Bab 156 Sekarang Akan Memuaskanmu
“Lin Ci menghentakkan tinju dengan keras ke pintu. Dentuman kayu yang berguncang keras membuat An Ruoqin terkejut, ‘An Ruoqin, aku benar-benar meremehkanmu!’”
“Terima kasih pujiannya.” An Ruoqin langsung berjinjit, kedua lengannya menggantung penuh gairah di leher Lin Ci. Bibir mungilnya menempel erat di mulut pria itu.
Lin Ci tertegun sejenak. Refleks tangannya mendorong tubuh An Ruoqin yang terhimpit di pintu. Sorot matanya mengerut tajam, “An Ruoqin, tak kusangka kau begitu hina!” Setelah itu, tangannya merangkul pinggang gadis itu menariknya ke pelukan. Kekuatan genggamannya seakan ingin mematahkan tubuh mungil itu, “Ingat baik-baik janjimu! Jika tidak... kau tahu konsekuensinya!”
Lin Ci menunduk. Bibirnya menghujam bibir merah An Ruoqin dengan kasar, beringas, liar bagaikan gigitan binatang buas yang merampas.
Ciuman Lin Ci tidak punya belas kasihan, lidah panjangnya menerobos pertahanan gigi wanita itu dan menarik keluar lidah mungilnya yang lembut, menghisap dengan kuat hingga akar lidahnya terasa sakit dan kebas.
Otak An Ruoqin berkunang-kunang, tapi lebih banyak tenggelam dalam kepuasan. Bagaimanapun caranya memaksanya menyerah, akhirnya dia tetap mendapatkan kehangatannya.
Jika memungkinkan, dia rela tenggelam dalam ini selamanya, bahkan sekalipun harus hancur berkeping-keping.
Tiba-tiba ciuman Lin Ci menjadi mendesak dan dominan, langsung merampas nafas An Ruoqin. Seluruh tubuhnya lemas hingga sebagian besar badannya tergantung dalam pelukannya.
"Mmm..." Desahan menggoda keluar dari mulut An Ruoqin. Saat mereka berhubungan gegara mabuk dulu, dia terlalu mabuk hingga tidak merasakan apapun. Tapi kali ini sensasi yang diberikannya nyata adanya, dia mabuk oleh perasaan yang diberikan pria itu.
Lin Ci melepaskan bibir An Ruoqin, mata hitam pekatnya menatap bibir merah yang bengkak dan lembab karena gosokan kerasnya. Hatinya berdesir pelan, tiba-tiba tak mengerti apa yang terjadi pada dirinya sendiri.
Ia membuka mulut ingin berkata sesuatu, tapi An Ruoqin menarik kepalanya ke bawah, rangkaian ciuman halus menghujani alisnya, ujung hidung, bibir, hingga dagunya...
Tangan kecil yang hangat An Ruoqin menyelinap masuk dari pinggang celananya, langsung menggenggam "Kekerasannya" yang belum sepenuhnya bangkit. Genggaman mungilnya mengelus-elus batang itu, dia merasakan perubahan gradual pada benda keras di tangannya yang semakin membara dan mengeras seperti "batu keras". Senyum menggantung di bibirnya - rupanya hasratnya terhadap dirinya memang nyata.
Suara klik, An Ruoqin membuka gesper ikat pinggang Lin Ci, mengeluarkan seluruh ikat pinggang dari celana. Begitu ikat pinggang "tertarik", celananya pun melorot ke lantai.
Tangan mungilnya menggesek-gesek pada "menara" yang tegak berdiri, lidahnya menjulur menjilat "buah kecil" di dadanya. Suara parau keluar dari mulutnya: "Lin Ci, inginkan aku!"
Meski Lin Ci sadar betul An Ruoqin adalah saudara iparnya sendiri, dan keintiman ini bukanlah kehendak alaminya, namun pada dasarnya ia tetap pria normal. Bagaimana mungkin tahan dengan godaan frontalnya? Sikap berani dan gerakan provokatifnya bagai menyulut kobaran api dalam dirinya, membangkitkan gairah yang menggila. Seketika ia balik mendominasi, lidah lincahnya menerobos masuk ke rongga mulut wanita itu, berkelindan penuh nafsu.
Lin Ci mencium penuh gairah bibir An Ruoqin yang sudah bengkak kemerahan. Tangannya merangkul "dada"nya, menutupi sepasang "bola salju" lembut itu.
Karena An Ruoqin memang tidak mengenakan "bra", Lin Ci langsung mencengkeram "buah merah kecil yang menggoda" di puncak bola salju itu. Gosokan dan remasannya membuat "bola salju" mungil itu terasa perih membengkak.
An Ruoqin bernapas tersengal-sengal, pandangan yang menunduk terpaku pada tangan besar yang sedang mengganggu dadanya. Ia menyaksikan sendiri jari-jari panjangnya menjepit puncak bola saljunya dan terus memutar-mutar, sensasi indah menyergap hatinya. Keinginan untuk mendapat lebih banyak belaian darinya membuatnya menarik tangan satunya yang bebas dan menempatkannya di atas bola salju sebelahnya yang terabaikan, suara mendesah manis tak tertahan keluar dari bibirnya.
"Ah…" An Ruoqin menggigit bibirnya yang bengkak, dengan sengaja membuat sikap menggoda untuk memancing Lin Ci.
Lin Ci mana mungkin tidak memahami akal bulusnya, tapi sikap genit yang disengaja itu tetap membuat tenggorokannya mengencang. Matanya yang tajam dan dalam menatap tak berkedip pada wanita yang sedang berulah di pelukannya.
Sampai saat ini, Lin Ci akhirnya benar-benar memahami makna "tiada yang lebih indah dari kakak ipar"!
Kedua tangan Lin Ci menutupi kedua bola saljunya sambil terus meremas. Dengan mata setengah tertutup dan tubuh melengkung, ia terus menyodorkan kedua bola salju itu ke genggaman tangan pria itu. Napasnya berat, wajahnya dipenuhi kemabukan yang tenggelam.
Tenggorokan Lin Ci bergerak keras. Tatapannya pada wanita itu penuh kebuasan dan gelora, sementara bagian paling rapuh tubuhnya masih berada dalam kendali tangan wanita itu. Gemetar hebat dari kenikmatan membuat sarafnya menegang, seakan siap meledak kapan saja.
“An Ruoqin, ini semua salahmu sendiri, jangan salahkan aku!” Lin Ci memutar tubuhnya dan menekannya ke pintu, mengangkat roknya lalu merobek celana dalamnya.
Lin Ci menggigit keras bahu belakang An Ruoqin meninggalkan bekas gigitan dalam, mendekatkan tubuhnya, kekerasannya yang membengkak seperti batang besi menggesek-gesek di sumber peach blossom-nya yang telah basah.
Sumber peach blossom An Ruoqin yang sensitif dan lembap digesek oleh kehangatannya, gelombang kenikmatan yang gatal dan menggelitik segera menyapu seluruh tubuhnya. Tubuhnya gemetar, cairan panas mengalir deras membasahi ujung terpanasnya.
"Hmm..." An Ruoqin mendesah pelan, rasa hampa yang besar tak tertahankan. Ia mendesak dengan kesal, "Kumohon, cepatlah..."
Lin Ci mengejek, "Sangat tak sabar? Hah?"
"Iya... cepat, kumohon, cepat..."
"Sekarang juga kau akan kubuat puas." Lin Ci menghentakkan pinggangnya dengan kuat, seluruh kekerasannya terkubur dalam di lorong sempitnya yang hangat dan licin.
"Ah..."
"Ah..."
Penyatuan seketika itu membuat An Ruoqin dan Lin Ci sama-sama bersuara. Keperawanan An Ruoqin diberikan pada pacar pertamanya dulu. Saat pertama kali merasakannya, ia hampir setiap hari melakukannya dengan pacarnya. Waktu itu ia mengira dirinya bahagia, dan dengan rela menyerahkan tubuh serta hatinya karena yakin pacarnya adalah suami seumur hidupnya.
Tapi, adakah hubungan yang mampu bertahan dari dinginnya waktu? Setelah beberapa tahun, pacarnya beralih ke pelukan wanita lain, bersenang-senang setiap malam dengan perempuan itu, sementara dia harus menerima akhir yang memalukan. Sejak berpisah dengan pacar, kecuali malam itu saat mabuk bersamanya, dia tak pernah bersama pria lain. Taman yang lama tak digarap ini hampir kembali ke kekencangan semula, sehingga ketika benda panjangnya tiba-tiba masuk, rasa teregang itu membuatnya menjerit kaget.
Lin Ci menikmati sensasi nyaman dalam kekencangannya, tak sabar mengayunkan pinggangnya dengan kuat. Setiap dorongan nyaris mendorong tubuhnya ke depan, dahinya berkali-kali membentur papan pintu dengan bunyi "dong", lalu tubuhnya ditarik kembali untuk dihujam lagi.
An Ruoqin mengikuti gerakan Lin Ci, membuat tiang berapinya masuk lebih dalam. Campuran suara "dong dong dong" dan "pak pak pak" memenuhi telinga mereka, menambah nuansa kemesuman.
