Bab 191 Menyaksikan Ia Bercumbu dengan Perempuan Lain
Perasaan panik Wu Yuxuan berlanjut hingga sore hari. Sekitar pukul empat sore, dari obrolan karyawan lain dia mengetahui Su Nanfeng telah datang ke perusahaan. Dadanya yang sempat sesak perlahan mulai mereda. Untuk pertama kalinya, keinginan untuk menemui pria itu begitu menggebu - meski mungkin tak mendapat pengampunan, meski akan dimarahi atau dihina, dia hanya ingin berada di sisinya.
Dengan tekad bulat, Wu Yuxuan langsung menuju kantor Su Nanfeng. Saat pintu terbuka, pemandangan pria itu berpelukan erat dengan seorang wanita membuatnya membeku. Nafasnya seolah tercekat, tubuhnya tak bereaksi.
Pakaian Su Nanfeng dan Ma Jiajia dalam keadaan tidak rapi. Terutama Ma Jiajia yang berbaring di bawah Su Nanfeng, rok tersingkap hingga pinggang memperlihatkan kaki putihnya yang melilit pinggang pria itu. Mereka terlihat sangat mesra dan sulit dipisahkan. Suasana panas memenuhi ruangan, diiringi desahan-desahan kecil yang terus bergema.
Wajah Ma Jiajia memerah. Tatapannya ke arahku penuh kemenangan, seolah berkata: "Wu Yuxuan, kau lihat?! Perhatikan baik-baik! Akhirnya aku bisa naik ke ranjangnya. Kau sudah ketinggalan zaman, tunggu saja saatnya dibuang!!"
Ma Jiajia menemukan Wu Yuxuan, Su Nanfeng juga menyadarinya. Dengan tenang ia bangkit dari sofa, matanya yang datar menatap wanita kecil di pintu kantor, bertanya dengan nada datar: "Ada perlu?"
Kepala Wu Yuxuan seperti tali yang tegang tiba-tiba putus, "dentang!" membuatnya kesakitan. Ia pernah membayangkan berbagai skenario - mungkin Ma Jiajia yang menyergapnya, atau kebetulan melihat adegan yang salah paham. Tapi tak pernah terbayang ia akan ditanya dengan nada sedatar ini.
Wu Yuxuan mengerahkan seluruh tenaga untuk menjawab "Tidak ada", bahkan tak sanggup mengucapkan "Lanjutkan saja".
Wu Yuxuan berbalik hendak pergi. Baru mengangkat kaki, Su Nanfeng tiba-tiba memanggilnya. Ia berhenti, tapi yang didengar hanya: "Lain kali, jangan lupa ketuk pintu."
Tik... tok!
Wu Yuxuan mendengar suara hatinya berdarah, begitu nyaring hingga kesedihannya seperti diperbesar ribuan kali di bawah mikroskop. Membelakangi tanpa menoleh, ia menahan air mata di pelupuk mata: "Saya paham, Tuan Su!"
Dua kata "Tuan Su" diucapkan dengan sangat tegas, sangat menusuk.
Wu Yuxuan menutup pintu kantor itu. Badannya menyandar di dinding sebelah pintu. Air mata yang ditahan tadi akhirnya menyerah, meluber tak terbendung seperti banjir bandang.
Tiba-tiba, Wu Yuxuan merasa hari ini adalah hari sialnya, sungguh ironis.
Di perusahaan, dia menerima berbagai fitnah dari semua rekan kerja. Keberanian yang dipaksakannya sudah habis terkuras, hanya ingin mencari secercah kehangatan dan penghiburan dari Su Nanfeng agar tidak ambruk. Dengan harapan tak terbatas dia datang, namun yang menunggunya adalah keakraban intim pria itu dengan wanita lain, tanpa penjelasan sepatah kata pun.
Seberapa naif dan konyolnya dirinya sampai berani menyerahkan hatinya ke hadapan Su Nanfeng, membiarkannya menginjak-injak dan meremukkan tanpa sisa harga diri?
Kaki Wu Yuxuan lunglai. Tubuhnya yang tak tertahankan meluncur menyusuri tembok hingga berjongkok di lantai. Kedua tangan memeluk lutut, wajah basah air mata terkubur dalam lipatan paha. Tetesan air mata berderai membasahi celana jinsnya. Rasa sakit yang menusuk-nusuk merobek seluruh tubuhnya, sesak napas hingga mulutnya menganga mencari udara. Desahan nafas yang terengah-engah itu seakan ingin memuntahkan jantungnya yang remuk.
Tak ada hati, maka takkan ada rasa sakit.
Wu Yuxuan sendiri tak ingat sudah berapa lama menangis. Hanya tahu air matanya telah kering. Pintu terkunci itu masih belum terbuka - laki-laki dan perempuan sendirian dalam satu ruangan, siapa pun bisa menebak apa yang terjadi di dalam.
Di kantor Su Nanfeng masih tersisa banyak jejak kebahagiaan yang pernah dia ciptakan bersama pria itu. Kini, semuanya akan digantikan oleh wanita lain.
Setelah waktu yang lama, Wu Yuxuan berpegangan pada dinding dan berdiri. Kakinya sangat kebas karena terlalu lama berjongkok. Butuh waktu cukup lama sebelum rasa kebasnya hilang.
Saat menoleh tiba-tiba, dia tidak sengaja menabrak seorang pria. Dia langsung mengenali pria itu sebagai Asisten Pribadi Su Nanfeng, Xiao Hou.
Asisten Hou awalnya membawa sebuah dokumen. Tabrakan mendadak ini membuat map di tangannya terjatuh ke lantai. Selembar kertas tersembunyi meluncur keluar. Saat membungkuk mengambilnya, Wu Yuxuan melihat jelas isi dokumen tersebut.
Isinya tentang kontrak penandatanganan Ma Jiajia sebagai duta perusahaan pernikahan Miyin. Artinya, Su Nanfeng memutuskan agar Ma Jiajia menjadi model gaun pengantin karya Wu Yuxuan untuk kompetisi pernikahan nasional.
Awalnya Wu Yuxuan mengira tidak ada yang lebih ironis dari melihat keintiman Su Nanfeng dengan Ma Jiajia.
Ternyata ada.
Wu Yuxuan mengembalikan kontrak itu ke Asisten Hou. "Kalau mau bertemu Tuan Su, mungkin harus menunggu. Dia sedang sibuk."
Asisten Hou melirik pintu kantor yang terkunci rapat, lalu melihat sisa air mata di sudut mata Wu Yuxuan. "Nona Wu, mungkin ada kesalahpahaman tentang Tuan Su. Bukan tipe orang seperti yang kau pikirkan."
“Benarkah?” Wu Yuxuan sebenarnya tidak percaya dengan penjelasan Asisten Hou. Bukan karena meragukan integritasnya, tapi karena dia memang asisten Su Nanfeng. Bukankah wajar jika dia membantu membela bosnya?
Apa yang telah dilihat dan didengarnya cukup untuk menghancurkan hatinya. Lalu adegan seperti apa yang terjadi di balik pintu kantor yang terkunci rapat itu? Masih sulit dibayangkan?
Wu Yuxuan langsung menuju toilet setelah keluar dari kantor Su Nanfeng. Dia membasuh muka dan memakai bedak untuk menutupi bekas tangisan sebelum kembali ke area kerjanya. Karena kejadian pagi itu, kini reputasinya di perusahaan sangat buruk. Siapa lagi yang akan peduli kemana dia pergi begitu lama? Tentu saja tak ada yang menyadari dia baru saja menangis pilu.
Wu Yuxuan tak bisa mengendalikan pikirannya. Bayangan Su Nanfeng dan Ma Jiajia sedang bercinta terus menerus terlintas di benaknya. Apakah dia juga menggunakan berbagai posisi intim yang dulu pernah dipakainya untuk memanjakan Wu Yuxuan, kini dipraktikkan pada Ma Jiajia?
Semakin dipikirkan, hati Wu Yuxuan semakin sakit. Bahkan dia tak bisa berkonsentrasi bekerja. Dokumen yang dikerjakannya penuh dengan kesalahan ketik. Jika laporan ini diserahkan, pasti akan membuatnya dimarahi habis-habisan.
Akhirnya tiba juga waktu pulang kantor. Wu Yuxuan tidak berlama-lama di perusahaan. Langkahnya cepat seperti dikejar monster ganas, seolah jika melambat sedetik pun, dirinya akan langsung ditelan bulat-bulat oleh kegelapan.
Keintiman Su Nanfeng dengan Ma Jiajia bagi dirinya tak ubahnya seperti banjir bandang dan binatang buas.
