Sepertinya Terus... Terus... Berubah
Lin Ci tak bisa melepaskan genggaman An Ruoqin. Ia mencengkeram rahangnya dengan kasar, mengabaikan rasa sakit dan perasaannya: "An Ruoqin, kau benar-benar kehausan pria? Datang sendiri hanya ingin diperlakukan kasar? Jika punya kebutuhan, cari sendiri di luar! Jangan ganggu aku!"
An Ruoqin sudah pasrah. Ia harus mendapatkan Lin Ci. Meski kata-katanya menyakitkan, ia menahan luka hati: "Aku hanya mau pria ini. Tak mau orang lain."
"Hina!"
Lin Ci mengutuk dengan kasar, lalu membalikkan badan dan menindih An Ruoqin di ranjangnya. Tangannya menarik piyama di dada perempuan itu, menyobeknya dengan kasar, lalu menarik celana dalamnya, membuka kedua kakinya, meraba sekenanya, lalu langsung menyerbu masuk tanpa peduli kekeringannya.
Serbuan mendadak yang memenuhi itu membuat An Ruoqin menjerit kesakitan. Dia mencengkeram tangan Lin Ci erat-erat, "Lin Ci, pelan-pelan... Aku sakit...!"
"An Ruoqin, kau yang merayu, memakai baju seperti ini dan naik ke ranjangku, bukankah ini yang kau mau? Aku penuhi!" Ucap Lin Ci sambil mengekang pinggang An Ruoqin tanpa belas kasihan, menerobos tubuhnya semakin dalam dan kasar, bergerak liar di dalam raganya.
Meski saat ini Lin Ci sedang menggeretak di dalam tubuhnya tanpa kelembutan, di mata An Ruoqin ia tetaplah pria lembut berhati mulia. Dia sendiri tak mengerti mengapa begitu terjerat dalam pesonanya, tak bisa melepaskan diri.
Dia mencintai, bahkan tergila-gila pada Lin Ci. Meski ia adalah adik iparnya, meski cintanya dicap tak pantas oleh dunia, dia tetap maju pantang mundur, sekalipun harus hancur berkeping-keping.
Cinta An Ruoqin yang meluap membuat tubuhnya cepat merespons. Sumber peach blossom yang awalnya kering kini mulai beriak oleh gempuran kerasnya.
Lin Ci mengulurkan tangan dan menyentuh sprei di bawah pantat kecilnya, telapak tangannya basah oleh cairan yang mengalir dari tubuhnya. Sudut bibirnya melengkung dengan nada mengejek, "An Ruoqin, kau benar-benar wanita hina! Meski kuperlakukan begini, kau masih bisa bereaksi!"
Tangan An Ruoqin merangkul leher Lin Ci, mendekatkan wajahnya hingga hampir bersentuhan, "Bahkan sebagai wanita hina, aku tetap menginginkanmu."
Lin Ci sedikit mengangkat tubuh An Ruoqin, "Kalau memang ingin, lepaskan bajuku!"
Suaranya parau dan berat. Entah khayalan atau tidak, An Ruoqin merasa mendengar nuansa kerapuhan dalam ucapannya. Tapi saat menatap matanya, yang terlihat hanya dinginnya pandangan dan kebencian terhadapnya.
Rupanya dia berkhayal belaka. Di hati Lin Ci, dia hanyalah wanita jalang yang tak pernah puas, rela melanggar moral demi bersetubuh dengannya.
Tapi langkah ini sudah diambil An Ruoqin. Tak ada niat menarik kembali perasaannya. Ia menarik napas dalam, meraih tali jubah mandinya dan membukanya.
Jari-jari An Ruoqin bisa menghitung berapa kali mereka berhubungan intim. Sebelumnya selalu dalam keadaan mabuk atau paksaan. Terbuai dalam kabut nafsu, tak sempat merasakannya dengan jelas. Kini memandang dada terbukanya, pipinya memerah seperti gadis yang baru jatuh cinta.
An Ruoqin menggigit bibirnya, memberanikan diri membentangkan tangan di dada Lin Ci. Tangan mungilnya perlahan mengelus perutnya yang berotot hingga ke bawah, akhirnya berhenti di sekitar batangnya. Sengaja atau tidak, ia mendekatkan diri, menggoda.
Lin Ci tiba-tiba menarik tangan An Ruoqin ke bagian yang menyatu antara mereka. Tangannya menyentuh kelembapan yang jelas itu, dia tahu itu miliknya...
Dalam keadaan linglung An Ruoqin, Lin Ci tiba-tiba menarik batangnya keluar dari tubuhnya. Di tangannya terasa sebuah tiang naga yang agak lembap namun panas membara. Panasnya membuat tubuhnya gemetar.
Besarnya...
An Ruoqin mengerti maksud Lin Ci. Tangannya tanpa sadar mulai mengelus lembut batangnya, lalu merasakan otot-otot di tubuhnya perlahan mengencang. Hatinya berbunga-bunga melihat reaksi fisik ini.
Meski Lin Ci tak mau hatinya, tak mau cintanya, tapi akhirnya tetap tak bisa lolos dari godaan tubuhnya. Ia tetap membutuhkan tubuhnya...
An Ruoqin menatap Lin Ci. Ia jelas melihat bayangan nafsu yang tak terbendung di mata sipitnya. Bibirnya merekah, tersenyum menggoda: "Lin Ci, bagianmu di sini... sepertinya terus, terus... membesar..."
Lin Ci sangat menyadari tubuhnya bereaksi terhadap An Ruoqin, tapi ia menahan dorongan dalam hati, berusaha meredam amarah, dan berbicara dengan nada dingin: "Bukankah ini yang kau inginkan?!"
Lin Ci selalu mengingat bahwa hubungannya dengan An Ruoqin hanyalah kakak ipar dan adik ipar, selain itu tak boleh ada hubungan lain. Namun dia terus menerus datang menggoda. Sebagai pria, jika tidak "memakannya", sungguh tidak layak disebut lelaki.
Karena sudah melampaui batas hubungan kakak ipar dan adik ipar dengan An Ruoqin, maka langkah selanjutnya hanya bisa menjadi hubungan teman kencan panas.
Selain itu, tak ada lagi!!
An Ruoqin tak tahu apa yang sebenarnya dipikirkan Lin Ci tentang ini. Saat ini juga dia tak ingin menyelami hati pria itu. Dia hanya ingin merasakan kehangatan tubuh dan detak jantung mereka yang saling berpacu. Dengan mata menggoda, dia merayu: "Lin Ci, cepat masuk, berikan padaku."
Senyum sinis di sudut bibir Lin Ci semakin dalam. Dengan pandangan dingin, ia menindih tubuh telanjang An Ruoqin kembali ke ranjang. Dua tubuh bugil itu melekat, suhu mereka cepat meroket.
Terutama ketika hawa panas dari hembusan nafas Lin Ci menyembur di wajah An Ruoqin, hasratnya semakin membara. Dengan mata indah penuh godaan, dia menghela tubuhnya: "Sangat gatal, cepatlah~"
Lin Ci mendengus dingin, kedua tangan membuka kaki An Ruoqin, lalu mencekik lehernya, "Sepertinya kau benar-benar tidak bisa hidup tanpa pria."
An Ruoqin sama sekali tidak menghiraukan hinaan Lin Ci. Di matanya, dirinya sudah menjadi wanita tak tahu malu. Untuk apa menjaga kesopanan? Lagipula, sikap sopan tidak akan membuatnya mendapatkan Lin Ci.
Dia memeluk Lin Ci, sedikit mengangkat pantat mungilnya, menggesekkan sumber peach blossom yang sudah basah kuyup ke batang tegaknya yang membara, "Kumohon~~"
Kaki panjang Lin Ci menekan pantat kecilnya yang bergerak tak karuan, membatasi ruang geraknya. Kepalanya menunduk menggigit bahu bundarnya.
Seluruh tubuh An Ruoqin berada dalam keadaan hiper-sensitif. Sentuhan Lin Ci langsung memicu teriakan dari bibirnya. Hanya satu erangan ini sudah membuatnya tak kuasa menahan diri, ingin segera menyerbu ke tempat hangat itu dan melepaskan hasrat.
