Bab 189 Dokumen Penting Hilang
Su Nanfeng merengut. "Wu Yuxuan, jangan kau semena-mena hanya karena kau tahu aku memanjakanmu!"
Suara dinginnya yang tiba-tiba membuat Wu Yuxuan tersentak. Matanya yang berkaca-kaca menatap lemas. Benar, dia lupa. Selama ini dalam hal ini dia selalu dipaksa. Hanya karena beberapa kali ia menghargai perasaannya, dia lantas berasumsi sang pria harus selalu menjaga harga dirinya.
Ternyata An Bin benar. Pria bernama Su Nanfeng ini memang bukan miliknya.
Selama ini, di hadapannya dia selalu yang paling hina. Direndahkan sampai ke dalam tanah...
Wu Yuxuan menggigit bibirnya, menatapnya: "Tuan Su, aku yang kurang ajar, jangan dimarahi!"
"Kau... kau kenapa...?" Su Nanfeng tertegun, benar-benar tak bisa menerima perubahan sikapnya yang tiba-tiba.
Senyum lega yang cerah mengembang di sudut bibir Wu Yuxuan, "Tidak apa-apa. Anggap saja kau melayaniku semalaman. Teknikmu... cukup memuaskan."
Mengapa dalam senyum itu Su Nanfeng melihat kepedihan yang menyayat? Hatinya terasa sakit. Ia menyeringai dingin: Perempuan ini terus menyebutku brengsek, orang gila. Sebenarnya siapa yang gila?
Setelah berganti baju dan sarapan, Wu Yuxuan pergi sendirian. Su Nanfeng malas mengurus perempuan moody ini. Hari ini ia harus rapat di Perusahaan Induk, tak sempat ke MiYan.
Setelah naik bus hampir setengah jam, Wu Yuxuan tiba di perusahaan. Setelah absen, baru duduk di meja kerjanya, Han Lin sudah menghampiri dengan sepatu hak 8cm, wajah penuh kemarahan: "Wu Yuxuan! Jelaskan ini apa!"
Sebuah kantong kecil jatuh di mejanya. Dengan bingung ia membuka kantong itu - ternyata berisi potongan kecil kertas hasil penghancuran. Ia menatap Ketua grup dengan bingung: "Apa ini, Ketua grup?"
“Aku malah ingin bertanya apa ini!” Han Lin berkata dengan marah, amarah yang berkobar di matanya cukup untuk membakarnya menjadi debu, “Kutanyakan, tugas apa yang kuserahkan padamu Jumat lalu?”
Wu Yuxuan menjawab jujur: “Anda memberi saya dokumen untuk dicetak, setelah dicetak ditempatkan di meja kerja Anda, juga mengatakan itu didapat dari perusahaan lain – setelah dicetak tidak boleh disimpan salinan, dokumen cetakan tidak boleh hilang.”
Han Lin bertanya: “Apa kamu melakukannya sesuai perintah?”
“Sudah. Setelah mencetak, saya kembalikan flashdisk ke orang perusahaan itu, hasil cetakan kutaruh di kantor Anda, saya tekan dengan gelas minum Anda.”
Han Lin menunjuk tas kecil di tangan Wu Yuxuan sambil menuding, “Lihat sendiri! Inilah dokumen yang kau berikan padaku, perhatikan baik-baik!”
“Apa?” Alis Wu Yuxuan berkedut, matanya menyapu tas kecil itu. Han Lin mengatakan ini dokumen penting?! Dia panik, “Tidak, Ketua grup, saat kuserahkan masih berupa dokumen utuh, kok bisa...”
“Maksudmu aku sengaja merusak?” Han Lin dengan sengaja memelintir makna perkataan Wu Yuxuan, seketika mengarahkan pembicaraan ke jalur sesat. Karyawan lain yang sedang bekerja serentak menghentikan aktivitas, berbagai tatapan mengarah padanya bagai ingin menggali kedalaman niat jahatnya terhadap Han Lin.
Sejujurnya, tuduhan sebesar ini dari Han Lin sama sekali tidak berani diterima oleh Wu Yuxuan. Dia yakin saat menyerahkan dokumen ke Ketua grup dalam keadaan utuh. Mengapa sekarang berubah menjadi serpihan kertas, pasti ada sesuatu yang mencurigakan di baliknya.
Saat itu, seorang rekan kerja lain di perusahaan bernama Xiao Li datang dengan pura-pura terkejut, "Astaga, Yu Xuan! Ternyata dokumen yang kau minta aku hancurkan hari itu adalah dokumen penting untuk Ketua grup. Andai tahu begini, aku pasti tidak akan membantumu."
Xiao Li adalah staf administrasi perusahaan. Hampir seluruh pencetakan, pengaturan, pengarsipan, dan penyimpanan dokumen perusahaan ditangani sendiri olehnya. Pernyataannya tadi bagaikan bukti kuat yang mengukuhkan kesalahan Wu Yuxuan.
Dengan kesaksian Xiao Li, Wu Yuxuan langsung menjadi bulan-bulanan. Hampir semua karyawan lain menatapnya. Makna dalam pandangan mereka sudah jelas - mereka telah memvonisnya bersalah.
Tentu, dengan munculnya "kesaksian" terkejut palsu Xiao Li ini, Wu Yuxuan sudah sangat yakin. Semua ini - dokumen penting yang dihancurkan, kesaksian Xiao Li - adalah bagian dari konspirasi Han Lin untuk menjeratnya. Xiao Li hanyalah pembantu, semua ini dirancang untuk memaksakan tuduhan ini ke dirinya, mau tidak mau harus diterima!
Wu Yuxuan biasanya berusaha menjaga profil rendah, sedikit bicara banyak bekerja, dan tidak pernah bergosip tentang orang lain bersama rekan kerja di perusahaan. Meski bersikap santun, dia tidak mudah dijadikan kambing hitam. Menghadapi tuduhan Xiao Li, dia langsung membalas: "Xiao Li, mengapa kau berbohong dan memfitnahku? Aku tidak punya permusuhan atau konflik apa pun denganmu!"
Xiao Li langsung terlihat tersinggung, matanya berkaca-kaca seolah hendak menangis. "Yu Xuan, kau sendiri bilang kita tidak punya konflik. Apa alasan aku memfitnahmu? Aku hanya mengatakan kebenaran. Apakah kau marah karena kesalahanmu terbongkar? Atau kau merasa bersalah dan ingin cuci tangan?!"
Persepsi Wu Yuxuan tentang Xiao Li berubah drastis. Dulu dia mengira Xiao Li polos dan lugu seperti adik tetangga, tapi ternyata perkataan dan tindakannya sangat terarah, langsung memojokkannya tanpa ampun!
Han Lin menyela: "Yu Xuan, kalau berbuat salah harus mengaku. Perusahaan tidak akan menghukummu. Masalah data klien yang kau hilangkan dulu pun perusahaan masih memberimu kesempatan."
Han Lin sengaja mengungkit kesalahan lama di rapat ini, tidak lain adalah untuk memengaruhi pikiran karyawan lain yang sedang menonton, agar mereka membentuk kesadaran bahwa Wu Yuxuan memiliki catatan kesalahan sebelumnya. Bagi seseorang yang pernah melakukan kesalahan, bukankah wajar jika melakukan kesalahan lagi kali ini?
Yang membuat Wu Yuxuan bingung adalah, dia benar-benar tidak mengerti bagaimana hati manusia bisa berubah secepat ini. Dia masih ingat kejadian hilangnya data klien karena kesalahan kerja beberapa bulan lalu, saat itu Han Lin yang membelanya mati-matian di hadapan Su Nanfeng demi memberikan kesempatan bagi karyawan baru seperti dirinya. Namun hanya dalam hitungan bulan, segalanya berubah drastis. Ketua grup yang dulu memberinya bimbingan dan perlindungan, kini malah bersekongkol dengan orang lain untuk menjebakkan kesalahan yang sama sekali bukan miliknya ke pundaknya. Dia tahu hati manusia bisa dingin, tapi tidak menyangka bisa sedingin ini.
