BAB 183 Aku Suaminya
An Bin menekan Wu Yuxuan ke tembok dengan kasar, berkata dingin: "Katakan, jika aku memaksamu di sini, apakah dia akan menjijikkanmu?! Pasti tidak ya, tak semua pria seperti aku yang mau menerimamu meski pernah dengan pria lain."
"Berani kau!"
"Tak ada yang tak kuberani! Aku akan membersihkan bekasnya di tubuhmu. Kau harus jadi milikku, luar dalam!"
Tiba-tiba Wu Yuxuan tersenyum, "Maka nasibmu gagal. Sekarang luar dalamku penuh miliknya. Dia selalu meninggalkan semuanya di dalam tubuhku, tak bisa kaubersihkan."
An Bin menggenggam tangan Wu Yuxuan semakin kencang. Ia mengatupkan gigi menahan sakit, "Aku cinta dia. Cuma dia. Lupakanlah niatmu!"
An Bin terhempas seperti kena pukulan dahsyat lalu melepaskannya. Tubuh tegang Wu Yuxuan langsung mengendur. Melihatnya terdiam, ia menyelinap dari samping dan lari. Sesaat sebelum pintu terbuka, suaranya menggema: "Dia bukan milikmu, lupakanlah!"
"Terima kasih peringatannya."
Wu Yuxuan khawatir An Bin mengejar, buru-buru kembali ke ruang VIP. Ia duduk di sudut tergelap sambil mengatur napas, tapi kalimat itu bergema di kepalanya: Dia bukan milikmu... Dia bukan milikmu...
Sejak kecelakaan yang menimpa Mama, Kakek tidak tahan menahan kesedihan kehilangan anak hingga jatuh sakit di tempat tidur. Kakek menggenggam tangannya berkata, "A Wei, Kakek mungkin tidak akan lama lagi. Aku sudah meminta pengacara untuk mewariskan seluruh harta Keluarga Gu padamu. Nanti kamu harus patuh pada Nenek, rawat Nenek dengan baik, ya?"
Saat Kakek menutup mata untuk terakhir kalinya, dia tahu beban yang harus dipikulnya. Karena Kakek ingin menyerahkan segalanya dari Keluarga Gu padanya, dialah penerus masa depan Keluarga Gu.
Tapi setelah kepergian Mama dan Kakek, Keluarga Gu bukan lagi tempat dimana dia dan Nenek bisa mengambil keputusan. Suatu hari Ayahnya tiba-tiba berkata padanya, "Gu Jingwei, keberadaanmu adalah aib bagiku dan Keluarga Gu. Sekarang enyah kau dari sini! Aku akan memberimu identitas baru. Asal kau patuh, aku tidak akan membongkar perbuatan memalukan yang dilakukan ibumu itu."
Saat itu usianya masih terlalu kecil untuk memahami arti kata "memalukan", apalagi mengetahui perbuatan apa yang telah merusak nama baik dilakukan Mama. Meski tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi, dia harus menerima pengaturan Ayahnya. Kemudian dia melepaskan identitas "Gu Jingwei", menemani Nenek meninggalkan Keluarga Gu tanpa lagi memiliki hubungan apapun. Semua orang hanya tahu dia sebagai Wu Yuxuan, yatim piatu yang hidup mengandalkan nenek tua.
Susah-susah punya pacar, akhirnya pacar direbut orang, jatuh cinta mati-matian lagi sama pria itu, tetap saja pria yang bukan miliknya.
Melihat ke masa lalu dan kini, Wu Yuxuan sadar dirinya selalu sendiri. Dunia punya berjuta orang dan hal, tak satu pun terkait dengannya. Perannya cuma figuran, tanpa alur cerita untuknya.
Kesepian seperti rumput air yang tumbuh liar memenuhi relung hatinya. Rupanya yang didambakannya cuma mimpi kosong belaka.
Wu Yuxuan terus berpikir seperti ini, dada terasa sesak dan perih. Tangannya meraih sebotol bir di meja, langsung diguyurkan ke mulut. Dinginnya es merambat dari mulut ke sekujur tubuh, akhirnya masuk ke jantung dan paru-paru, mematirasakan kesepiannya. Yang biasanya anti alkohol ini justru menemukan penghiburan besar dalam minuman keras.
Wu Yuxuan mengusap busa bir di sudut bibir, lalu menuangkan botol utuh lagi. Kesepian dan kekecewaan di tubuhnya sirna. Tapi karena minumnya terlalu cepat, dia tak bisa menahan sendawa. Aroma alkohol kuat menyembur dari mulutnya. Dengan susah payah dia menelan ludah, memaksakan alkohol itu turun ke kerongkongan.
Sebuah perasaan yang seharusnya tidak dikorbankan ternyata bisa membuatnya begitu compang-camping...Dia menyeringai dingin, menertawakan dirinya sendiri, menertawakan segalanya...
Zhang Yue di sampingnya benar-benar terkejut melihat keberanian Wu Yuxuan, tangannya meraih cepat bir di genggaman Yu Xuan, "Yu Xuan, kenapa kau minum begitu cepat? Pelan-pelan, nanti mabuk!"
Wu Yuxuan mengibaskan tangan Zhang Yue, "Hidup yang lepas harus minum bir dengan tegukan besar, makan daging dengan gigitan besar! Dan mencintai seseorang sepenuh jiwa! Kehilangan tubuh, hati, bahkan nyawa pun tak masalah!"
Dia tidak bisa mencintai seseorang sepenuh jiwa, tapi setidaknya bisa minum bir dan makan daging dengan lahap.
"Bagus!!" Seorang teman lama menyambut seruan Wu Yuxuan, botol bir dihempaskan ke lantai, "Wu Yuxuan, aku salut dengan ucapanmu itu! Ayo, kubersulang denganmu!"
"Minum!" Wu Yuxuan mengangkat botolnya tinggi-tinggi, bertabrakan dengan botol temannya hingga berbunyi "dang!", cairan alkohol mengalir di tenggorokan, terasa sangat lega.
Di akhir pesta, kesadaran Wu Yuxuan sudah tumpul oleh alkohol. Kepalanya berat tak sanggup diangkat, pelipis berdenyut-denyut.
"Aduh, sudah kubilang jangan minum banyak-banyak." Zhang Yue menggerutu sambil menyangga tubuh Wu Yuxuan, "Yu Xuan, rumahmu di mana? Aku antar pulang."
"Aku tak mau pulang! Jangan pulang! Aku masih mau minum, ayo, tambah lagi!"
"Ya ampun, ini bukan mabuk biasa, tapi benar-benar mengamuk karena alkohol!" Zhang Yue menyangga tubuh Wu Yuxuan agar bisa duduk tegak, mengambil tasnya dan mencari ponselnya. Di catatan panggilan, dia menemukan nomor yang paling sering menghubungi, lalu meneleponnya. Telepon berdering beberapa kali sebelum diangkat, Zhang Yue berkata: "Halo, apakah Anda keluarga Yu Xuan? Dia terlalu banyak minum di bar, tolong jemput dia."
Alis Su Nanfeng berkerut: "Bar yang mana?"
Mendengar suara pria, Zhang Yue langsung waspada. Karena tidak mengenal identitasnya, dia tidak yakin menyerahkan Wu Yuxuan yang mabuk kepada pria asing ini. Dia bertanya lagi: "Anda siapa bagi Yu Xuan?"
"Saya suaminya."
Zhang Yue tidak tahu kalau Wu Yuxuan sudah menikah. Tapi melihat catatan panggilan terbanyak, seharusnya memang suaminya. Dia memberitahu Su Nanfeng nama dan alamat bar, saat menutup telepon sengaja melihat catatan di ponsel bertuliskan "Brengsek Level Dewa", semakin meyakinkannya bahwa "Brengsek Level Dewa" ini jelas julukan mesra pasangan suami-istri.
Melihat waktu sudah hampir masuk jam yang ditentukan, Zhang Yue merangkul bahu Wu Yuxuan, menopangnya keluar dari bar. Dia berdiri di pinggir jalan sambil menoleh ke kiri dan kanan.
Pada waktu yang sama, An Bin sedang bersiap pulang. Ia berdiri di pinggir jalan mencoba memanggil taksi, matanya mencari-cari taksi kosong. Tiba-tiba, pandangannya tertumbuk pada dua gadis yang berdiri tak jauh darinya. Meski wajah salah satunya tak jelas terlihat, siluet tubuh itu sudah cukup untuk membuatnya mengenali Wu Yuxuan.
An Bin mendekat dan berdiri di depan Wu Yuxuan, tangannya menopang bahu gadis itu. "Yu Xuan, kenapa kamu minum sampai segini banyak?"
