BAB 343 DIA HAMIL!
Keputusan Su Nanjing ini begitu mendadak. Saat Wu Yuxuan menerima kabar ini, gadis itu sudah bersiap di bandara untuk check-in.
Wu Yuxuan baru saja tiba di bandara tepat sebelum Su Nanjing naik pesawat.
Su Nanjing menggenggam tangan Wu Yuxuan, "Kakak ipar, kakakku menanggung terlalu banyak tanggung jawab. Kau harus merawatnya dengan baik."
Selain semua dendam dan keterikatan masa lalu, Su Nanjing benar-benar merasa Su Nanfeng dan Wu Yuxuan cocok. Kebetulan mereka saling mencintai. Jika sepasang kekasih seperti ini tidak bisa bersatu, orang pasti tidak akan percaya cinta lagi.
Adapun dirinya...dia masih harus terus mengejar langkah Lin Ci. Tapi di kehidupan ini, dia pasti akan mengejar pria itu sampai berhasil.
Setelah mengantar Su Nanjing, Wu Yuxuan keluar bandara dan menatap langit biru sejernih air laut. Dia mengangkat tangan, membiarkan sinar matahari musim gugur menembus celah jarinya lalu jatuh ke tanah.
Seharusnya sudah saatnya segala sesuatu tenang.
Wu Yuxuan mengumpulkan semangat yang kacau dan bersiap kembali ke perusahaan untuk bekerja. Baru saja kakinya menginjak tangga, tiba-tiba kepalanya berdengung dan matanya gelap...
Saat Wu Yuxuan sadar, dia sudah di rumah sakit. Seorang penolong membawanya ke sini. Saat bertanya pada perawat jaga, jawabannya adalah orang itu sudah pergi.
Tubuhnya selalu sehat, bahkan jarang pilek. Tiba-tiba pingsan kali ini, dan setelah sadar seluruh badan tidak nyaman. Dia bertanya, "Suster, mana rekam medisku?"
“Laporan medis? Kau tidak sakit, sementara tidak ada laporan medis, kau ini... hamil.”
Perkataan perawat itu seperti petir di siang hari bolong, mengguncang dunianya hingga gempa bumi, membekukannya di tempat, lama tak bergerak seolah patung.
Hamil... hamil...
Bagaimana bisa hamil?
Rasa takut Wu Yuxuan merayap pelan dari dasar hati, membuat wajah pucatnya semakin kehilangan warna. Tangannya gemetar menyentuh perut bagian bawah.
Benarkah ada kehidupan kecil di sini?
——Kehidupan mungil yang mengalirkan darahnya dan Su Nanfeng?!
Wu Yuxuan teringat beberapa pekan terakhir, kadang mual saat makan atau kehilangan nafsu, pegal pinggang dan pusing. Dikira karena jijuk melihat perbuatan Su Zhen terhadap Keluarga Su, ternyata...
Wu Yuxuan belum siap menerima kehadiran makhluk kecil ini. Tiba-tiba saja ia datang, membuatnya panik. Dingin merambat di dadanya bagai terjebak dalam gua es.
Apa yang harus dia lakukan?
Bagaimana dengan anak ini?
Akankah Su Nanfeng mau menerimanya?
Kehadiran anak ini mengacaukan ritme hidup Wu Yuxuan. Pikirannya kusut bagai benang tak berujung. Dia tak tahan lagi di rumah sakit, sesak napas jika tetap di sini.
Dia mencabut jarum infus di punggung tangannya, menerobos keluar dari kamar pasien. Meski perawat di belakangnya terus memanggil, langkahnya tak berhenti melesat. Saat sampai di pintu rumah sakit, barulah ia sadar masih mengenakan seragam pasien...
Langkah Wu Yuxuan terpaku di depan pintu rumah sakit cukup lama. Perawat yang mengejarnya terengah-engah, "Ah... Aku bilang、...kau lari apa sih... Kalau mau pulang... urus prosedur pulang saja. Lagipula, kau sedang hamil, lari kencang begitu bisa bikin kontraksi rahim. Kalau sampai janinnya tak bisa diselamatkan, nanti menyesal pun sudah terlambat. Posisi janin di trimester pertama tidak stabil, paling mudah keguguran..."
Perawat menjelaskan panjang lebar, menyadari Wu Yuxuan tidak menyimak perkataannya. Sebagai perawat yang pernah menangani banyak pasien, reaksinya termasuk langka. Tapi kebanyakan kasus serupa: ingin anak atau tidak. Melihat ekspresinya, kemungkinan besar tidak ingin.
Dalam hati perawat telah menetapkan batasan ini. Simpatinya pada Wu Yuxuan langsung DUANG turun. Nada bicaranya pun tak lagi ramah: "Kalau tidak mau, aku bisa aturkan aborsi."
Yang paling dibenci perawat adalah orang-orang yang hanya mengejar kenikmatan sesaat tanpa alat pengaman, hamil tak sengaja, lalu melampiaskan emosi pada janin.
Wu Yuxuan terlihat kebingungan. Ia sendiri pun tak tahu sebenarnya harus bagaimana.
Setelah menyelesaikan prosedur pulang dari rumah sakit, dia tiba-tiba tidak tahu sebenarnya harus pergi ke mana. Pada akhirnya, dia kembali ke perusahaan, dan menyadari hanya dengan bekerja dia bisa melupakan kegelisahan.
Begitu masuk pintu perusahaan, Wu Yuxuan kembali melihat banyak karyawan yang berkumpul mengobrol, topik pembicaraan mereka selalu berkisar pada Su Nanfeng dan Lin Fei.
Mereka bilang, latar belakang keluarga seperti Keluarga Su, kalau bukan berasal dari keluarga terpandang yang setara, harus seperti Lin Fei yang sudah tumbuh bersama sejak kecil dengannya, baru ada harapan.
Mendengar omongan mereka, Wu Yuxuan teringat perkataan Su Zhen padanya: Dengan latar belakang pas-pasannya, Su Ming pasti tak akan mengizinkannya menjadi menantu keluarga Su.
Hati Wu Yuxuan semakin dingin, dadanya sesak tak tertahankan. Perbuatan nekatnya bagai ngengat terbang ke api ini pasti akan berakhir tragis. Dia memang tak pantas untuknya, terus memaksa hanya akan membuatnya terpuruk.
Seperti saat ini, kehadiran si kecil saja sudah cukup membuat dunianya porak-poranda.
Dia tak bisa menghentikan pikiran-pikirannya yang melayang-layang.
Awalnya Wu Yuxuan masih bimbang, apakah akan mempertahankan anak ini, apakah harus memberitahukan kehamilannya padanya.
Mungkin ia akan memilih mempertahankan anak ini, tapi Wu Yuxuan tetap tak berani bertaruh. Bagaimana jika setelah tahu, dari mulutnya keluar kata-kata dingin: "Gugurkanlah!" Tiga kata beku tanpa secercah kehangatan. Dia tak tahu harus bagaimana menghadapi seseorang yang tak menginginkan anak mereka di kemudian hari.
Dia tak mau kehilangan Su Nanfeng sambil kehilangan anaknya.
Lebih baik dia yang jadi "si pembunuh" ini!
"Akhirnya, Wu Yuxuan seolah membuat keputusan besar. Telapak tangannya mengelus lembut area perut bagian bawah, senyum mengembang di sudut mulut yang terasa dingin dan menyakitkan."
Drip, setetes air mata mengalir dari sudut mata.
Air mata yang dingin dan basah menghantam hati Wu Yuxuan. Diam-diam ia kembali ke kantor, duduk di kursi putar. Dokumen hitam-putih di depannya tampak buram, surat persetujuan operasi yang menunggu tanda tangannya terlihat mirip surat persetujuan aborsi.
"Maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku……"
Wu Yuxuan bergumam pelan, bahu terus bergetar. Air mata mengalir deras di wajahnya bagai mata air yang tak henti. Ia duduk sendirian di kantor hingga hari gelap, mata bengkak dan pandangan kabur. Setelah merapikan tas tangan, ia bersiap pulang.
Wu Yuxuan kembali ke vila yang gelap gulita. Su Nanfeng masih belum pulang. Malam ini, ia akan menghabiskan waktu sendirian lagi.
Tak nafsu makan, hanya menyantap sedikit makanan. Setelah mandi, ia naik ke ranjang tapi tak bisa tidur. Mengambil ponsel, mengetik pencarian di Baidu: "Apa yang harus dilakukan jika tiba-tiba hamil..."
Tidak ada satu pun jawaban dari situs web yang dia inginkan.
Tiba-tiba, Wu Yuxuan mendengar suara mobil dari halaman.
Su Nanfeng pulang!
