Di samping, Lu Jianzhao melihatnya, lalu menghibur dengan setengah hati: "Belum tentu juga. Menurutku ini benar-benar sepotong Yu asli. Bukankah ini bagus? Wan-wan hanya bicara sembarangan, dia belum tentu akurat. Kamu sejak kecil belajar ini dari ayahmu, mana mungkin salah melihat?"
Namun Su Hongyan sama sekali tidak bisa menerima.
Kini dia tak ingin mendengar kata-kata ambigu Lu Jianzhao seperti "belum tentu", "menurutku begini begitu", "mungkin tidak", atau "bukankah ini bagus" - semua cuma tebakan kosong untuk menghibur diri. Dia tak paham! Tidak seperti Chu Wan yang bicara penuh istilah profesional, logis dan terstruktur!
Meski enggan mengaku, dia tahu Chu Wan benar - dirinya telah tertipu!
Dia tampak tidak terima, berpikir sejenak lalu menggeretakkan gigi: "Tidak boleh, tidak bisa dibiarkan semurah itu. Ini kan membohongi aku?"
Langsung berbalik arah, dia mencari si Lao Ye itu.
Melihat situasi ini, Lu Jianzhao menghela napas dan terpaksa mengikuti. Chu Wan pun ikut kembali menyaksikan keramaian——memang dia paling suka melihat keributan.
Sesampainya di situ, Lao Ye sedang bersila sambil menghisap pipa tembakau tua dengan asyiknya.
Dengan nyaman menghela napas, membuka satu mata, melirik ke arah Su Hongyan dengan tatapan miring: "Bagaimana bisa kembali?"
Su Hongyan berkata dengan kesal: "Ini terlalu curang! Ini nitrum, bukan giok!"
Perkataan ini membuat Lao Ye tertawa terbahak-bahak. Ia melirik Chu Wan di sampingnya, lalu dengan tenang berkata: "Aku memang tidak bilang ini batu giok kan? Aku cuma bilang ini plakat Wu Shi, yang dulu terselip di ikat pinggang Pangeran. Asli keluaran istana Dinasti Qing. Tapi aku juga tidak pernah bilang kalau barang dari istana Qing pasti batu giok. Kaca buatan pun bisa jadi barang istana, setuju tidak dengan logika ini?"
Su Hongyan tertegun, Lu Jianzhao pun terbelalak.
Benar juga, Lao Ye memang tidak pernah menyebut kata "batu giok". Dia cuma bilang ini plakat Wu Shi asal istana. Tapi barang istana belum tentu batu giok - sama sekali tidak disinggung!
Lao Ye menatap mereka sambil tersenyum: "Kalian mau cari harta karun di tempatku ya? Kalau tidak jeli sendiri, jangan salahkan orang! Kalau bisa dapat barang bagus, apa kalian akan balik ke sini mengomel? Salah beli itu salah sendiri! Lebih baik cari tembok sepi terus cungkil bola matamu sendiri! Jangan malu-maluin di sini!"
Su Hongyan terdiam seribu bahasa, wajahnya memerah karena malu.
Seandainya orang lain, mungkin sudah merengek-rengek. Tapi dia yang pernah belajar dari ayahnya, tahu aturan di dunia ini: siapa yang harus disalahkan jika kamu tidak jeli? Penjual tidak menipu, cuma tidak menjelaskan detail. Salah sendiri tidak punya kemampuan observasi!
Setelah lama menahan kekesalan di hati, akhirnya dia mengertakkan gigi: "Sudahlah, anggap saja aku keliru beli! Aku mengaku kalah!"
Lao Ye mengetuk-ngetukkan pipa tembakaunya di bangku batu, abu putih berterbangan. Ia tertawa: "Gadis kecil, ini bukan disebut keliru beli. Kolektor profesional yang salah beli baru disebut keliru. Kalian ini namanya orang awam, tongkat kayu! Berani-berainya beli barang puluhan yuan tanpa ilmu, pemboros, uang banyak tapi tak tahu cara pakai!"
Yang dimaksud 'tongkat kayu' adalah orang awam yang tidak mengerti.
Su Hongyan mendengar ucapan itu, matanya terbelalak malu hingga tak bisa mengucapkan sepatah kata pun.
Lao Ye ini bicaranya sungguh pedas, sudah untung masih menghinanya begitu keras!
Chu Wan menengahi: "Kak Su, anggap saja ini pelajaran. Nitrat ini juga barang bagus, asli dari Istana Qing. Dalam jangka panjang tidak rugi, harganya pasti naik. Lagipula 40 yuan bukan masalah besar bagimu, beli saja sudah beli."
Lao Ye mengangguk: "Lihat gadis kecil ini, walau masih kecil tapi pengamatannya tajam, ucapannya masuk akal. Kalian berdua masih hijau, sering-seringlah belajar dan menambah wawasan. Pengalaman banyak, baru bisa paham!"
Wajah Su Hongyan memerah dan pucat silih berganti, namun masih tak mau kalah. Ia menatap Lao Ye: "Dari cara bicara Lao, sepertinya ahli sejati. Pasti aset keluarga Anda tebal ya!"
Lao Ye terkekeh: "Barang-barang tua di rumah kita, jumlahnya selangit, semuanya masih tersimpan rapi. Aku cuma keluar buat nguras barang rongsokan ini dulu."
Barang rongsokan? Maksudnya yang dijual ke kita ini sampah?
Su Hongyan tersedak emosi: "Gaya bicaramu keterlaluan! Masih ada apa lagi di rumahmu?"
Lao Ye mengepulkan asap rokok perlahan: "Kalau mau liat, nanti mampir ke rumahku. Biar matamu melek."
Su Hongyan mengatupkan gigi: "Bagus juga! Nanti kita mampir lihat koleksimu. Mana mungkin lebih banyak dari museum!"
Dalam perjalanan pulang, Su Hongyan masih geram: "Harus kita buktikan! Lihat saja barang apa yang dia punya sampai segitu sombongnya. Aku gak percaya, pasti ada cara buat balas dendam!"
Lu Jianzhao: "Keluargamu punya hubungan asal-usul yang dalam, kali ini hanya kurang hati-hati. Si kakek licik ini sengaja menipu, tentu kita terjebak dalam alasan yang jelas."
Su Hongyan sangat setuju, namun setelah merenung, ia mengelus-elus giok di tangannya, akhirnya merasa sakit.
Bagaimana mungkin dia dicaci maki seperti itu? Cuma seorang kakek tua brengsek!
Chu Wan diam sepanjang waktu. Tiba-tiba Lu Jianzhao teringat sesuatu: "Kakek Buyut Wan-wan dulu membuka toko antik di Liulichang, pantas saja Wan-wan paham soal ini!"
Saat memandang Chu Wan, sorot matanya berubah. Seperti berjalan 18 lingkaran lalu kembali ke titik awal, tiba-tiba menemukan harta di bawah kaki.
Su Hongyan terkejut melihat Chu Wan: "Benarkah? Kakek buyutmu punya toko antik?"
Chu Wan mengangguk: "Setuju, tapi itu semua kejadian lama sekali. Kakek Buyut saya sudah lama berhenti, keluarga saya juga tidak menyisakan apa-apa. Kebetulan saya pernah melihat kristal buatan, jadi bisa mengenali, lebih dari itu tidak bisa."
Su Hongyan: "Kamu sudah cukup hebat bisa mengenali ini! Saya sama sekali tidak bisa membedakan!"
Tiba-tiba teringat kejadian tadi, hatinya dipenuhi penyesalan: "Saya memang terlalu bodoh, seharusnya waktu itu mendengarkan penjelasan detailmu."
Mendengar ini, Chu Wan paham - bahkan jika dia menjelaskan saat itu, Su Hongyan belum tentu percaya.
Su Hongyan yang sudah menawar harga, ibaratnya terjebak dalam permainan si penjual. Pedagang licik itu tahu cara menggantungi Su Hongyan dengan kata-kata manis.
Sudah pasti Su Hongyan lebih percaya si Lao Ye itu daripada dirinya.
Jadi semua omongan ini bagai kuda yang sudah lewat kandang - percuma.
Terkadang di pasar barang antik, saat sudah tertarik pada suatu benda, orang seperti kerasukan ingin membelinya - dihalangi pun tidak akan didengar.
Setelah uang dikeluarkan, orang menjadi tenang, mulai ragu-ragu dan curiga. Saat itulah apa pun yang dikatakan orang lain, dia langsung percaya.
Su Hongyan memandangi Chu Wan, bertanya dengan hati-hati: "Chu Wan, apakah kamu cukup paham tentang jade?"
Chu Wan menjawab: "Aku mungkin tidak terlalu ahli soal jade, tapi aku kenal beberapa teman yang menyimpan barang-barang bagus. Aku pernah melihatnya."
Su Hongyan: "Barang bagus?"
Chu Wan melihat ketertarikan Su Hongyan: "Ayahmu mengoleksi jade, apakah pernah mengumpulkan jade kuno tingkat tinggi?"
Su Hongyan: "Tentu! Ayahku memang menyukai jade kuno."
Jade Kuna Tinggi merujuk pada artefak batu giok dari Dinasti Han dan sebelumnya. Dibandingkan jade dari dinasti berikutnya, jenis ini umumnya lebih sederhana dan tebal, ukirannya mungkin tidak terlalu halus, tapi memiliki daya tarik unik.
Kini, di era ini, giok adalah komoditas kecil. Bahkan papan giok serius Dinasti Qing yang diukir dengan detail, harganya paling tinggi hanya enam tujuh puluh yuan. Sementara giok kuno (gaoguyu) lebih murah lagi, karena peminatnya sedikit dan tidak terlalu populer.
Tapi semua barang tergantung preferensi pribadi. Ketika bertemu dengan yang disukai, harga secara alami akan naik. Ada pepatah: Harta seribu keping emas takkan bisa membeli kesukaan hati.
Chu Wan melihat Su Hongyan berkata demikian, menjelaskan: "Seorang teman saya memiliki beberapa dinding giok hijau Dinasti Han. Giok hijau (qinggui) untuk upacara Timur, benar-benar barang asli. Kalau berminat, kita bisa melihatnya."
Su Hongyan: "Qinggui?"
Chu Wan melanjutkan: "Dalam Zhou Li tercatat, menggunakan giok untuk membuat enam ritual persembahan kepada Langit-Bumi dan empat penjuru: Giok langit (cangbi) untuk Langit, Giok kuning (huangcong) untuk Bumi, Giok hijau (qinggui) untuk Timur, Giok merah (chizhang) untuk Selatan, Giok putih (baihu) untuk Barat, Giok hitam (xuanhuang) untuk Utara. Giok hijau (qingyu) adalah benda upacara termulia untuk Timur."
Semua ini, Su Yuhang—ayah Su Hongyan—tentu paham, tapi Su Hongyan sendiri masih sangat hijau.
Su Hongyan mendengar penjelasan Chu Wan yang sistematis, semakin kagum dengan kedalaman pengetahuannya: "Bagus! Nanti akan kusampaikan ke ayahku!"
Chu Wan mendengarnya, merasa ini sebuah kesempatan.
Rencananya, dia ingin berkecimpung di bidang ini untuk mencari uang. Jika ingin profit, barang koleksi berkualitas tidak bisa disimpan selamanya—harus ada sirkulasi. Memiliki beberapa pembeli tetap sangat menguntungkan. Mengingat ayah Su Hongyan berkecampuan finansial, bisa dijadikan pelanggan jangka panjang.
Yang terpenting, melalui satu orang ini mungkin akan muncul pelanggan-pelanggan lain. Dengan begitu, dia bisa perlahan membangun jaringan, tidak lagi meraba-raba tanpa arah seperti sekarang.
Setelah berpisah dengan Su Hongyan, Lu Jianzhao menemani Chu Wan pulang. Sesekali meliriknya, namun diam seribu bahasa.
Chu Wan tetap diam.
Lu Jianzhao menghela napas: "Wan-wan, selama ini kau diam saja, tak kusangka kemampuan pengamatanmu sehebat ini! Selama ini aku tak menyadarinya!"
Chu Wan: "Keluarga kami dulu memang bergerak di bidang ini. Sejak kecil aku selalu belajar dari Kakek Buyut. Kakak Kedelapan tak tahu?"
Lu Jianzhao: “Cuma dengar-dengar soal ini, kau juga jarang cerita. Siapa sangka diam-diam tapi bisa membuat gebrakan mengejutkan!”
Chu Wan menguap perlahan, baru berkata: “Kakak Kedelapan, aku cuma kebetulan mengerti kepingan giok ini, hal lain belum tentu tahu.”
Lu Jianzhao: “Ah, Wan-wan, kau malah taruh sikap merendah di hadapanku!”
Chu Wan tak ingin melanjutkan topik ini, namun Lu Jianzhao justru menunjukkan perhatian khusus, sepanjang jalan menanyakan ini itu, kembali membahas giok hijau (qinggui) itu. Chu Wan memberikan penjelasan singkat, membuat Lu Jianzhao takjub: "Sebenarnya kau punya makna budaya yang dalam. Jika kau belajar sungguh-sungguh, mungkin masuk universitas juga."
Lu Jianzhao kembali membicarakan persiapan ujian universitas, kali ini berbicara lebih banyak dibanding sebelumnya dengan lebih sabar.
Saat ini, Lu Jianshi sedang menundukkan kepala mendengarkan omelan.
Semalam dia mengajak Chu Wan menonton pertunjukan seni, tapi malah membuat Chu Wan hilang. Lao Ye langsung memarahinya habis-habisan sampai wajahnya memerah.
Setelah pulang ke rumah, dia kembali dimarahi oleh ibunya Qiao Xiujun.
Tentu saja semalam dia tidak bisa tidur nyenyak. Pagi ini, saat ingin mengunjungi Lao Ye, dia malah melihat Lu Jianzhao membawa Chu Wan beli buku. Begitu pulang, Qiao Xiujun kembali mengomelinya.
Berbeda dengan saudari ipar lain di keluarga Lu yang berasal dari kalangan terpelajar, Qiao Xiujun justru berasal dari dunia teater.
Sebelum pembebasan, ibu Qiao Xiujun adalah penyanyi opera terkenal. Qiao Xiujun sejak kecil belajar menari dari ibunya, membentuk postur tubuh anggun dan wajah cantik.
Saat itu Lu Shouxin gemar menonton opera, lama-kelamaan tertarik pada Qiao Xiujun, lalu menikahinya.
Waktu itu awal 1960-an, rakyat sedang kekurangan pangan. Sementara keluarga biasa kelaparan, Qiao Xiujun tahu keluarga Lu tidak kekurangan makanan, cepat-cepat menikah ke sana.
Setelah menikah, dia melahirkan Lu Jianshi. Kemudian tiba masa 10 tahun itu. Para seniman opera dikritik habis-habisan. Orang tua Qiao Xiujun dihujat, ibunya bahkan dicukur rambutnya setengah botak. Untungnya Qiao Xiujun telah menikah dengan keluarga Lu, sama sekali tidak kena imbas, bahkan bisa sedikit melindungi orang tuanya.
Karena alasan ini, gaya khas Qiao Xiujun berbeda dengan saudari ipar lainnya. Dia merasa dirinya "berpikir lebih visioner", menganggap diri "lebih cerdik daripada saudari ipar lainnya".
Kecerdikannya terlihat ketika saudari ipar lain bersikap masa bodoh terhadap pernikahan anak mereka, bahkan mengabaikan "perjanjian pertunangan dengan keluarga Chu", dia justru menganggap ini urgent dan harus dipegang erat.
Secara diam-diam, dia menganalisis dengan cermat bersama anaknya.
"Kakek Buyut keluarga Chu dulu adalah pedagang barang antik, keluarga mereka kaya. Meski sekarang tinggal di desa, kapal rusak masih punya paku tiga kati! Keledai mati tapi kerangkanya tidak ambruk, masa keluarga mereka tidak punya uang? Pasti semuanya terkubur di rumah! Kalau kamu bisa dapatkan Chu Wan, uang tidak akan pernah kurang!"
Tentang hal ini, Lu Jianshi telah memikirkannya dengan matang, dan ia menyetujui pandangan tersebut.
"Lagipula niat Lao Ye itu bisa dilihat, dia ingin membalas budi. Kalau sudah begini, setelah Chu Wan menikah ke sini, dia tidak boleh diperlakukan sedih. Jangan sampai dia menikahi orang yang tidak berkemampuan. Kamu tidak diterima di universitas, sekarang kerja, masa depan masih belum jelas. Dibanding sepupu-sepupumu, kamu memang tidak menonjol. Tapi kalau kamu menikahi Chu Wan, situasinya akan beda! Lao Ye pasti akan menjamin masa depanmu, tidak boleh mempermalukan Chu Wan! Bayangkan kalau Lao Ye nanti bertemu kakek Chu Wan di alam sana, dia tidak mungkin bilang: 'Saudaraku, aku menyerahkan cucu yang paling tidak berguna untuk cucumu'. Itu tidak mungkin dilakukan, pasti malu bertemu saudara!"
Lu Jianshi mengangguk keras: "Ibu, benar kata ibu! Logikanya memang begitu. Aku sudah lama memahami betul pikiran kakek!"
Dia menghela napas: "Sebenarnya penampilan Wan-wan cukup baik. Saat kecil dia sangat imut, mungkin beberapa tahun ini nutrisi tidak tercukupi jadi terlalu kurus. Tapi alis dan matanya cantik. Kalau kesehatannya dirawat, nanti kamu hias-hias sedikit, pasti tidak memalukan kalau dibawa keluar. Yang penting, kalau aku menikahinya, masa depanku pasti terjamin. Paman-pamanku pasti akan membantuku! Pokoknya semua keuntungan akan jadi bagianku!"
Qiao Xiujun mendengar lalu mendengus dingin: "Alasannya kamu sudah paham, tapi tindakanmu bagaimana? Bawa Chu Wan keluar malah kabur-kaburan? Sepanjang hari otakmu tidak tahu memikirkan apa!"
Lu Jianshi kesal: "Bu, tenang saja. Jangan lihat Kakek marahin aku, tapi Wan-wan tidak akan bisa lolos dari telapak tanganku."
Qiao Xiujun: "Hush! Omong kosong! Kemampuan apa yang kamu punya? Menurutku Chu Wan itu tulang punggungnya besar! Lagipula lihat tadi kakekmu menyuruh Jianshao yang mengajaknya keluar."
Lu Jianshi tersenyum yakin: "Ibu, kau tidak melihat kejadian hari ini. Kakak kedelapan sama sekali tidak menganggap Wan-wan, aku tahu pikirannya. Dia menganggap Wan-wan kampungan, merasa menikahinya akan memalukan. Kakak kedelapan selalu merasa dirinya pintar, padahal otaknya tidak lincah, jauh sekali!"
Qiao Xiujun berpikir sejenak lalu mengangguk: "Benar, melihat wajah Wan-wan itu, sejujurnya di kota akan sulit menikah. Kita yang mau menikahinya, dia sudah bersyukur! Kakak-kakakmu itu standarnya tinggi, mungkin tidak akan tertarik padanya!"
Lu Jianshi: "Tepat! Wan-wan tetap gadis desa, jarang ke kota, wawasannya terbatas. Nanti aku ajak dia jalan-jalan, merayu sedikit pasti berhasil."
Qiao Xiujun juga setuju: "Baik, urus saja sendiri. Jangan pelit mengeluarkan uang sekarang, berikan usaha lebih. Jika bisa menikahinya, keuntungan besar nantinya!"
Sambil berbicara, Lu Jianshi pun berdiri: "Aku akan pergi melihat, kurasa mereka seharusnya sudah pulang sekarang. Hari ini Jianzhao pasti tidak memberikan wajah ramah pada Wan-wan. Mungkin dia diam-diam mengatakan sesuatu, membuat Wan-wan diperlakukan dingin di sana. Aku akan menghiburnya, urusan ini hampir berhasil!"
Qiao Xiujiong tentu mendesaknya, Lu Jianshi pun berjalan dengan angkuh menuju tempat Kakek Lu.
Tiba-tiba saat sampai di mulut gang, kebetulan melihat Lu Jianzhao dan Chu Wan berjalan bersama masuk ke dalam gang.
Ia tersenyum dan menyambut mereka.
Tapi yang dilihatnya adalah Chu Wan berjalan dengan wajah datar, sementara Lu Jianzhao di sampingnya sedikit menunduk dan berbicara padanya dengan antusiasme yang luar biasa.
Justru Chu Wan, sambil mendengarkan, menguap lebar dengan wajah yang terlihat tidak memperhatikan.
Lu Jianshi terkejut, dalam hati merasa situasi ini tidak sesuai dugaan?
Lu Jianzhao ini kenapa tiba-tiba berubah sikap?
Chu Wan dan Lu Jianzhao baru saja masuk gang ketika melihat kehadiran Lu Jianshi.
Kedua pihak pun saling bertatapan di tempat itu.
Saat Lu Jianzhao keluar rumah, awalnya merasa canggung, merasa membawa Chu Wan pergi itu menjatuhkan harga diri. Tapi setelah berkeliling, kini pulang, pemikirannya sudah berubah.
Dia sebenarnya tidak terlalu ingin menikahi Chu Wan, tapi merasa Chu Wan punya kemampuan. Dia harus lebih sering belajar dari Chu Wan, tepatnya, dia harus berguru pada Chu Wan!
Jadi ketika Lu Jianzhao melihat Lu Jianshi, dia tidak keberatan sama sekali.
Dirinya sendiri tidak ingin menikahi Chu Wan. Jika Lu Jianshi yang menikahinya, itu juga boleh. Nanti ketika Chu Wan menjadi adik ipar perempuannya, dia bisa sesekali berkonsultasi dan belajar – bukankah itu bagus?
Maka Lu Jianzhao menyapa Lu Jianshi dengan antusias: "Jianshi, sudah makan?"
Sayangnya, Lu Jianshi yang melihat kakak kedelapannya ini justru tidak bahagia. Dia memandangi jarak antara Lu Jianzhao dan Chu Wan yang berjalan berdampingan, serta keakraban mereka, merasa tidak nyaman sampai ke ubun-ubun.
Bukankah saat berangkat, Kakak (Delapan) masih tidak terlalu menganggap Chu Wan? Kok pulang saja langsung berubah wajah? Perubahannya terlalu cepat kan?!
Lu Jianshi segera menyadari: Pasti Kakak (Delapan) dapat petunjuk dari orang hebat, dia pasti ingin merebut Chu Wan darinya!
Jika sebelumnya niatnya menikahi Chu Wan masih diiringi keraguan "mungkin ini bukan hal baik", tapi kini, melihat sikap manis Lu Jianzhao pada Chu Wan, rasa teritorial jantannya langsung meledak. Bulu-bulu di seluruh tubuhnya meremang.
Dia HARUS menikahi Chu Wan. Tidak boleh ada yang merebutnya!
Lu Jianzhao yang awalnya tersenyum menyapa Lu Jianshi, kini bingung melihat wajah seperti harimau yang ditunjukkan adiknya padanya.
Sambil menganalisa pikiran Adik (Sembilan) ini, dia hanya bisa geleng-geleng: Bodoh sekali, siapa yang mau merebut?
Malas menjelaskan, dia berkata sambil lalu: "Sepertinya Lao Ye sudah tidak sabar, mari kita segera ke sana."
Namun begitu dia menyebut Lao Ye, Lu Jianshi langsung merasa: Kakak Delapan ini menggunakan Lao Ye untuk menekannya?
Hatinya semakin sesak, tersenyum tipis tanpa kehangatan: "Benar juga, Lao Ye sedang menunggu Wan-wan."
Melihat kebodohannya, Lu Jianzhao semakin kesal. Sengaja ingin membuatnya tidak nyaman, ia memanggil Chu Wan dengan akrab: "Wan-wan, ayo, aku temani masuk."
Lu Jianshi mendengar langsung melotot. Pergi sebentar saja sudah segitu mesranya? Tentu tidak mau kalah, buru-buru mendekat: "Wan-wan, betul, cepat kita temui Kakek. Kakek terus merindukanmu."
Chu Wan mendengar kalimat itu, meliriknya, tidak menanggapi. Bertiga mereka berjalan di dalam gang.
Lu Jianzhao di sebelah kiri bercerita tentang buku yang dibeli hari ini. Lu Jianshi di kanan antusias bicara tentang tiket konser Red Tower Hall yang berhasil didapatkannya, ingin mengajaknya menonton.
Kedua orang itu terlihat agak marah, sama-sama berusaha keras untuk berbicara dengan Chu Wan.
Chu Wan melihat yang satu, lalu yang lain, juga tampak agak bingung.
Ketiganya terus berjalan ke dalam, kebetulan, Lu Shouyan datang dari arah berlawanan.
Melihat pemandangan ini, matanya sedikit mengerut.
Secara konvensional, jika seorang pria dan wanita berjalan berdampingan dengan jarak setengah meter atau kurang, itu sudah dianggap sedang pacaran.
Kini, kedua keponakannya mengapit dari kiri-kanan, berdesakan sangat dekat, saling berebut merayu Chu Wan, sulit dibedakan yang mana dengan yang mana.
Lu Jianshi dan Lu Jianzhao segera menyapa Lu Shouyan, aturan keluarga Lu memang ketat - di depan orang yang lebih tua harus menjaga sikap sebagai junior.
Chu Wan juga ikut menyapa Lu Shouyan.
Lu Shouyan dengan raut wajah datar menyapu pandangannya ke mereka bertiga: "Kalian ini sedang apa?"
Lu Jianshi buru-buru menjelaskan: "Ini Kakak Kedelapan menemani Wan-wan beli buku, baru pulang. Aku datang menjemput Wan-wan, mau ajak ke Aula Merah malam ini nonton konser."
Chu Wan langsung menolak: "Aku tak pernah bilang mau ke konser. Tidak mau."
Muka Lu Jianshi memerah, tapi tetap nekat menghibur: "Wan-wan, mau ke mana?"
Chu Wan: "Ke mana-mana juga nggak mau."
Dia menoleh ke Lu Jianzhao: "Kakak Kedelapan, nanti malam aku baca dulu buku referensi yang kita beli. Kalau ada masalah nanya sama kakak ya."
Saat bicara dengan Lu Jianshi, nada Chu Wan masih dingin. Tapi saat bicara ke Lu Jianzhao, langsung berubah ramah.
Lu Jianzhao tersenyum puas: "Baik, Wan-wan. Ada masalah tanya saja sama kakak."
Wajah Lu Jianshi langsung menjadi sangat suram.
Chu Wan berpamitan pada Lu Shouyan, lalu masuk ke halaman bersama Lu Jianzhao.
Lu Jianshi tetap berdiri di tempat, wajahnya merah padam seperti hati sapi.
Lu Shouyan menatap sosok yang menjauh di sana, diam sejenak, baru berkata pada keponakan malang di sampingnya: "Jianshi, jangan terlalu dipikirkan."
Lu Jianshi langsung nyaris menangis karena sedih: "Paman Tujuh, Kakak Delapan benar-benar keterlaluan! Pagi tadi dia masih acuh tak acuh pada Wan-wan, tapi sekarang tiba-tiba berubah sikap. Ini pasti sengaja! Awalnya kan sudah kukatakan kalau aku suka Wan-wan. Kalau Kakek tidak keberatan, aku ingin menjalin hubungan dengan Wan-wan. Masak sebagai saudara, dia memperlakukanku seperti ini?!"
Lu Shouyan menepuk bahu keponakannya: "Bukannya kamu ingin latihan menembak? Nanti Paman akan ajak ke lapangan tembak barat laut."
Ini merupakan penghiburan kecil dari seorang senior kepada junior yang sedang patah hati.
Lu Jianshi hidungnya terasa pedih: "Paman Tujuh memang yang paling baik... Tapi sudahlah, aku tidak mau pergi. Tidak ada mood, hatiku sakit."
Lu Shouyan: "Masih sakit hati karena urusan sekecil ini? Sudah dewasa begini, jangan seperti anak ini."
