Bab 348 Panggil dokter untuk menggugurkan anaknya?
Setelah berteriak, seolah seluruh dunia jatuh dalam kesunyian maut, hanya dada yang naik turun tak beraturan karena emosi.
Setelah berteriak, otaknya dalam beberapa detik membuat berbagai skenario - semua tentang bagaimana Su Nanfeng akan memperlakukan si kecil dalam kandungannya.
——Akan menekannya dengan keras di meja operasi untuk memaksanya menggugurkan anak、akan berlutut dan melamarnya...
Semua konsekuensi yang disebutkan ini hanyalah asumsi Wu Yuxuan. Sama sekali tidak mungkin baginya untuk memprediksi akhir yang menanti dirinya dan si kecil, hanya bisa menatap lebar ke arah langit-langit.
Namun sebenarnya, Wu Yuxuan sama sekali tidak berniat memberitahu Su Nanfeng tentang kehamilannya. Tindakannya tadi murni kecelakaan. Ketika keadaan sudah terlanjur seperti ini, ia malah menyesal, ingin sekali menampar diri sendiri berkali-kali...
Su Nanfeng yang sedang bersiap untuk masuk sepenuhnya tiba-tiba berhenti total mendengar teriakan Wu Yuxuan. Matanya yang gelap menangkap wajahnya yang basah oleh air mata.
Udara menjadi dingin dan mencekam.
Otot di sudut bibir Su Nanfeng berkedut halus. Ekspresinya perlahan melunak. Setelah lama terdiam, ia membuka bibir dengan suara serak: "Apa yang kau katakan tadi?"
Suaranya masih sama dalam dan merdu seperti biasa, namun kali ini terdengar getaran, harapan, ketidakpercayaan... Semua emosi kompleks itu terkristal dalam pertanyaannya, terlalu rumit untuk diurai oleh Wu Yuxuan. Bibirnya terbuka ingin mengulang ucapan tadi, namun tak satu pun suara keluar.
Dia sedang gugup.
Lama tak mendapat jawaban dari Wu Yuxuan, alis Su Nanfeng berkerut halus. Tangannya yang gemetar meraih dan menjepit dagunya, memaksanya: "Ulangi perkataanmu tadi!"
Genggamannya sangat kuat, dagu perempuan itu sakit tertahan. Akhirnya dia tak tahan: "Aku bilang aku hamil, hamil! Sudah jelas?!"
Cukup! Cukup!!
Wu Yuxuan tak tahu, saat Su Nanfeng mendengar teriakannya tentang kehamilan, kata-kata itu menghantam dadanya. Dadanya mengencang tiba-tiba sementara kegembiraan yang meluap naik dari dasar hatinya, mengisi seluruh jantungnya dalam sedetik.
Dia tak sabar ingin mendengarnya lagi, memastikan sekali lagi.
Kini, dia sudah 100% yakin - dia hamil, benar-benar mengandung anaknya.
Seolah hidupnya tiba-tiba lengkap, seolah dunia ada dalam genggamannya. Kegembiraan ini tak bisa diungkapkan dengan kata-kata, bahkan senyuman yang tepat pun tak ditemukannya.
Akhirnya, wajahnya hanya membeku tanpa ekspresi.
Matanya terus menatapnya, sementara wanita itu juga menatap balik dengan mata berkaca-kaca. Keduanya membeku dalam tatapan sunyi.
Tapi masing-masing pikiran bergejolak.
Setelah sepuluh menit berlalu, Su Nanfeng turun dari ranjang. Tangannya meraba-raba laci mencari bungkus rokok dan korek api, lalu sendiri di depan jendela kaca patri.
Bibir atas dan bawah Su Nanfeng menggigit rokok itu, satu tangan menahannya, satu tangan mencoba menyalakan korek api, namun gemetar tangannya membuat api tak kunjung menyala.
Ia merokok.
Su Nanfeng yang tak pernah merokok, kini menghisap rokok.
Wu Yuxuan menoleh ke arah Su Nanfeng, asap tebal menghalangi pandangannya sehingga wajahnya tak terlihat, apalagi niatnya untuk mengurus janin dalam kandungannya.
Sejak hamil, Wu Yuxuan jadi overthinking, selalu membayangkan skenario terburuk. Ketiadaan kepastian darinya membuat imajinasinya semakin liar.
Ia bertekad bulat mempertahankan bayi ini, tapi jika Su Nanfeng tak mau...
...ia pun tak kuasa memaksakan.
Ibu Wu Yuxuan meninggal muda. Setelah ibunya wafat, kakeknya pun menyusul. Ayahnya serakah merebut semua hak warisnya, menggasak identitasnya sebagai "Gu Jingwei", bahkan mengusirnya bersama nenek dari Keluarga Gu hingga hidup seadanya.
Sejak kecil ia hidup berdua dengan nenek yang renta dan sakit-sakitan. Beban tanggungannya sudah terlalu berat. Menambah seorang bayi, ia ragu sanggup menghidupi mereka berdua.
Yang lebih penting: ia tak mau anaknya menjadi anak haram tanpa pengakuan ayah.
Setelah menghabiskan dua batang rokok, Su Nanfeng kembali duduk di pinggir ranjang. Ia mengeluarkan Wu Yuxuan dari balik selimut, lalu mengancingkan piyamanya dengan rapi.
Akhirnya bisa kembali bebas bergerak, Wu Yuxuan merapatkan selimut ke tubuhnya. Sepanjang prosesnya menutupi diri, tatapannya tidak sedetik pun meninggalkan wajahnya. Sorot mata penuh hasratnya membuat pipi wanita itu memerah secara perlahan.
Su Nanfeng memandangi gerak-geriknya sambil tertawa ringan: "Bagian mana dari tubuhmu yang belum pernah kulihat? Buat apa ditutupi?"
Dalam hati, Wu Yuxuan mengumpatnya: Bajingan.
Si Bajingan itu sama sekali tidak menyadari kelakuannya. Ia berdiri dan mengeluarkan bra dari lemari, lalu melemparkannya sembarangan ke sisi tangan wanita itu: "Pakai."
Wu Yuxuan merasa sangat malu. Cepat-cepat ia menyembunyikan bra di bawah selimut, lalu membuka selimut untuk pergi ke kamar mandi. Tapi pria itu berseru: "Ganti di sini."
Gerakan Wu Yuxuan terhenti. Ia menatap Su Nanfeng, namun saat bertemu tatapannya, wanita itu langsung ciut...
Perlahan ia menarik kembali selimut. Selama proses berganti pakaian, matanya terus mencuri-curi pandang. Menyadari tatapan hati-hatinya, pria itu membalas pandangannya sambil menyeringai: "Atau... kugantiikan?"
Kalimat mengejek Su Nanfeng menggema di telinga Wu Yuxuan. Ia segera memalingkan muka: "Tidak-tidak... tidak perlu..."
Sambil membiarkannya berganti pakaian, pria itu mengambil ponsel dan menelepon. Tidak jelas kepada siapa, tapi dari percakapannya bisa ditebak: dokter.
Lebih dari satu jam kemudian, kehadiran dokter membuktikan dugaan Wu Yuxuan tidak salah.
Jantung Wu Yuxuan berdebar kencang, bagaimana ini?
Su Nanfeng pasti memanggil dokter untuk menggugurkan anaknya!
Hatinya panik tak terkira, melihat Dokter Li yang mendekat bagai algojo pencabut nyawa, sedangkan Su Nanfeng adalah pembantu yang menyerahkan pisau.
Jantungnya berdegup kencang tak beraturan, tak bisa tenang dalam waktu lama.
Wu Yuxuan menarik napas dalam berusaha tenang, namun wajah pucat pasi dan tubuhnya yang limbung tetap tak bisa disembunyikan, seolah akan pingsan.
Dokter Li maji beberapa langkah, Wu Yuxuan mundur menghindar seperti ular berbisa. Penolakannya membuat Su Nanfeng mengerutkan alis - bagaimana dokter bisa memeriksa jika begini?
"Mendekat! Jangan menghindar!" Suara Su Nanfeng otoriter, mengandung perintah tak terbantahkan.
