfeng menyukai tubuhnya yang super sensitif ini, hanya dengan sentuhan ringan sudah bereaksi. Jarinya menyibak celana dalam basah sang kekasih, menggunakan cairan licin yang keluar untuk memijat Mutiara giok di antara paha dengan tekanan yang bervariasi.
Wu Yuxuan hanya merasa kekosongan yang tak tertahankan, menggeliat berusaha menghindari invasi jari-jarinya, namun bagaimanapun dia melarikan diri tak bisa melepaskan diri. Di bawah jemari terampilnya yang memijit, bibir intimnya diremas hingga lembut, kemudian satu jari meluncur masuk dengan gerakan perlahan. Lubang intimnya erat membungkus jari itu, mengencang dan mengendur bergantian, seolah takut jari itu akan kabur. Jarinya terus menyelusup lebih dalam ke gerbang rahasianya, seperti memperluas wilayah secara bertahap. Seiring gerakan jarinya, suara basah yang mesum terdengar dari gerbang rahasia itu.
"Sayang, renggangkan kakimu sedikit."
"Hmm... jangan..." Wu Yuxuan menolak dengan mulut, namun kedua kakinya secara refleks membuka lebar untuk memudahkan gerakan jari-jarinya.
Su Nanfeng merasakan lubang intimnya terus mengencang, erangan dari tenggorokannya semakin cepat. Dia tahu jika dilanjutkan pasti wanita ini akan mencapai puncak, tapi dengan jahat dia menarik kembali jarinya. Kekosongan instan membuatnya tersiksa, terengah-engah namun tak berani meminta. Hanya lubang intimnya yang membuka dan menutup dengan dahaga, kesepian yang tak terperi.
