Bab 174 Panggil Kau Kakak Ipar, Ingat Menjawab
“Dengar dengar, kenapa kau cerewet sekali.” Suara Wu Yuxuan kesal tapi manis, dia benar-benar tergila-gila pada perasaan dikuasai Su Nanfeng ini, membuatnya merasa seperti harta berharga di tangan pria ini.
Wu Yuxuan perlahan mengangkat kepala dalam pelukannya, langsung berhadapan dengan wajah tampannya. Nafasnya, nafasnya, kedua nafas menyatu, bahkan frekuensinya selaras.
Su Nanfeng juga menatapnya dengan pandangan berat, “Lain kali, saat Nanjing memanggilmu kakak ipar, ingatlah menjawab. Tidak jawab itu tidak sopan.””
“Apa sih...” Wu Yuxuan mendorongnya, “Aku bukan kakak iparnya, buat apa jawab? Jangan asal bicara.” Hatinya sudah kacau, wajah mungilnya memerah bergelombang.
"Mungkinkah, kau ingin Nanjing memanggil wanita lain sebagai kakak ipar?"
Wu Yuxuan tentu tidak memiliki pemikiran seperti itu di hatinya, tetapi ketika Su Nanjing memanggilnya "kakak ipar", atas dasar apa dia bisa menjawab? Dia benar-benar bukan siapa-siapa bagi Su Nanfeng, hanya seorang wanita yang tak pantas terlihat. Ia sudah memiliki tunangan bernama Gu Jingwei.
Lalu dia? Apa statusnya? Bukan apa-apa!
Wu Yuxuan sungguh tak ingin membahas topik ini dengan Su Nanfeng. Dia tak tahu harus berkata apa atau malu mengatakannya. Perasaannya terhadap Su Nanfeng hanyalah harapan sepihak, bahkan tak berani berharap balasan. Dia menggerakkan tubuhnya: "Lepaskan, aku mengantuk, ingin naik tidur."
"Bukankah baru saja bangun tidur?"
"Mengantuk lagi."
"Kau babi ya? Begitu mudah mengantuk?"
Wu Yuxuan melepaskan genggamannya, "Kau yang babi! Aku mengantuk karena ulahmu sendiri. Perbuatanmu sendiri yang kausebut baik malah menyalahkanku."
Baru saja duduk, dia ditarik kembali ke pelukan hangatnya. Tubuhnya tertekan di sofa sementara ia tersenyum menggoda: "Coba jelaskan, perbuatan baik apa yang kulakukan?"
"Takkan kukatakan! Kau tak malu, aku masih punya muka." Hal semacam itu mustahil diucapkannya.
Senyum Su Nanfeng semakin lebar di sudut bibir, "Aku juga penasaran, tak tahu siapa yang terus menggeliat di atas tubuhku semalam..."
Ya! Wu Yuxuan tiba-tiba teringat saat dia pernah dibujuk untuk duduk di atas tubuhnya, bahkan dirinya sendiri yang turun menelannya...
"Su Nanfeng, bisakah kau jangan begitu tak tahu malu!" Padahal jelas-jelas dia yang membujuk, kalau tidak mana mungkin dia sampai tak tahu malu seperti itu.
Su Nanfeng memandang wajahnya yang merah padam, hatinya riang. Bibirnya mendekati daun telinganya, bertanya: "Sayang, katakan padaku, kali ini mau di mana?"
Darah Su Nanfeng berdesir dalam tubuhnya, membuatnya tak kuasa ingin merasakan keindahannya, ingin memiliki seluruh keindahannya.
"Su Nanfeng, aku sangat lelah dan mengantuk, tidak usah lagi ya?" Wu Yuxuan memohon.
"Baik!" Su Nanfeng dengan sigap mengiyakan permintaannya, tapi masih bersikeras: "Sudah banyak sudut rumah ini yang menyimpan jejak kita, di mana lagi yang kau mau, katakan padaku?"
Brakkk!
Wu Yuxuan sekali lagi dikejutkan oleh Su Nanfeng. Dipikirkannya juga, mereka memang sudah terlalu sering bermesraan di vila ini sampai setiap sudut menyimpan kenangan. Pikirannya tak sengaja terbawa, tiba-tiba dia teringat satu tempat yang belum: "Dapur."
Setelah mengatakannya, dia menyadari kesalahannya...
Su Nanfeng tersenyum dalam: "Malam ini kita coba sensasi di dapur."
“...”
Wu Yuxuan ingin menggigit lidah sendiri, kenapa dia harus menyebut hal itu..
Su Nanfeng melihat ekspresi malu yang terpancar di wajahnya, ia tersenyum puas dengan sorot mata yang semakin dalam: "Sayang, jangan pernah meninggalkanku selamanya, ya?"
Dibandingkan dengan sikap otoriternya sebelumnya, kali ini suaranya penuh kelembutan dan permohonan yang membuat jantungnya berdebar kencang.
Inilah pria yang dicintainya - kadang otoriter kadang lembut, selalu membuatnya tak bisa melupakan maupun melepaskan, racun cintanya telah merasuk dalam jiwa, mengacaukan pikirannya dan menghancurkan hatinya sampai ke liang kubur...
Mungkin memperhatikan kondisi fisik Wu Yuxuan, Su Nanfeng tidak memaksa keinginannya. Ia menariknya ke ruang makan, mengeluarkan makanan hangat dari kompor penghangat dan meletakkannya di hadapannya. "Tak kusangka kau menyisakan makanan untukku," hatinya berbunga-bunga.
Alis Su Nanfeng berkerut, nada suaranya terdengar kesal: "Kapan aku tidak menyisakan untukmu?"
Benar juga... Hati Wu Yuxuan semakin berbunga, makanan biasa terasa manis seperti madu di lidahnya.
Setelah kenyang, Wu Yuxuan mulai mengantuk. Su Nanfeng menyindirnya "dasar babi" lalu menggendongnya ke lantai dua. Membaringkannya di kasur dan menyelimutinya rapat, ia mencium lembut dahinya: "Tidurlah."
Meskipun Wu Yuxuan belum bisa menerima perubahan sikap pria itu dari otoriter menjadi lembut, namun harus diakui bahwa kelembutannya justru memancarkan daya tarik yang lebih mematikan bagi dirinya.
Mana ada gadis yang tidak ingin diperlakukan dengan lembut oleh pria yang dicintainya? Wu Yuxuan sangat tergila-gila pada kelembutan Su Nanfeng, merasa dirinya sebagai orang paling bahagia di dunia saat dimanja olehnya.
Wu Yuxuan tertidur pulang dengan kepala terlena oleh manisnya kebahagiaan...
Sebelum tidur, dia menyetel alarm. Begitu alarm berbunyi, dia terbangun. Dalam pandangan kaburnya terlihat Su Nanfeng sedang duduk di sofa dekat balkon. Senja yang indah menyirami tubuhnya dengan kilauan keemasan, membiaskan cahaya ke seluruh lantai. Ia bagaikan pangeran yang turun dari awan keemasan.
Su Nanfeng duduk dengan kaki bersilang, majalah terbuka di pangkuannya. Jari-jari panjang yang terlihat jelas tulangnya memegang pena, mencoret-coret sesuatu di halaman majalah. Gesekan antara ujung pena dan kertas menciptakan sura desiran halus yang menambah dimensi estetika pada keheningan ruangan.
Wu Yuxuan memandangnya lama-lama, hingga akhirnya terpana.
Mendengar suara halus, Su Nanfeng mengangkat wajah. Matanya yang kemerahan oleh pantulan senja menatapnya. Bibir sempurna itu merekah dalam senyuman hangat bak mentari. Ia menggeser majalah dari pangkuannya, merentangkan kaki yang tadinya bersilang, lalu menepuk-nepuk pahanya. "Duduklah di sini."
Wu Yuxuan turun dari tempat tidur. Karena lantai kamar dilapisi karpet, dia memilih tidak memakai sepatu dan langsung berjalan kaki telanjang mendekatinya. Kakinya yang panjang melangkah melebar sambil duduk di pangkuannya, kedua tangan merangkul lehernya.
Su Nanfeng secara alami merangkul pinggangnya erat, bertanya lembut: "Tidur nyenyak?"
"Mm." Wu Yuxuan menjawabnya dengan malu-malu.
Su Nanfeng memandangi wanita kecil yang baru saja terbangun. Rambutnya agak berantakan, mata jernihnya yang seperti air memancarkan kemalasan samar, pipinya memerah di kedua sisi. Pandangan itu membuat hatinya bergetar. Tangan yang merangkul pinggangnya mengencang menariknya lebih dekat. Satu tangan menopang wajahnya, satu lagi menahan tengkuknya. Tiba-tiba ia mencium bibir mungilnya, menenggelamkan gelombang perasaan yang meluap dalam dirinya berulang kali melalui ciuman lembut pada bibirnya yang ranum. Ciuman penuh kelembutan itu seolah mampu menyampaikan segala isi hatinya ke relung terdalam jiwanya.
Begitu mudahnya hati Wu Yuxuan dihangatkan oleh sebuah ciuman sederhana darinya.
