Bab 172 Semalam Suntuk
Sampai di kamar lantai dua, Su Nanfeng melemparkan tubuhnya ke ranjang besar. Seketika menindih, sudut bibirnya mencorong senyum jahat. Kaki wanita itu direnggangkan, pinggang pria itu menyusup masuk.
Saat penyusupan itu, mata Wu Yuxuan membelalak. Mulutnya menganga, kenikmatan yang tak terucap membungkam suaranya.
“Su Nanfeng memaksa menggenggam kedua tangannya, mengunci rahangnya, lalu membujuk dengan suara mendesah, ‘Kamu ingin aku memperlakukanmu bagaimana? Lembut atau kasar?’”
“Dulu Su Nanfeng selalu seenaknya menerobos masuk tanpa peduli perasaannya, tapi sejak malam itu saat ia tiba-tiba berbisik ‘Aku menyukaimu’ di telinganya, ia mulai sangat memperhatikan sensasi yang dirasakannya.”
“Aku hanya ingin kau lebih terkendali.”
“Terhadapmu, aku tak bisa mengendalikan diri!”
“Su Nanfeng sengaja menggerakkan pinggulnya, mengacaukan keseimbangan dalam dirinya. Dua kali desahan menggoda tak tertahan keluar dari mulutnya. Pikirannya berkabut, gelisah oleh rasa gatal yang semakin menjadi di dalam tubuh. Lenggak-lenggoknya yang seolah ingin kabur dari benda panas itu justru membuat Xiao Susu menggosok dan menggenggam erat kehangatan yang terbenam dalam tubuhnya.”
“Sialan!” Keringat mengucur di dahi Su Nanfeng, urat di lengannya menegang. “Kecil manis, ini salahmu sendiri, jangan salahkan aku!”
“Kontrol diri Su Nanfeng benar-benar runtuh di hadapannya. Gerakan mengocok dua gundukan montok dan ritme masuk-keluar yang tak henti menusuk-nusuk jantungnya. Pipinya memerah, seluruh tubuhnya bergetar tak karuan. ‘Jangan... terlalu cepat... pelan-pelan... pelan...’”
"Sangat ketat!" Su Nanfeng terangsang hingga kulit kepalanya bergidik oleh daging lembut yang menghisap 'Xiao Susu'-nya. Kedua tangannya mencengkeram erat pinggang rampingnya sambil mengayunkan tubuh dengan perkasa, menggosokkan benda membara itu dengan kasar. Setiap kali menusuk hingga pangkal lalu menarik sepenuhnya, tak memberinya waktu sedikitpun untuk beristirahat.
"Terlalu cepat..."
Cairan bening bergelombang, cipratan air terdengar 'pu ji pu ji' sambil membasahi hangat dan licinnya. Dengan kasar ia membelah kedua kakinya lalu menusuk dalam-dalam, berayun tak terkendali dalam tubuhnya—setiap dorongan lebih ganas dan cepat dari sebelumnya.
"Aku tidak tahan... Terlalu kasar..." Wu Yuxuan terengah-engah, rambut hitam lurusnya yang terurai di tubuh menambah aura menggoda. Kedua kakinya melilit erat pinggangnya sambil mengikuti irama ayunan.
"Pandai sekali mengerut!" Suara tertekan Su Nanfeng meluap dari bibirnya, serak bak terpanggang api. Setelah getaran dahsyat, akhirnya semburan putih membara memercik ke relung terdalamnya. Rangsangan membara itu membuatnya spontan merangkul lengan pria itu, perut bagian bawahnya mulai menyemburkan aliran cairan...
Wajah Su Nanfeng menunjukkan secercah kelembutan yang lega, menatap tubuh gioknya yang bergetar tak karuan. Di dasar hatinya bergelombang rasa kasih sayang, ia berbisik serak di telinganya dengan suara menggoda: "Kita begadang semalaman."
“！！！”
Berbagai fakta membuktikan Wu Yuxuan benar-benar meremehkan daya tahan dan stamina terkutuk pria itu. Dengan tubuhnya, ia mendemonstrasikan makna pernyataan "Untukmu, aku tak bisa mengontrol diri". Hampir semalaman tubuhnya terombang-ambing, terkadang di atas, terkadang di bawah, terkadang miring. Tubuh lemasnya dilipat menjadi berbagai bentuk, berulang kali membuka berbagai posisi baru.
Sedangkan tempat tidur itu seperti dilanda banjir, sprei tak pernah kering...
Tubuh Wu Yuxuan mencapai batas maksimal, kelelahan membuatnya tertidur pulas. Pria itu masih terus bergerak tak kenal lelah. Dalam kesadarannya yang naik turun, ia mendengar suara serak dan tubuh yang terus bergoyang...
Entah berapa kali kemudian, Su Nanfeng akhirnya berbaik hati melepaskannya. Dengan susah payah ia membuka kelopak mata melihat langit di luar jendela yang sudah mulai semburat terang.
Benar-benar begadang semalaman...
Wu Yuxuan bergumam tanpa sadar: "Su Nanfeng, kalau gajiku dipotong karena bolos kerja, aku akan membunuhmu."
Yang membalasnya adalah suara Su Nanfeng: "Hari ini Sabtu, tidak perlu kerja."
Wu Yuxuan benar-benar kelelahan, dalam tidurnya yang pulas seolah mendengar Su Nanfeng menggoyang-goyang bahunya untuk membangunkannya. Kelopak matanya terasa sangat berat hingga tak bisa terbuka, dalam kesadaran yang samar-samar ia terus mengutuk pria itu dalam hati - sudah bekerja sampai larut malam, tak memberi waktu istirahat tambahan, sungguh keterlaluan!
Su Nanfeng akhirnya tak berhasil membangunkannya. Dengan terpaksa ia membawa bubur yang sudah dimasak ke samping tempat tidur, menyuapinya sendok demi sendok perlahan. Meski makannya sangat lambat, tapi akhirnya perutnya terisi. Barulah ia merasa lega dan tidur mendampinginya.
Tidur sampai pukul tiga empat sore, Wu Yuxuan akhirnya sadar. Dengan gerakan cepat ia langsung duduk tegak. Su Nanfeng sudah tak ada di samping tempat tidur. Cepat-cepat ia turun dari kasur, mengenakan sandal lalu berlari ke kamar mandi. Dari bawah Meja Kaca di kamar mandi, ia mengorek-ngorek tablet obat yang disembunyikannya. Dua tablet ditaruhnya di telapak tangan lalu ditelan mentah-mentah. Setelah menelan dengan susah payah, ia menyembunyikan kembali obat itu.
Wu Yuxuan sangat tahu efek samping obat-obatan ini bagi tubuh. Tapi apa lagi yang bisa dilakukannya? Setiap kali Su Nanfeng selalu meninggalkan "miliknya" di dalam tubuhnya. Ia benar-benar tak ingin "benda-benda" itu tumbuh menjadi janin.
Konsekuensinya terlalu berat. Terlalu berat untuk ditanggungnya sendiri.
Wu Yuxuan mengganti pakaiannya dengan gaun berwarna cerah, lalu merias wajah tipis di depan cermin. Dia mengaplikasikan banyak alas bedak di area kantung mata untuk menutupi lingkaran hitamnya. Setelah semuanya siap, dia berlari menuruni tangga.
Awalnya dia mengira Su Nanfeng sudah pergi dan hanya ada dirinya sendiri di vila itu. Saat kakinya menginjak lantai ruang tamu lantai satu, barulah dia menyadari kehadiran pria itu. Su Nanfeng sedang duduk di sofa sambil membaca koran, ditemani seorang gadis berpakaian sederhana di sebelahnya.
Wu Yuxuan langsung tersadar. Dia berbalik badan untuk lari, tapi terhenti oleh teriakan "Cào!" dari gadis itu.
Gadis tersebut bangkit dan menarik Wu Yuxuan dari tangga, mendudukkannya paksa di sofa. Matanya yang berbentuk phoenix mengamati dengan curiga, lalu beralih ke Su Nanfeng. Sebelum sempat bertanya, pria yang tenang itu sudah melipat korannya. "Nanjing, jangan macam-macam. Kembalilah ke kampus dan selesaikan studimu. Itu yang terpenting, mengerti?"
"Tapi, Kak! Tidak mau jelaskan siapa dia?" Su Nanjing mencibir tak puas, lalu tersenyum licik ke arah Wu Yuxuan. "Lumayan juga cantiknya. Selera kakakku makin bagus, jauh lebih baik dari Gu Jingwei."
Dari percakapan singkat itu, Wu Yuxuan sudah memahami identitas gadis itu. Dialah Su Nanjing, adik tiri Su Nanfeng dari ayah yang sama.
“Jika di dunia ini ada seorang wanita yang benar-benar disayang dan dimanja di hati Su Nanfeng, selain Su Nanjing, tidak ada orang kedua.”
Tangan kecil Su Nanjing memegang dagu Wu Yuxuan dan menggoyang-goyangkan kepalanya. Setelah melepaskan, tangannya turun ke kerah baju Wu Yuxuan, menyibak tepian kerah. Matanya yang berbentuk mata phoenix menatap bekas-bekas di tubuhnya sambil berkecap-kecap.
