BAB 238 Jangan Jadi Kecoak
Pemilik Toko Zhong duduk di tepi ranjang, menyodorkan kamera ke Chen Xue. Saat tombol rekam ditekan, kekacauan erotis antara pria dan wanita itu segera memenuhi kamar tidur, masuk ke telinganya.
Suara perempuan ini, kenapa terdengar sedikit familiar?!
Sebelum Chen Xue ingat siapa itu, video di kamera langsung beralih ke adegan berikutnya. Di layar, seorang pria bergumul erat sambil mengucapkan kata-kata mesum, sementara perempuan yang ditindihnya bukannya malu malah semakin berani.
Perempuan itu sangat dikenali Chen Xue - seorang bintang film berimage suci.
Chen Xue hanya butuh dua detik beralih dari terkejut ke tenang. Tak disangka gadis suci itu bisa seberani ini di ranjang.
Pak Zhong bertanya padanya, "Tidak ada perasaan sama sekali saat melihatku melakukan hal seperti ini dengan wanita lain?"
Chen Xue menyunggingkan senyum sinis, kedua tangannya merangkul leher Pak Zhong, memandangnya dengan genit, "Aku lebih hebat atau dia?"
Pak Zhong tersenyum bangga, mengangkat dagu Chen Xue, "Tentu saja kamu."
Pak Zhong mengarahkan kamera, "Sayang, sini, aku akan merekam semua ekspresi dan gerakanmu, memberikannya padanya agar dia bisa belajar darimu."
Chen Xue dengan percaya diri melakukan pose-pose yang membakar darah, semuanya terekam dalam kamera.
Pak Zhong satu tangan memegang kamera, tangan lain merobek gaun pelayan Chen Xue, bahu mulusnya terekspos penuh pesona. Saat ini dia bagaikan rubah abadi yang siap menghisap jiwa lelaki.
Di tengah berbagai pose menggoda Chen Xue, Pak Zhong mendapatkan kepuasan tak terhingga, "Sayangku, buka sedikit lagi, iya... begitu, angkat rambutmu ke atas lalu jatuhkan perlahan."
Chen Xue menuruti semua permintaannya. Rambut panjangnya dikumpulkan ke atas lalu dibiarkan berjatuhan, helai demi helai menempel di kulit putihnya, membuat sorot mata Pak Zhong kembali gelap.
Chen Xue adalah mahakarya yang diasahnya bertahun-tahun. Ia punya kesabaran tak terbatas untuk bermain-main. Meski nafsunya hampir tak terbendung untuk menyantap sang mangsa, ia tetap mempertahankan sikap penikmat sejati.
Kekosongan bagian terdalam Chen Xue hampir menelannya, dia berbaring di ranjang, mengulurkan kakinya ke Pemilik Toko Zhong, telapak kakinya dengan berani diletakkan di paha pria itu dan terus menggosok, lalu perlahan naik ke atas...
Pemilik Toko Zhong mendengus nyaman sambil menahan pergelangan kakinya, "Kenapa? Sudah tidak sabar?"
Ia belum puas mengagumi pesonanya, belum siap untuk langsung 'menyantapnya'!
Chen Xue berlutut setengah di ranjang, tangannya membuka kancing baju Pemilik Toko Zhong. Tak lama mereka sudah telanjang bulat.
Jari Chen Xue meluncur dari ujung hidung Pemilik Toko Zhong ke bawah, terus merambat hingga mencapai gesper ikat pinggang di pinggangnya. Saat dia menekan gesper itu, terdengar bunyi 'klik' dan ikat pinggang terlepas dari genggamannya.
Pemilik Toko Zhong meletakkan kamera video di ranjang, tangannya terus membelai dagu wanita itu, "Kau memang semakin lihai!"
Ia membutuhkan wanita seperti ini sebagai prajuritnya!
Chen Xue tak tahan lagi, membalikkan posisi dan menjatuhkan Pemilik Toko Zhong ke ranjang, kedua tangan menahan dada pria itu, "Pemilik Toko Zhong..."
Pemilik Toko Zhong menstabilkan pinggul Chen Xue, menemukan pintu masuk ke surga.
Rambut panjang Chen Xue terhempas ke atas, lalu jatuh...
Gerakannya terlalu enerjik, tak lama keringat halus sudah membasahi rambut panjangnya yang berjuntai di tulang selangka seksi, suara paling mesum keluar dari mulutnya.
Chen Xue lunglai tak berdaya di atas ranjang, namun Tuan Zhong bagaikan binatang buas yang baru keluar dari kandang. Ia menatap ekspresi Tuan Zhong, menyaksikan setiap gerakannya dengan perasaan setengah menderita setengah menikmati.
Rambut Chen Xue yang berantakan terurai, kedua tangannya mencengkeram sprei dengan kencang, menyambut hantaman Tuan Zhong yang semakin ganas. Ia bagai pohon raksasa tak berakar, melayang di awan tanpa tumpuan.
"Kau benar-benar karya seni sempurna."
Pujian Tuan Zhong hanya dibalasnya dengan senyum tipis. Kata "karya seni" sudah merupakan pujian tertinggi. Dalam hatinya ia sangat paham, dirinya tak lebih dari mainan belaka.
Kegairahan ini berlangsung sangat lama, semangat Tuan Zhong tak kunjung surut.
Ia mulai curiga apakah Tuan Zhong mengonsumsi obat, tak mungkin seseorang memiliki energi sebanyak ini untuk menyiksanya.
Tubuh Chen Xue mencapai titik kelelahan ekstrem. Dalam sisa kesadarannya, ia merasakan lidah Tuan Zhong menjilati wajahnya.
Tangan Tuan Zhong merayap di sekujur tubuhnya, memancing gemetar halus dari Chen Xue. "Tuan Zhong, cukup... jangan..."
Tangan-tangan pengembara itu tak berhenti meski ia merengek-rengek. Jari-jari itu mulai merayap dari tulang punggung Chen Xue, perlahan turun ke pergelangan tangannya.
Jari Tuan Zhong mengusap-usap pergelangan tangan itu berulang kali.
"Aah!" Chen Xue tiba-tiba menjerit kesakitan. Rasa nyeri di pergelangan tangan mengusir semua kantuknya.
Tuan Zhong melukai pergelangan tangannya dengan pisau kecil, meski bukan arteri besar, darah yang mengalir cukup banyak.
Chen Xue membelalakkan matanya, "Kau... kau..."
Tuan Zhong menatap seksama luka di pergelangan tangan itu, seolah memiliki ketertarikan khusus pada darah. "Sayangku, kau sungguh luar biasa." Sambil berkata demikian, Tuan Zhong menjulurkan lidahnya untuk menjilati darah di pergelangan tangan Chen Xue hingga bersih.
Chen Xue merasa mual berulang kali. Ingin muntah tapi tak bisa, hanya bisa terengah-engah membiarkan Tuan Zhong menjilati lukanya.
Ia benar-benar mesum!
Tuan Zhong mengamati ekspresi Chen Xue yang hampir kolaps dengan tatapan penikmat. Ia tersenyum sinis puas, seperti sedang menatap karya seni. Dengan kasar ia menarik rambut panjang Chen Xue, menekan leher belakangnya agar tak bisa bergerak. "Chen Xue, lihat! Lihat baik-baik! Kau cuma pelacur yang dihina semua orang! Kira-kira dengan mengikutiku kau bisa jadi orang terhormat? Tidak! Tidak! Kau terlalu naif!"
"Aku..." Kondisi mental Chen Xue benar-benar di ambang kehancuran, bahkan satu kalimat utuh pun tak bisa diucapkannya.
“Kau ingat, kau cuma cacing malang yang bisa diinjak siapa saja kapan saja. Kalau kau mati diinjak, tahu jadi apa? Jadi kutu busuk!” Bos Zhong tertawa terbahak-bahak, suaranya penuh hinaan dan ejekan pada Chen Xue. Kekejamannya yang dingin membuat tubuhnya gemetar tak terkendali. Dia ketakutan setengah mati, tapi tak bisa melawan Bos Zhong, hanya bisa seperti boneka kayu yang digerakkan talinya, pasrah diatur semaunya.
“Tidak, aku bukan kutu busuk, aku tak mau jadi kutu busuk!!” Pikiran Chen Xue sudah sepenuhnya dikendalikan Bos Zhong. Dia hanya bisa menuruti pikiran pria itu, kedua tangannya meronta-ronta. “Aku ingin jadi orang yang di atas, ingin semua orang menjilat kakiku!”
“Baik! Aku akan mewujudkan keinginanmu. Sebagai balasannya, apa yang harus kau lakukan untukku?”
“Bunuh, bunuh, bunuh! Kau bantu aku bunuh semua orang yang kubenci, aku juga akan bantu kau bunuh semua orang yang kaubenci!”
Sungguh pantas menjadi penembak jitu pilihannya. Tak mengecewakan harapannya. Dengan mata kepalanya sendiri dia menyaksikan Chen Xue berubah dari waras menjadi tak terkendali. Lidahnya menjilat darah di pergelangan tangan gadis itu, mendorongnya rebah di ranjang. Badannya melesak ke arahnya, bola mata Chen Xue langsung memutih.
