Chapter 102 Bisakah Berhenti?!
Wu Yuxuan sedang berada di puncak gairah ketika Su Nanfeng tiba-tiba menghentikan semua gerakan dan menarik diri dari tubuhnya, memicu protes merintih darinya. Dengan cepat dia turun dari tempat tidur, menarik si manis yang kesepian itu, memutarnya hingga membelakangi dirinya, menekan kepala perempuan itu sambil mengangkat pantatnya yang indah hingga posisi merangkak di tepi tempat tidur.
Su Nanfeng meraih dari belakang dan meremas bagian putih salju itu beberapa saat sebelum perlahan membelah puncak bokongnya, menyesuaikan batang kaku yang sudah tegak dengan lubang intimnya yang basah bermandikan cairan, "Sayang, telan ini..."
Kedua tangan Su Nanfeng menekan puncak bokongnya, pinggulnya maju dengan gesit menyelusup hingga ke bagian terdalam.
Wu Yuxuan terpaku dalam posisi memalukan merangkak di tepi tempat tidur sementara Su Nanfeng berdiri di samping sambil terus menghujam keras, setiap dorongan lebih ganas dari sebelumnya, menusuk-nusak bagian sensitif paha hingga membuatnya gemetar, tubuhnya terombang-ambing dengan erangan keluar dari bibirnya.
Mendengar erangan Wu Yuxuan, Su Nanfeng menggoyang-goyangkan pinggulnya lebih ganas, membanting tubuh perempuan itu hingga terjungkal ke kasur. Tangannya mengangkat kembali tubuhnya ke posisi semula, payudara putih bak salju itu menggantung sendirian di udara bagai tetesan air, berayun liar mengikuti gerakan pria di belakangnya seolah hendak copot.
Jari-jari Su Nanfeng merayap turun menyusuri celah paha, menerobos masuk ke pusat kelembaban untuk mengusik Mutiara giok-nya, memacu gairahnya. Dia tak tahan dengan rangsangan kuat yang terus mengalir dari Mutiara giok-nya.
Dengan hentakan keras Su Nanfeng, terdengar suara "blup" saat seluruh batangnya masuk. Wu Yuxuan hanya merasakan lorong rahasianya terisi penuh, padat namun gatal, erotisme memaksanya mengeluarkan erangan berat.
Posisi ini bertahan cukup lama. Lengan Wu Yuxuan yang menopang di kasur mulai pegal, akhirnya tak mampu lagi menahan tubuhnya yang goyah. Seluruh badannya roboh di kasur. Melihat ini, Su Nanfeng naik kembali lalu mengangkat tubuhnya untuk berganti posisi cowok-di-bawah.
"Posisi cowok-di-bawah" kali ini berbeda dengan sebelumnya. Kali ini dia memutar tubuh Wu Yuxuan membelakangi dirinya. Tubuh pria itu terbaring datar sementara tangan mencengkeram pinggul lembek perempuan itu, menekannya turun. Benda besar-nya berhasil membelah bibir rahasianya.
Su Nanfeng dengan satu tangan mendorong pantatnya, sementara tangan lainnya mengelus punggungnya yang halus. Di mana pun ia menyentuh, terasa lembap oleh keringat. Ia membuka telapak tangan dan terus mengolesi punggungnya dengan keringat tersebut, sementara pandangannya tertuju pada celah bokongnya. Ia bisa melihat celah bokongnya mengulum "Xiao Susu".
Wu Yuxuan menggerakkan pantatnya dengan erat mencengkeram benda panjang yang sedang bermain-main di jalan sempitnya. Tubuhnya hanya tahu memutar dengan liar. Di bawah dorongannya, perut bawahnya mulai berkontraksi hebat, tubuhnya kejang-kejang dan gemetar hebat. Ia tak punya tenaga lagi untuk melanjutkan pesta cinta ini, tapi justru di saat ini kontraksi dalam dirinya datang bertubi-tubi, benar-benar "musibah datang beruntun", ia pun sampai lagi.
Setelah mencapai puncak, tubuh Wu Yuxuan lunglai. Ia merebah di dada Su Nanfeng, punggungnya menempel erat di dada pria itu. Su Nanfeng memanfaatkan kesempatan ini untuk merangkul tubuhnya, tangannya terus menyiksa "salju berkilau" miliknya.
Namun, bagaimana mungkin Su Nanfeng puas hanya dengan gerakan sebelumnya? Ia sedikit mengangkat tubuhnya, memaksa kedua tangan wanita itu harus menahan di sisi tempat tidur. Kedua tangannya mencengkeram pinggang rampingnya, mengangkat bokong besi itu sedikit, membuka kedua kakinya dan menyilangkannya di atas paha yang terbuka. Setelah semua siap, ia mulai mendorong-dorong.
Barusan persiapan gerakannya memakan waktu cukup lama, jeda waktu ini memberinya kesempatan untuk sedikit sadar. Ketika akhirnya sadar, barulah ia menyadari dalam posisi seperti apa mereka terombang-ambing di lautan hasrat.
Wu Yuxuan masih ingat saat kuliah dulu, ia dan Chen Xue diam-diam membeli kepingan DVD di toko kecil di ujung gang. Bersembunyi di asrama, mereka menyaksikan adegan pasangan dalam film yang persis mengulangi posisinya dengan Su Nanfeng saat ini... Saat itu, sambil menonton, ia bahkan berdiskusi dengan Chen Xue tentang posisi ini dan melontarkan pertanyaan: "Dengan posisi begini, apakah 'milik' pria tidak akan terlepas?" Pendapatnya waktu itu adalah akan, dan hasilnya...
Ternyata tebakannya tepat. Gerakan Su Nanfeng yang terlalu kasar membuat 'senjatanya' terlepas dari 'jalur rahasianya'. Dengan satu tangan melepaskan pinggang rampingnya, ia meraba daerah pertempuran mereka, membetulkan posisi, lalu menghentakkan pinggang ke atas hingga kembali tenggelam dalam.
Ya Tuhan!!
Wu Yuxuan merasa malu luar biasa, "Su Nanfeng, jangan... jangan lagi..." Posisi ini terlalu memalukan, ia tidak bisa menerima, benar-benar tidak bisa...
Meski posisi ini memberinya kenikmatan luar biasa, mendengar penolakannya, ia pun berhenti. Membaringkan tubuh gadis itu di kasur, ia mencintainya dengan posisi tradisional pria di atas-wanita di bawah.
Goyangan Su Nanfeng dalam dan berat.
“Ah... jangan lagi... brengsek... ah” Tubuh Wu Yuxuan berguncang seperti roller coaster, badannya mati rasa akibat hantaman tubuhnya. Dia merengek minta ampun, tapi Su Nanfeng yang sudah hampir mencapai puncak sama sekali tak mendengar rengekannya, hanya terus mencabik-cabiknya seperti binatang buas.
Di bawah akselerasi berulang Su Nanfeng, jiwa dan raganya seolah hendak tercerai-berai oleh hantamannya. Persis saat dia mengira akan mati di tengah guncangan ini, pria di atasnya mendorong beberapa kali terakhir dengan keras, tenggorokannya mengeluarkan raungan parau. Kemudian, pancaran kental dari tubuhnya langsung membanjiri bagian dalamnya.
Tubuh Wu Yuxuan bergetar mengikuti denyutan batang tebal yang masih tertanam dalam raganya. Suntikannya berlangsung lebih dari satu menit, memenuhi saluran madunya.
Wu Yuxuan memejamkan mata menikmati kenikmatan di puncak. Su Nanfeng menjepit dagunya dan menciumnya, "Gadis baik, gadis baikku, kamu luar biasa."
Setelah gelombang guncangan berlalu, Wu Yuxuan hanya merasakan sakit berdenyut di bagian dalamnya. Tangannya lemah mendorong pria yang masih menindihnya, "Su Nanfeng, cepatlah keluar. Ini terlalu penuh, sakit..."
Su Nanfeng memeluknya sambil terus mencium dengan penuh sayang, "Sayang, maukah kau mengandung anakku? Mari kita punya bayi."
Wu Yuxuan terdiam, tak tahu bagaimana merespons permintaannya. Melahirkan anak untuknya? Ia selalu memimpikannya, tapi apa haknya? Diam-diam ia mengubur impian itu dalam hati.
Tindakan Su Nanfeng ini bukanlah dorongan impulsif. Setelah merasakan kehangatan, ia semakin rindu akan cinta orang lain. Ia ingin gadis baiknya selalu di sampingnya, menginginkan buah cinta mereka, membangun keluarga bahagia. Karena ia telah memilihnya, apapun rintangan dan ujian yang datang, ia akan berjuang demi meraihnya.
Su Nanfeng akhirnya menarik diri dari dalamnya, merangkul tubuh lemahnya dalam dekapan, menciumnya penuh kasih.
Setelah pertempuran intens, Wu Yuxuan kelelahan dan tertidur pulas. Entah berapa lama, ia terbangun oleh ciuman hangat. Matanya terbuka melihat kepala berambut lebat sedang menyantap putih mulus di dadanya.
"Su Nanfeng, kamu... turunlah..."
Su Nanfeng menghentikan serangan pada putih mulusnya, menatapnya. "Sayang, kau sudah bangun."
"Su Nanfeng, apa yang kau lakukan?!"
"Tentu saja mencintaimu." Su Nanfeng berkata wajar. "Bukankah harus punya anak? Harus giat berusaha."
"Aku tidak setuju!!!"
"Lambat laun harus punya, lebih baik cepat daripada terlambat."
“Kau!...” Wu Yuxuan sama sekali tidak bisa membantahnya. Dia selalu punya ribuan alasan tak tahu malu untuk mematahkan perkataannya.
“Aku tidak mau lagi, bisakah kita berhenti?”
“Penipu kecil, aku tidak percaya. Setiap kali bilang tidak mau, tapi yang paling bergairah tetap kau.” Su Nanfeng membuka kedua pahanya, langsung menekankan bagian yang sudah mengeras seperti besi ke pintu masuknya. Sensasi panas itu seolah menusuk jantungnya.
“Jangan... jangan masuk lagi...”
