BAB 107 JANGAN GIGIT!
Su Nanfeng yang tak pernah tahu arti kelembutan di ranjang ini, justru memilih menanggung penderitaan sendiri saat hasratnya sudah memuncak. Pertimbangan penuhnya terhadap perasaan Wu Yuxuan membuat hatinya dipenuhi perasaan amal yang belum pernah ada sebelumnya.
Pada momen ini, Wu Yuxuan sangat yakin: Su Nanfeng adalah pria yang selama ini dicarinya. Dia tak butuh suami yang bisa membelah langit dan bumi, apalagi pahlawan penyelamat galaksi. Seperti wanita biasa lainnya, dia hanya ingin menemukan pria yang menyayangi dan melindunginya.
Kini setelah melewati ujian penderitaan dan perjuangan berat, akhirnya dia menemukan pria yang bisa dijadikan sandaran hidup. Tapi takdir justru mempermainkannya dengan kejam.
Pria di hadapannya ini milik Gu Jingwei. Sementara dia... bukan Gu Jingwei, melainkan Wu Yuxuan.
Gu Jingwei adalah putri Keluarga Gu yang dipuja-puja, sedangkan dirinya hanyalah orang yang telah dibuang oleh keluarga itu.
Sambil berpikir, Wu Yuxuan merasa sedih karena cinta yang baru tumbuh tapi pasti akan mati. Kesedihan yang tak terucapkan menjelma menjadi air mata mengalir di sudut matanya. Takut air matanya terlihat oleh Su Nanfeng, dia meraih bantal dan menutupi wajahnya untuk menyembunyikan tangis.
Su Nanfeng tak mengerti apa yang terjadi pada Wu Yuxuan. Dia membungkuk dan mencoba menarik bantal dari wajahnya, tapi Yu Xuan berpegangan erat tak mau melepaskan. Mengira gadis itu sedih karena perlakuan kasar sebelumnya, dia memeluk bahunya dengan lembut, "Sayang, aku janji tidak akan lanjutkan."
Gairah Wu Yuxuan yang sebelumnya terbangun oleh Su Nanfeng mulai mereda saat pria itu menarik diri. Tapi pelukan lembutnya yang membuat tubuh telanjang mereka menyatu kembali membakar hasrat. Kerinduan menggelegak dalam tubuhnya, mendambakan tusukan dalam...
Malu untuk meminta, Yu Xuan hanya mengangkat panggul dan mendorong tubuhnya ke pelukan Nanfeng. "Ketidaksengajaan" ini seperti sumbu yang langsung membakar gairah Su Nanfeng. Xiao Susu yang baru saja beristirahat kembali bangkit perkasa, membengkak hingga membuatnya menarik nafas tajam, "Kecil manis, jangan begini... Aku takkan tahan."
Wu Yuxuan tahu tipu muslihat kecilnya berhasil, semakin berani mendekatkan tubuhnya ke Su Nanfeng. Su Nanfeng merasakan api yang tak bisa dikendalikan lagi membakar "kepala naga"-nya, menahan dorongan untuk merobek-robek tubuh gadis itu, memperingatkan: "Kecil manis, kalau terus begini, aku benar-benar akan memakanmu."
Wu Yuxuan semakin mendesak tubuhnya mendekat. Kini posisi mereka hampir sepenuhnya menyatu dalam dekapan Su Nanfeng, dua gumpalan lembut di dadanya menggesek lengan pria itu.
Su Nanfeng menjatuhkan tubuh menggoda itu ke tempat tidur, senyum berbahaya mengembang di bibirnya: "Kecil manis, ini kau yang memulai, jangan salahkan aku!!"
Senyum licik merekah di wajah Wu Yuxuan. Lelaki yang mudah terangsang mana mengerti tipu muslihatnya, dengan bodohnya terjebak dalam perangkap.
Su Nanfeng menggenggam tangan kecilnya menempel pada hasrat membara itu, mendesis: "Sayang, bantu aku mengelusnya dulu, cepat... patuh."
Sentuhan Wu Yuxuan membakar seperti bara, menghanguskan relung hatinya. Benda Besar yang tegak itu kini berada dalam genggaman tangan mungilnya. Di bawah tatapan membara Su Nanfeng, jemarinya bergerak cepat di atas batang keinginan, membuat pria itu mengerang: "Patuhlah, lebih cepat..."
Wu Yuxuan mempercepat gerakannya di bawah desakannya, gerakan tangannya semakin cepat, napasnya semakin berat dan kasar, kepala naganya semakin panas dan keras. Setelah digerakkan lama, dia mulai mengeluh, "Su Nanfeng, tanganku pegal."
Su Nanfeng yang sedang dalam puncak kenikmatan tiba-tiba seperti disiram air dingin mendengar keluhannya. Tapi melihat ekspresi mengiba si kecil di bawahnya, tak bisa mengeluarkan sepatah kata kasar pun. Dengan kesal ia melepas tangan mungilnya, menggantikan dengan tangannya sendiri...
Hanya Tuhan yang tahu betapa nestapanya Su Nanfeng saat ini. Api yang dinyalakannya sendiri, dipadamkan setengah jalan, malah harus bertanggung jawab membereskan sisa...
Setelah berusaha sendiri beberapa saat, Su Nanfeng merasa kepanasan dan kekerasan kepala naganya sudah cukup. Membuka pahanya, ia mengarahkan kepala naga sekeras besi itu ke lubang intimnya, berbisik, "Sayang, aku masuk."
"Hmm... jangan kasar..."
"Baik, pelan-pelan. Jangan takut..." Kepala naga Su Nanfeng telah membelah bibir intimnya. Dia merasakan lubang intimnya ditusuk kepala naga hingga sakit dan membengkak, tak tahan menjerit "Aah!". Pria yang sedang masuk itu langsung berhenti. Tapi hentian ini justru membuat bagian dalamnya terasa hampa, gatal, dan semakin tak nyaman.
Untuk membuat Su Nanfeng melanjutkan, dia menahan sakit membuka kerutan di dahinya.
Su Nanfeng melihatnya sudah mulai rileks, perlahan mendorong pinggangnya masuk, menembus lapisan demi lapisan daging lembut di jalur madunya. Begitu masuk, dinding gioknya langsung mengisap erat mahkota kepala naga dengan daya hisap misterius.
Wu Yuxuan menggeliatkan pantat mungilnya menyambut tusukan dalamnya. Untuk merangsang lebih banyak cairan madu, ia menunduk mencium bibirnya. Lidah kuatnya membuka deretan gigi mutiara, bergulat dengan lidah harumnya. Tiupan panas ciumannya membuatnya terengah-engah.
Su Nanfeng jelas merasakan gelora nafsunya. Tangannya beralih ke salju berkilau di dadanya, teksturnya masih selembut dulu. Jari-jarinya memijat puncak kemerah-merahan di salju berkilau itu, membuatnya kian tegak dan keras bagai batu.
Bergumulnya lidah, remasan pada salju berkilau, dan desakan kepala naganya yang tak henti di jalur madu - semua rangsangan ini membuat jalurnya memancarkan aliran demi aliran giok cair, membasahi seluruh jalan dan mahkota kepala naganya.
Dentang "jret!" terdengar saat kepala naga Su Nanfeng masuk sepenuhnya. Erotanan parau meluncur dari mulutnya, sensasi kepenuhan yang tak terkatakan keindahannya.
"Hnnn... ah..." Begitu Su Nanfeng masuk sempurna, Wu Yuxuan merasa tubuhnya tersetrum. Aliran listrik kuat mengaliri seluruh tubuhnya, diikuti gelombang sensasi menggelitik yang mengguncang.
Su Nanfeng mulai perlahan meningkatkan frekuensi gerakan di bawahnya, kedua tangan tak henti meremas Salju Berkilau miliknya. Lidah panjangnya membelai, gigi menggigit lembut, menciup dengan riuh bola salju kemerahan yang sudah tak tertahankan. Dengan suara parau ia memuji: "Sayang, kamu manis sekali."
Pandangan Wu Yuxuan yang kabur tertuju pada dadanya. Bola salju putih berkilau itu sedang diremasnya, daging lembut menyembul dari sela jarinya. Di puncak bola salju, buah merah kecil tegak menjulang dengan kilau basah, tanda jelas telah menerima perawatan yang cukup.
Lelaki yang terus meremas bola salju lembutnya itu menangkap pandangannya. Dengan sengaja ia memperbesar tekanan jemarinya, sesekali menjilat puncak merah muda dengan ujung lidah. "Sayang, cantik kan?" tanyanya sambil jahat menggigit lembut puncak itu, memancing erangan mesra yang membuat seluruh tubuhnya bergetar nikmat.
"Su Nanfeng, jangan gigit..."
