Bab 185 Kenapa Marahin Aku?
Kesabaran Su Nanfeng habis. Bukannya menghargai kelembutannya, si wanita kecil ini malah semakin menjadi. Harus diajarin! Dengan kasar ia mengangkat tubuh Yu Xuan dan melemparkannya ke mobil yang parkir di dekat situ.
Tangan Wu Yuxuan meraih-raih pintu mobil: "Ayo minum... terus minum... bersulang!"
“Su Nanfeng merasa pelipisnya berdenyut-denyut, pandangan dinginnya tertuju pada kedua tangan perempuan itu. Ia mencoba melepaskan genggamannya namun tak berhasil. Suara beratnya meledak, "Lepaskan!"”
“Wu Yuxuan menggigit bibirnya sambil terisak-isak, tiba-tiba ia menangis keras, "Su Nanfeng, bisakah kau berhenti selalu menggangguku? Brengsek besar, brengsek besar!"”
“Kalau kau masuk dan duduk manis, menurutiku, aku tak akan marah padamu.”
“Benarkah?” Wu Yuxuan mendongak, matanya berkaca-kaca menatap Su Nanfeng, berusaha memastikan.
“Su Nanfeng merasa hatinya luluh. Suaranya melunak, "Benar. Kalau kau menurut, aku pasti takkan marah."”
“Wu Yuxuan segera melepaskan pegangan tangannya di pintu mobil. Menahan mual karena aroma alkohol, ia masuk ke dalam mobil dan duduk rapi seperti murid teladan yang sedang belajar.”
“Melihatnya akhirnya tenang, Su Nanfeng membuka pintu pengemudi, masuk dan menghidupkan mobil.”
Saat kembali ke vila sudah larut malam, Su Nanfeng melihatnya tertidur. Dengan hati-hati ia mengangkat tubuhnya. Si kecil yang tertidur lelap tiba-tiba mencium aroma pria yang segar dan halus, seperti ratusan bunga yang bersaing mekar di musim semi. Kehangatan itu cukup untuk mencairkan es di dasar hatinya. Tanpa sadar ia terus mendekat ke sumber aroma itu, sampai akhirnya merangkulnya. Tangannya secara tak sadar memeluk pinggang pria itu, berusaha mencari sedikit kehangatan di sumber aroma terkuat untuk menghangatkan hatinya yang dingin.
Su Nanfeng melihat wajahnya pucat dan tubuhnya menggigil. Ia melepas setelan jasnya dan mengalungkannya di tubuhnya, membungkus sosok mungil itu dalam jas besarnya.
Setelan jas itu masih menyimpan suhu tubuh Su Nanfeng. Merasakan kehangatannya, akhirnya ia menyadari kebenaran: Benar, dia datang!
Ketakutan terdalam Wu Yuxuan akhirnya terobati saat ini. Keraguan dan kebingungannya menguap bersama kehangatan tubuh Su Nanfeng. Tak tahan lagi, ia merangkul pinggang pria itu, seolah ia adalah pelabuhan tempatnya berlabuh, tameng dari terpaan badai.
Su Nanfeng dengan lembut mengangkatnya dalam gendongan. "Sayang, jangan takut. Kita sudah pulang ke rumah."
Ia takut mengganggu sosok kecil dalam pelukannya, melangkah dengan sangat pelan. Saat tiba di kamar tidur lantai dua, dengan hati-hati ia membaringkannya di atas sprei putih yang lebar, lalu meredupkan lampu kamar.
Wu Yuxuan kepalanya terasa berat. Dengan gelisah ia menendang selimut yang baru saja ia selimutkan padanya, "Aku belum bisa tidur, belum mandi, badan bau sekali."
"Baru sadar?" Su Nanfeng khawatir ia keracunan alkohol. Ia mengambil seprei tipis untuk sementara menutupi tubuhnya. Dengan bau menyengat itu, bisa bertahan tidak membuangnya ke jalan saja sudah dianggap kebaikan hariannya, apalagi membawanya pulang?
Wu Yuxuan membuka sprei dan duduk di tepi ranjang. Dalam kondisi tak sadar, kakinya meraba-raba beberapa kali sebelum akhirnya menemukan sandal rumah di bawah tempat tidur, "Aku mau mandi, piyamaku mana..."
Su Nanfeng mana terbiasa melayani orang, apalagi menghadapi wanita mabuk. Ia ingin membiarkannya saja. Ia mundur sambil menyilangkan tangan di dada, mengamati gerak-geriknya. Tak disangka, kakinya terhuyung-huyung hingga tubuhnya terjungkal ke lantai.
Suara "dor!" yang keras itu... membuatnya ikut merasakan sakit. Hatinya tersentak. Ia mengangkatnya yang terjatuh tertelungkup, bertanya: "Terguling di mana? Sakit?"
"Wu Yuxuan menutupi lututnya yang terbentur sambil melirik Su Nanfeng dengan tatapan mabuk, tinjunya menghantam dada pria itu. 'Coba kau jatuh sendiri, rasakan sakitnya!'"
"'Sah-sah saja!'"
"Wu Yuxuan mencibir, 'Tak punya hati nurani!'"
"'Aku tak punya hati nurani?'"
"Su Nanfeng menaikkan nada suaranya tak percaya, siapa yang rela begadang menjemput pemabuk ini? Andai tahu begini, lebih baik biarkan dia mabuk sampai mati."
"Wu Yuxuan menepis tangan pria itu, 'Tak usah kau sokong, aku bisa bangun sendiri.'"
"Su Nanfeng mengangkat alis, 'Nanti jatuh lagi, masih berani menyebutku tak punya hati nurani?!'"
"'Bahkan jika tak jatuh, kau tetap tak punya nurani.'"
"'Baik! Aku tak mau peduli lagi!' Su Nanfeng bangkit dan duduk di tepi ranjang. Jika masih peduli, dia... dia gila!"
"Wu Yuxuan melotot kesal, 'Aku sudah jatuh, kau tak mau menyangga.'"
“...”
"Tadi siapa yang melarangnya menyangga?! Perempuan ini pikun atau sinting?!"
"Su Nanfeng tak mengulurkan tangan. Wu Yuxuan mengambil piyama dan masuk kamar mandi sambil berpegangan dinding. Tak lama, deru air terdengar."
"Su Nanfeng memanaskan makanan di bawah. Ketika Wu Yuxuan tak kunjung keluar, jantungnya berdebar. 'Perempuan sinting! Cepat keluar dari sana!'"
Di dalam tidak ada suara sedikit pun, ia kembali berdiri di luar pintu kamar mandi dan memanggilnya beberapa kali, akhirnya ia langsung menerobos masuk.
Wu Yuxuan duduk sepenuhnya di dalam bak mandi, air hangat menggenangi tubuhnya, air yang meluap membasahi lantai. Rambut basahnya terurai di bahu, kedua kaki panjangnya terlipat rapat, wajahnya pucat tak berdarah, kelemahannya membuat siapa pun yang melihat langsung merasa pilu.
"Sayang?" Su Nanfeng melangkah besar ke depan dan mematikan shower yang masih menyala. Pakaian basahnya menempel erat di tubuh, mengukir siluet sempurna. Baju tipis tak mampu menyembunyikan payudaranya yang montok, kulit tulang selangka putih porselennya seolah merantai pandangan matanya, membuatnya tak mau mengalihkan mata sedetik pun.
Wu Yuxuan yang bagaikan putri duyung di air itu mengangkat kelopak matanya, sorot mata indahnya berkilauan mulai memudar perlahan. Dengan susah payah ia membuka bibirnya: "Aku... tak punya tenaga untuk berdiri."
Ia berusaha keras menahan dorongan untuk mengambilnya, tapi Wu Yuxuan justru menggeliat tak patuh seperti ular kecil, terus-menerus menggerakkan tubuhnya.
“Wu Yuxuan! Jangan macam-macam!” Su Nanfeng tak tahan berteriak rendah. Teriakannya justru membuat si wanita kecil itu mengucurkan air mata seperti keran yang bocor, menangis sebentar lalu tiba-tiba mendorongnya sambil berteriak: "Berteriak-teriak apa! Penipu, janji tidak akan marahin aku, kenapa masih marah-marah?!"
Lantai kamar mandi yang basah membuatnya limbung saat didorong tiba-tiba oleh Wu Yuxuan. Setelah mantap berdiri, ia melihat wanita itu keluar dari bak mandi dan tanpa malu-malu melepas baju basahnya dihadapannya, lalu mengenakan piyama sambil bergumam: "Jangan ganggu aku lagi, nanti aku gigit sampai mati... Brengsek..."
