Bab 304 Jangan Pergi
Mulut An Ruoqin yang terus mengerut menjepit batang Lin Ci, kedua tangan kecilnya tak berdaya mencengkeram sprei, tubuhnya bergerak maju-mundur mengikuti guncangannya, terjerembab dalam gemuruh ekstase lewat getaran panjang nan dahsyat...
Batang sekeras batu itu dengan kokoh menancap dalam-dalam, tak tergoyahkan meski bagian terdalamnya terus memeras dan menyedotnya.
Kenikmatan yang intens bergulung-gelombang tanpa henti, ekstase yang menggelitik dan melumpuhkan tiba-tiba meledak dalam tubuhnya. Lin Ci menggigit gigi menikmati cengkeraman sempitnya yang memabukkan, menyaksikan batang penisnya hilir-mudik di antara kelopak merah mudanya, dengan bengis menaklukkan wanita yang hanya miliknya.
Batang penis Lin Ci terlalu keras dan panjang, An Ruoqin merasa tubuhnya hampir terkoyak. Cairan bening dari tubuhnya memudahkan penetrasi lebih dalam. Matanya mulai berkaca-kaca, batang besi yang memerah dan membengkak membuatnya tak kuasa menggerakkan pinggang, wajahnya berkerut antara ekstase dan penderitaan, suara geraman binatang buas keluar dari lehernya.
Setelah lama, batang penis Lin Ci bagai keran yang terbuka, menyemburkan cairan panas...
"Aaaa..."
An Ruoqin diguyur pancaran kuat Lin Ci, bagian terdalamnya bergetar bersama guncangan batang penisnya hingga menjerit-jerit, puncak klimaks menyelimuti.
Lin Ci rebah di tubuh An Ruoqin dengan napas terengah, menciumi air mata yang mengalir akibat gairah. Ia menciumnya lama dalam kemesraan, "Aku mencintaimu... Aku mencintaimu..."
An Ruoqin perlahan sadar dari kenikmatan, kedua tangannya memeluknya, berkata cinta, bukankah dia juga mencintai? Tapi dia hanya bisa mendapatkan cintanya dengan cara seperti ini.
Betapa tragisnya—
Lin Ci menarik diri dari tubuh An Ruoqin, ia berbaring di sampingnya, satu tangan menarik tubuh wanita itu ke dadanya, lengan besi mengikat erat tak mau melepaskannya pergi.
An Ruoqin mendengar napas Lin Ci yang semakin teratur, dengan hati-hati dia membalikkan tubuhnya berhadapan. Ini pertama kalinya dia melihatnya dari jarak sedekat ini, alisnya berkerut rapat menunjukkan kepedihan dalam hati. Dunia menganggapnya sebagai Putra Kedua Keluarga Lin yang terhormat, tapi siapa yang tahu betapa sulitnya hidupnya?
—Kepedihannya, hanya dia yang tahu.
Mungkin karena kelelahan digempur keganasan Lin Ci semalam, An Ruoqin tidur nyenyak. Ketika bangun keesokan harinya, tangannya meraba sisi tempat tidur yang sudah dingin.
Dia bangun mendadak, mata melirik ke samping. Lin Ci berdiri di depan jendela kaca, jarinya menjepit rokok, wajah dingin berkerut. Dengan gemetar dia bersuara: "Lin... Lin Ci..."
Setelah Lin Ci tidur, rasa mabuk di tubuhnya sudah benar-benar hilang. Saat sadar, dia melihat wanita yang bersembunyi di pelukannya ternyata An Ruoqin. Mengingat kembali hal gila yang dilakukannya semalam... Ternyata dia salah mengira An Ruoqin sebagai Wu Yuxuan dan telah menikmatinya sekali?
Tidak! Bukan!
Meskipun Lin Ci mabuk dan tidak bisa melihat jelas wajah orang di bawahnya, tapi semalam saat beraksi dia jelas-jelas mendengar orang di bawahnya mengatakan dirinya adalah Wu Yuxuan...
An Ruoqin berani menyamar sebagai Wu Yuxuan dan melakukan hal itu saat dia mabuk? Apakah dia benar-benar begitu gairah?!
Lin Ci naik pitam. Melihat An Ruoqin terbangun, dia membuang puntung rokok dan melesat ke tepi ranjang. Tubuh kekarnya menindih, kedua tangan mencengkeram pergelangan tangan wanita itu dengan erat: "An Ruoqin, kau berani mengatur skenario untukku?!"
Pergelangan tangan An Ruoqin terasa sakit ditindih. Meski berusaha melepaskan diri, akhirnya dia menyerah. Matanya menatap Lin Ci: "Lin Ci, kau tahu aku mencintaimu, aku-"
"Cintamu semurah itu sampai harus direkayasa?!"
Pertanyaan Lin Ci tiba-tiba membuat hati An Ruoqin pilu, benarlah! Cintanya padanya memang harus direncanakan licik untuk mendapatkannya, entah saat malam pengantin ketika dia tanpa alasan meniduri ranjangnya, atau ancaman nyawa Wu Yuxuan untuk memaksanya, hingga kali ini memanfaatkan mabuknya untuk menyamar sebagai wanita yang dicintainya...
Tiga kali hubungan intim An Ruoqin dengan Lin Ci selalu lahir dari skenario licik antar manusia. Sebagai wanita normal yang punya nafsu dan perasaan, bukankah dia ingin menikmati puncak kenikmatan hubungan suami-istri saat keduanya sadar? Dia ingin, bahkan bermimpi Lin Ci mau menyentuhnya sekali saja dengan tulus...
Harapan kecil ini pun tak terwujud. Selain cara licik ini, adakah metode lain yang lebih baik?
——Tidak ada!
An Ruoqin menahan luka hati: "Lin Ci, aku terlalu mencintaimu, salahkah ini?"
Ekspresi Lin Ci tetap beku. Tatapannya yang dingin membuatnya putus asa. Ia mencemooh: "An Ruoqin, kau benar-benar hina! Berani menjerit nikmat di bawah adik iparmu sendiri. Begitu tak puaskah dirimu, sampai Kakakku tak sanggup memuaskanmu?"
Ucapan Lin Ci bagai pisau dingin yang menusuk jantung An Ruoqin berkali-kali. Hatinya yang sudah compang-camping itu kemasukan angin dingin yang menusuk, membuat seluruh darahnya membeku tak mengalir, tak tersisa sedikit pun kehangatan. Ia merindukan sepasang tangan kuat yang menyelamatkannya dari lumpur, namun malah tangan itu mendorongnya lebih dalam. Ia terus terbenam, jatuh ke jurang es yang gelap gulita. Dia menarik napas dalam-dalam, mengubah kepedihan hati menjadi desahan panjang. Ia berharap kesan yang tertinggal adalah sosok ceria, indah, penuh senyuman... Dengan susah payah ia memaksakan senyum tipis, berkata datar: "Lin Ci, kalau kubilang kakakmu tak pernah menyentuhku, kau percaya?"
Ekspresi Lin Ci berhenti sejenak. Sorot matanya mengamati An Ruoqin, berharap menemukan jejak kebohongan di raut wajahnya.
Namun—
Tidak ada!
Dia sedang berkata jujur.
Tapi manusia sering kali suka berprasangka. Mendengar kebenaran tak percaya, justru mempercayai kebohongan. Apalagi An Ruoqin di mata Lin Ci hanyalah wanita hina—mana mungkin ia berharap dipercaya?
Meskipun ucapan An Ruoqin benar, Lin Ci masih memendam 70% keraguan. Lagipula, apakah hubungan suami-istri antara wanita itu dengan kakaknya tidak berpengaruh baginya. Wanita ini pernah menyakiti Wu Yuxuan, dia sama sekali tidak akan mempercayai orang yang pernah melukai gadis kesayangannya.
Lin Ci mencemoh dingin, "Apa urusanku?!"
Usai berkata, Lin Ci melepaskan tangan An Ruoqin. Ia berbalik menyimpan korek api dan kotak rokok lalu berjalan keluar. Baru beberapa langkah, kekuatan cukup besar tiba-tiba menggenjot dari belakangnya. Sebelum sempat bereaksi, dua tangan telah melingkar di pinggangnya.
An Ruoqin memeluk Lin Ci dari belakang, pipi basah air mata menempel di punggungnya. "Lin Ci, kumohon jangan pergi..."
Lin Ci mengangkat tangan untuk melepas genggaman An Ruoqin, namun justru mendapat pelukan yang semakin erat. "Lin Ci, benarkah kau tak mengerti perasaanku? Aku hanya menginginkanmu, hanya ingin menikahimu."
