Bab 158 Mati Bahagia?
Lin Ci benar-benar berbaring tanpa gerakan, tapi jarinya menyusup ke area pertemuan mereka dan memainkan mutiara kecil di selangkangannya, membuat bagian dalamnya meronta lapar. Perempuan itu terengah-engah, "Lin Ci, kumohon... gerakkanlah... aku ingin..."
"Jika ingin bahagia, kau sendiri yang harus bergerak. Cepat..."
An Ruoqin terus menggesek-gesekkan tubuhnya untuk memuaskan kehampaan dalam dirinya. Kedua tangan menekan dada pria itu sambil terus memutar-mutar pinggulnya, "Hmm... Ah... Ha..." Sensasi menggelitik membanjiri otaknya, membuat tubuhnya lemas bak air musim semi, napasnya terengah-engah, "Sangat hebat... Sangat nikmat... Aku mau mati..."
"Aah! Benar-benar genit..." Lin Ci mengerang kesakitan sambil menahan tekanan hisapan dari liang madunya. Suara tak tahu malu yang keluar dari mulut perempuan itu terdengar menggoda: "Kau ingin menghisapku sampai kering?"
An Ruoqin tidak lagi mempedulikan apa pun, dia hanya tahu bahwa dengan menggerakkan tubuhnya naik turun dan maju mundur di atas tubuhnya, dia akan mendapatkan kebahagiaan yang luar biasa.
"Mm... ah... tidak bisa lagi... aku akan sampai..." Liang madunya tiba-tiba mengerut, An Ruoqin mencapai puncak kebahagiaan.
"Hmm..." Lin Ci merasakan jalan yang terus berkontraksi menghisapnya, disirami cairan panasnya yang membara, pinggangnya terasa menggelenyar, hampir melepaskan cairan.
Lin Ci menghela napas pelan, matanya berkilau gelap.
An Ruoqin memohon dengan suara lemah: "Jangan lakukan lagi..."
"Belum cukup, gerakkan lagi, kau akan menyukainya."
"Mm..." An Ruoqin lemas dalam pelukannya, tangan mungilnya merangkul pinggang kekarnya.
Lin Ci mengencangkan pegangan pada An Ruoqin yang terbaring di pelukannya, melengkungkan pinggangnya sedikit, lalu mendorong ke atas dengan kuat, menghujam dalam ke liang madunya. Saat kepala berapinya menabrak titik paling lunak dan sensitif dalam dirinya, rasa menggelenyar menyapu tubuhnya. Perut bagian bawahnya berkedut hebat, kontraksi dalamnya jelas merangsangnya, membuatnya semakin ganas menyerang.
"Ah!..." An Ruoqin menjerit, gemetar hebat sekali lagi mencapai puncak...
"Apa kau hampir mati bahagia?" Lin Ci tiba-tiba meningkatkan kekuatan dan kecepatan tusukannya.
"Ah! Terlalu dalam!" An Ruoqin menjerit kencang, jari-jari rampingnya mencengkeram kulitnya hingga meninggalkan bekas cakaran berdarah.
Ia membalikkan badan dan menindih An Ruoqin ke lantai yang dingin, keperkasaan yang membengkak tersangkut di liang madunya namun tak kunjung bergerak, membuatnya gelisah, menggeliatkan pinggul kecil sambil merengek: "Lin Ci, lebih keras..."
Gelombang hasrat An Ruoqin yang tak terbendung telah melumpuhkan akal sehatnya, ia lupa bahwa pria yang terus-menerus menggasaknya tadi adalah adik iparnya sendiri... Mata penuh nafsu itu berkilauan seperti air mengalir, mudah membangkitkan dorongan brutal untuk memperkosa.
Lin Ci mengaitkan Lidah harum An Ruoqin, lalu menggerakkan pinggulnya, "Begini?"
"Lebih kuat lagi..." pinta An Ruoqin dengan suara gemetar penuh malu.
Sekonyong-konyong Lin Ci menyerbu masuk hingga ke dasar, serangan mendadak ini membuat An Ruoqin tertegun lalu menjerit kencang.
"Begini?" tanya Lin Ci dengan napas tersengal di dekat telinganya.
"Hmm... jangan berhenti, sakit..." Mata An Ruoqin yang tak terpuaskan memancarkan kegelisahan, dirinya sudah di ambang kehancuran.
Lin Ci mencengkeram pinggulnya sambil terus menyerbu, langsung membawanya ke puncak. Merapatnya dinding bunga itu membuatnya tak kuasa menahan Erotanan berat dari tenggorokannya: "Kau benar-benar barang rampasan... hmm...!"
“Terakhir kali mabuk dan berhubungan intim dengan An Ruoqin, ia sama sekali tidak ingat prosesnya. Keadaan setelah bangun membuatnya kaget. Kini merasakan rasanya lagi, tak disangka ternyata begitu nikmat. Meski tidak sehebat keterampilan Ma Jiajia yang bersemangat, tapi sikapnya yang setengah menolak justru memberinya kepuasan besar. Sulit dimengerti bagaimana kakaknya tega memberikan gadis secantik ini.”
Lin Ci mulai menggerakkan pinggulnya lagi, menggesek-gesek tubuh sensitif An Ruoqin. Beberapa saat kemudian, wanita yang sudah hampir kehabisan tenaga itu mulai merintih-rintih tidak puas.
“Sakit lagi?”
“Hmm…” Bibir mungil An Ruoqin membalasnya tanpa sadar.
“Penurut sekali. Semua yang kau mau akan kuberi!” Lin Ci perlahan meningkatkan kekuatan dorongan, sedikit demi sedikit masuk lebih dalam, menggali kerinduan tersembunyi dalam hatinya.
“Hmm… tidak bisa… ah…”
Tubuh lemas An Ruoqin tergeletak di lantai tak berdaya. Ia hanya bisa membiarkan Lin Ci memegang pinggang rampingnya, mengubah-ubah sudut untuk menghantam tubuhnya. Dorongan keras yang membara itu seperti menyentuh titik pusat rahasia paling menonjol dalam dirinya. Terstimulasi liar, ia menggeliatkan pinggul tak karuan. Tangannya meraba-raba akhirnya mencengkeram erat pinggang pria itu, tak mau melepas sedetik pun.
Lin Ci sudah memahami maksudnya. Ia menghentikan gerakan pinggulnya di posisi terdalam. “Nyaman seperti ini ya?”
An Ruoqin menggigit bibir bawahnya erat, rasionalitas dan keanggunan telah lama terlupakan, di hadapan pria yang dicintainya ia menampakkan kebutuhan akan dirinya tanpa reservasi, seolah menemukan pelabuhan yang bisa melindunginya dari badai.
An Ruoqin sangat paham, Lin Ci adalah racun sekaligus malapetaka hidupnya. Ia tak bisa menyentuh maupun kabur, hanya bisa mencintainya seumur hidup sambil hidup bagai mayat berjalan.
An Ruoqin tahu memanfaatkan Ma Jiajia untuk menyakiti Wu Yuxuan bertentangan dengan moral dan hukum. Demi mendapatkannya, segala cara ditempuh untuk mengusir bahkan melukai orang di sekitarnya. Tapi meski menjadi wanita jahat, takkah ia berhak mengejar kebahagiaannya? Ia hanya mengambil jalan bengkok karena jalan lurus telah tertutup. Demi mencapai sang kekasih, tak peduli jurang di depan, ia akan terjang saja!
Ia sanggup menghadapi hukuman moral dan hukum, tapi tak kuasa menanggung rasa kehilangan pria tercinta.
Lin Ci menggoyang-goyangkan tubuh An Ruoqin beberapa kali, merasakan puncak akan tiba, buru-buru menarik diri dari liang madunya. Tangan wanita itu mengelus-elus kekerasan yang kehilangan kehangatan, hingga semburan putih membentuk parabola jatuh di rambutnya yang berantakan.
Lin Ci merasa puas, namun An Ruoqin hatinya mati suri. Mencintai pria yang tak pantas untuknya sungguh menyakitkan, tapi inilah jalan yang dipilihnya sendiri. Dia tak menyalahkan siapa pun, hanya menyalahkan dirinya sendiri yang hina!
Setelah sadar, Lin Ci mengenakan pakaiannya. Melihat sekilas An Ruoqin yang terbaring lemah di lantai, wajahnya dingin tanpa ekspresi: "Jangan lupa janjimu. Jika kau sakiti dia lagi, aku takkan segan-segan!"
Heh~ An Ruoqin tertawa getir. Benar, bagaimana bisa dia lupa? Keintiman mereka barusan hanyalah untuk Wu Yuxuan, bukan untuknya. Dialah yang tenggelam dalam khayalan ilusinya sendiri.
Selama ini, hanya dirinya sendiri yang berkhayal. Hanya itu!
