Bab 192 Benar-benar wanita pemboros
Wu Yuxuan naik bus, setelah sampai di halte dengan pikiran melayang baru menyadari ternyata mengambil rute menuju vila Su Nanfeng. Kebiasaan ini benar-benar menakutkan, sejak kapan alam bawah sadarnya mulai menganggap vila ini sebagai tempat pulang alternatifnya?
Dia berdiri di pinggir jalan menyewa sepeda motor, tanpa tujuan jelas, hanya menyuruh supir terus melaju ke depan. Ketika argo menunjukkan lebih dari tiga ratus ribu, barulah dia membayar dan turun.
Tak tahu ini tempat apa, tapi merasa lokasi ini sangat jauh dari Su Nanfeng. Baru kemudian kesedihan di hatinya berhenti mengganggunya.
Dia berjalan ke sebuah plaza, menonton film hingga tayangan selesai, bahkan belum sempat melihat judul filmnya.
Mengeluarkan ponsel melihat waktu hampir jam 11 malam. Layar menunjukkan ratusan panggilan tak terjawab - semuanya dari Su Nanfeng.
Tak ingin membalas, dia menyimpan ponsel kembali ke saku. Berjalan beberapa ratus meter melihat deretan warung makan malam di sepanjang jalan tepi sungai.
Wu Yuxuan memilih warung mie pedas asam, memesan porsi ekstra pedas. Setelah mencicipi masih merasa kurang, dia minta semangkuk sambal utuh dan menuangkannya semua. Rasa pedasnya mungkin bisa membunuh seekor sapi.
Rasa pedas menggelitik indra perasanya, membuat suasana hati sedikit membaik.
Di tengah makan, layar ponselnya menyala lagi. Penelpon tetap Su Nanfeng, pria terkutuk itu!
Wu Yuxuan menghisap hidungnya, menyambar ponsel, lalu menekan tombol penerimaan. "Su Nanfeng, kau gila ya? Sudah cukup belum?!"
Ada jeda beberapa detik di seberang sana, baru suara Su Nanfeng terdengar. Seperti biasa berat dan menggairahkan, tapi kali ini bernada panik. "Wu Yuxuan, kau di mana!!"
"Makan."
"Di mana?!"
"Tempat makan."
"Di mana?!!" Jelas kesabaran Su Nanfeng sudah habis.
"Nggak tahu!" Wu Yuxuan benar-benar tak tahu lokasi ini. Dia hanya berjalan tanpa arah.
"Sudah kutelepon berkali-kali, kenapa tidak diangkat? Kau tahu aku sangat khawatir?"
Wu Yuxuan cekikikan. Dia benar-benar kagum pada kemampuan Su Nanfeng berbohong tanpa persiapan. Pantas disebut Putra Mahkota Keluarga Su, kebohongannya terstruktur rapi tanpa celah.
Amarah yang ditahan Wu Yuxuan meledak. "Aku kan orang dewasa, mana mungkin tersesat!"
Seketika suara Su Nanfeng membeku. Meski lewat telepon, Wu Yuxuan bisa merasakan hawa dingin darinya. "Kirim lokasi, aku jemput."
"Nggak perlu!"
"Kalau ingin tetap hidup, jangan berani-berani tidak mengirim!!"
Setelah itu, Su Nanfeng mematikan telepon.
Benar, inilah sifat otoriter Su Nanfeng. Tak peduli apa yang terjadi, ia selalu bisa bersikap begitu tinggi di atas, memandang semua orang dengan tatapan yang menguasai. Dan Wu Yuxuan adalah salah satunya.
Sekeras apapun mulut Wu Yuxuan, sekuat apapun amarahnya, tetap tak bisa mengalahkan Su Nanfeng. Dengan menyerah, ia mengirimkan lokasinya padanya.
Setelah Wu Yuxuan kenyang makan dan minum, Su Nanfeng sudah berdiri di hadapannya. Wajahnya yang dingin dan suram tak menunjukkan ekspresi apapun. Tanpa mengucapkan sepatah kata, begitu muncul ia langsung menarik lengan wanita itu untuk pergi. Yu Xuan meronta beberapa kali melepaskan genggamannya.
Su Nanfeng menatap wanita nekat ini dengan pandangan sedingin es, "Pulang!"
Cahaya remang-remang warung tenda menyinari tubuh Su Nanfeng, membuatnya semakin tak bisa membaca makna tersembunyi di balik sorot mata misteriusnya. Semua terasa asing baginya. "Siapa kau pikir diri ini? Jauh-jauh dariku!" teriaknya tanpa tenaga untuk menerka-nerka lagi.
Entah dari mana datangnya keberanian, di saat ini ia justru berani melawannya. Ketika melihat kemarahan yang tersirat di wajah pria itu, hatinya justru merasa sedikit lega. Dalam euforia itu, ia berseru lantang, "Pemilik toko, dua gelas bir!"
Bir segera dihidangkan, cairan kekuningan mengendap di dasar gelas besar, di atasnya terdapat lapisan busa tebal. Dia bisa melihat dengan jelas busa itu menggelembung dalam gelas, meletus butiran demi butiran.
Tangan Wu Yuxuan baru menyentuh pegangan gelas, tangan Su Nanfeng menyapu. Tangannya tidak berhasil mencengkam, gelas besar itu jatuh ke lantai dan pecah berkeping-keping, bir mengeluarkan desisan "ciii".
Wu Yuxuan memutar matanya kesal, "Gila!"
Tangannya meraih gelas lain. Nasib gelas kedua sama dengan yang pertama. Amarahnya meledak, menatap Su Nanfeng yang berdiri dalam sorot lampu berkedip, "Su Nanfeng, apa maumu? Aku bukan propertimu! Tak perlu selalu dibatasi! Kau pikir dirimu pusat dunia? Semua orang harus mengitarimu?!"
"Orang lain tak kuperduli, tapi kau harus mengitariku!!"
Wu Yuxuan meraih sumpit sekali pakai di sampingnya, melemparkannya ke arahnya. Saus cabai di sumpit menempel pada setelan jasnya meninggalkan noda kemerahan, "Dasar otoriter! Beraninya kau?!"
"Karena aku mencintaimu!"
Waktu seakan berhenti, ruang tak bergerak, seolah seluruh dunia hanya menyisakan Wu Yuxuan dan Su Nanfeng. Di telinganya tak terdengar suara apa pun, di pandangannya hanya bayangan pria itu yang terpantul, tak ada objek lain yang bisa masuk. Bahkan napasnya pun terhenti.
Dengan empat kata sederhana "Karena aku mencintaimu", ia langsung menjatuhkan hukuman mati yang tak bisa ditolaknya. Hanya dengan satu alasan ini, ia bisa dengan wajar bersikap otoriter dan dominan padanya.
Hanya satu alasan...
Kepala Wu Yuxuan seperti penuh bubur. Ia tak tahu harus bereaksi bagaimana, apalagi melawan. Membiarkan pria ini perlahan menggerogoti semua kesadarannya.
Lama kemudian, ia menemukan kembali suaranya, "Aku mengerti."
Nada datar bagai permukaan danau di malam hari, tanpa riak sedikit pun, bahkan tak ada gelombang.
Ketenangannya membuat Su Nanfeng mengerutkan alis. Wajah dinginnya yang biasa mulai menunjukkan kegelisahan, "Lalu?"
Wu Yuxuan mengangkat bahu, "Tak ada 'lalu'."
Ketenangan permukaannya berhasil menyamarkan gelombang dahsyat dalam hatinya. Berpura-pura tak terjadi apa-apa, ia berdiri dan mengeluarkan uang, "Pemilik toko, hitung tagihan, tidak perlu kembalian." Lalu menarik lengan Su Nanfeng, "Ayo, pulang."
Tapi tak berhasil menariknya. Ia melirik sambil berkata, "Apa maksudmu tidak perlu kembalian? Sungguh wanita boros."
Atas desakan Su Nanfeng, pemilik toko mengembalikan uang kembalian delapan yuan yang ia simpan di sakunya.
Wu Yuxuan: "..."
“Setelah masuk ke mobil, dagu Wu Yuxuan bertumpu pada telapak tangannya. Memandang pemandangan yang melintas cepat di luar jendela, hatinya terasa begitu penuh seakan memiliki seluruh dunia.”
“Bab 193 Bab 193 Kok Pedas Banget”
“Bab 193 Kok Pedas Banget”
“Perjalanan berlangsung sunyi. Saat tiba di vila, dia membuka pintu mobil sendiri. Su Nanfeng yang mengikutinya dari belakang berkata, ‘Aku dan Ma Jiajia tidak seperti yang kau lihat.’”
“Langkah Wu Yuxuan terhenti di tempat.”
“Su Nanfeng menjelaskan, ‘Dia yang menyergapku. Aku baru akan mendorongnya ketika kau masuk.’”
“Hehe~ Benar-benar alur klise seperti yang dibayangkannya! Kesedihan menyayat hati sebelumnya murni karena kurang percaya padanya, pantas saja!”
“Andai dia lebih mempercayainya, mungkin semua ini tidak akan terjadi.”
“Wu Yuxuan bertanya, ‘Kenapa peran utama dalam karya kompetisi MiYin Wedding Planning jatuh ke tangannya?’”
“‘Ceritanya panjang. Nanti akan kujelaskan perlahan.’”
“Mendengar itu, Wu Yuxuan menoleh dan melihat Su Nanfeng cepat-cepat menghindari pandangannya. Dia yakin ada fakta yang sengaja disembunyikannya.”
“Menyadari upaya penyembunyiannya, dia memilih diam. Toh bertanya pun takkan mendapatkan jawaban.”
Kembali ke kamar tidur, Wu Yuxuan mengambil piyama dan bersiap mandi. Baru saja dia masuk, Su Nanfeng langsung menyusul sambil berkata dengan wajar: "Kita mandi bersama, menghemat waktu."
Dengan setengah hati, Wu Yuxuan menerima alasan ini, mengingat jam yang memang sudah larut.
Mereka berdua duduk di bak mandi. Wu Yuxuan berusaha menjauh darinya, sementara pria itu tetap tenang tanpa melanggar batas.
Awalnya Wu Yuxuan ingin menunggunya bangkit duluan, namun setelah lama menunggu tak juga bergerak, terpaksa dia bangkit lebih dulu. Saat berdiri, sosok sempurnanya yang telanjang sepenuhnya terekspos di hadapannya. Sorot mata pria itu berkilat penuh intensitas, membakarnya dengan tatapan tajam.
Su Nanfeng tiba-tiba berdiri dengan gesit. Tubuh hangatnya menempel erat dari belakang. Dua sosok bersuhu sama saling melilit, memicu api yang berkobar-kobar.
Kedua tangannya mencengkeram pinggangnya, mengangkat tubuhnya dengan paksa ke atas marmer meja kaca. Pantatnya menempel keramik dingin, punggung menempel cermin lebar - semuanya terasa membeku. Saat tubuh pria itu menindihnya kembali, sentakan panas tiba-tiba membuat gemetar seluruh tubuhnya.
Terjepit di antara dingin dan api, hatinya gelisah tak karuan, perlahan mulai tenggelam dalam pusaran nafsu.
Bibir dan lidah Su Nanfeng segera menutupi mulut kecilnya, terus-menerus bergesekan. Lidah panjangnya membuka Gigi mutiara dan langsung menyusup ke dalam. Ia menggulung-gulung lidah mungilnya cukup lama, lalu tiba-tiba melepaskannya, "Kenapa pedas sekali?!"
Wu Yuxuan terkekeh. Malam ini dia makan banyak saus pedas, sampai sekarang perutnya masih terasa terbakar. Tidak mungkin tidak pedas?
Kedua tangan Su Nanfeng membuka kakinya dan menyangganya di Meja Kaca. Perlahan-lahan ia memasukkannya, memenuhi seluruh dirinya.
Gerakannya lembut dan penuh kehalusan, sebuah kelembutan yang langka. Ia terus bergoyang-goyang, membuat punggungnya menggesek permukaan cermin di belakang. Suara kulit bergesekan dengan kaca itu cukup membuat muka memerah, apalagi pantulan dua sosok yang menyatu di cermin.
Wu Yuxuan larut dalam kelembutan Su Nanfeng. Sepenuhnya mengikuti iramanya, tenggelam bersamanya. Rasa kenikmatan mulai merambat dari perut bagian bawahnya. Ia menggigit telinganya dan berbisik dengan suara berat yang menggairahkan, "Sayang, bersuaralah untukku."
Jantung Wu Yuxuan berdebar kencang. Tiba-tiba dorongan kerasnya membuatnya tak kuasa menahan, "Ah!" teriaknya.
Senyum puas tersungging di sudut bibir Su Nanfeng. Tanpa sadar ia mempercepat dan memperkuat tenaga, membawanya bersama mencari rahasia kebahagiaan.
Su Nanfeng mengambilnya sekali di kamar mandi, menggendongnya keluar dan menindihnya di ranjang untuk sekali lagi. Setelah dua kali berakhir, ia merebahkan diri di atasnya sambil terengah-engah, sementara dia sudah lemas seperti lumpur, linglung tak karuan.
Kedua tangan Su Nanfeng dengan posesif memeluk pinggangnya, bertanya dengan napas tak teratur: "Kenapa semakin menggoda, hm?"
Di telinga Wu Yuxuan terdengar detak jantungnya yang mantap, membuatnya merasa tenang tanpa alasan. Pertanyaannya jelas hanya untuk menggoda, dia malas menjawab.
Api pria ini mudah tersulut. Baru saja mereda, ia sudah merangkulnya lagi. Setiap dorongannya menghantam tubuhnya keras, sampai akhirnya menyentuh papan kepala ranjang.
Wu Yuxuan dalam kemabukan asmara bertanya: "Su Nanfeng, kenapa aku?"
"Hm?" Jelas, ia tak paham maksud pertanyaannya.
"Kenapa harus aku yang mengorbit padamu?" Yang ingin dia sampaikan adalah mengapa bukan dia yang dikelilingi, tapi harus mengelilingi pria ini.
Tak disangka, Su Nanfeng mengira pertanyaan itu tentang alasan memilih mencintainya. Ia menjawab: "Karena malam itu, aku juga pertama kali. Bukankah kau harus bertanggung jawab padaku?"
Wu Yuxuan seperti mendengar jawaban dari planet Mars. Ini benar-benar di luar perkiraannya. Menurutnya, ahli seperti dia pasti sudah punya banyak pengalaman praktis sebelumnya.
Ternyata, dia adalah perjaka tua...
Lalu selama bertahun-tahun sebelumnya, dia hanya mengandalkan swasembada?
Tidak heran, pria yang kelaparan memang sangat haus...
Keesokan harinya saat Wu Yuxuan bangun, Su Nanfeng kembali merangkulnya. Di bawah bujuk rayu manjanya, dia kembali "dimakan" sekali lagi. Melihat gayanya, kalau bukan karena pertimbangan dia harus bekerja, sungguh tidak akan mengizinkannya turun dari tempat tidur.
Setelah menelan pil kecil, Wu Yuxuan turun ke ruang makan untuk sarapan lalu berangkat kerja. Begitu tiba di perusahaan, dia langsung diberitahu bahwa Su Nanfeng mengumpulkan semua karyawan untuk rapat.
Tak ada yang berani terlambat. Semua berkumpul di ruang rapat terbesar perusahaan. Dari posisi belakang, Wu Yuxuan hanya melihat hamparan kepala yang berjejalan.
Rapat ini tidak membahas penugasan kerja apa pun. Hanya ada rekaman video yang entah dari mana Su Nanfeng dapatkan. Saat gambar video itu diproyeksikan ke depan semua karyawan, hampir seluruh mata tertuju pada Wu Yuxuan.
Orang dalam rekaman itu adalah Xiao Li, menyelinap masuk ke kantor Han Lin sambil membawa kantong kecil di kegelapan, lalu meletakkan kantong itu di meja kerja.
Itulah buku kuat yang digunakan Xiao Li untuk memfitnah Wu Yuxuan, membuktikan siapa pelaku sebenarnya dan siapa yang tidak bersalah.
Sejak saat itu, situasi berbalik 180 derajat. Wu Yuxuan yang kemarin masih menjadi sasaran empuk kini terbebas dari semua tuduhan. Sebaliknya, Xiao Li yang sebelumnya bersikap yakin dengan tuduhannya justru menjadi bulan-bulanan.
Pembahasan reputasi perusahaan beralih objek, Xiao Li terlibat dalam perusakan data perusahaan dan dipecat, dengan perusahaan mempertahankan hak untuk menuntutnya.
Setelah kasus Xiao Li terbongkar, Han Lin segera meminta maaf kepada Wu Yuxuan.
Segalanya tampak tenang kembali, tapi Wu Yuxuan tahu ini belum berakhir. Meski tak punya bukti cukup, dia yakin dalang sebenarnya adalah Han Lin, sedangkan Xiao Li hanyalah pion belaka.
