Chu Wan juga tidak menyangka, pemilik toko muda ini ternyata Nie Nangui.
Tapi kalau dipikir-pikir, di tahun 1984, keluarga yang memiliki banyak barang antik dan bisa mengembangkan usaha sebesar ini, di Sijiu Cheng memang bisa dihitung jari.
Sejarah Keluarga Nie bisa ditelusuri hingga akhir Dinasti Qing.
Dari akhir Dinasti Qing hingga Sebelum pembebasan, barang antik yang bernilai tinggi di dunia kolektor adalah perunggu kuno. Saat itu para pemain antik mengutamakan perunggu dari Tiga Dinasti, yaitu perunggu dari era Xia, Shang, dan Zhou.
Pada masa itu keramik sama sekali tidak bisa dibandingkan dengan perunggu dan batu. Harga keramik dari kiln terkenal Dinasti Song dan Yuan masih relatif tinggi, sedangkan yang lain jauh tertinggal. Satu buah kuali perunggu dari Dinasti Shang bisa ditukar dengan segunung keramik resmi dari kiln ternama.
Leluhur keluarga Chu awalnya bergerak di bidang keramik dan perhiasan giok. Sampai ke generasi Kakek Buyut Chu Wan, dia tidak mau hidup dalam ketidakjelasan dan mulai berbisnis antik. Awalnya dia menggarap keramik era Yuan, Ming, dan Qing, tapi ini tidak menghasilkan banyak kekayaan.
Yang bisa kaya raya adalah para pemain perunggu dan batu. Mengetahui tren pasar ini, dia pun ingin masuk ke bisnis perunggu kuno.
Untuk mempelajari perunggu kuno, harus menguasai dasar-dasar Empat Buku dan Lima Klasik, serta memahami sejarah budaya Tiga Dinasti secara menyeluruh. Kakek Buyut juga menekuni penelitian mendalam di bidang ini, dan akhirnya berhasil memasuki gerbang ilmu ini.
Pada masa itu, beberapa keluarga berhasil meraup kekayaan besar dari bisnis artefak perunggu, salah satunya adalah Keluarga Nie yang tinggal di Hutong Tan'er.
Dari Nie Nangui, jika ditelusuri empat generasi ke atas, tepatnya pada generasi kakek buyutnya, beliau adalah seorang Hanlin pada masa Dinasti Qing sebelumnya. Sayangnya terlibat kasus dan dicopot jabatannya. Namun sebagai mantan anggota Hanlin, ia menjalin hubungan dengan sejumlah sarjana epigrafi dari Akademi Hanlin.
Setelah dicopot jabatan, ia beralih menjadi pedagang antik yang khusus mengumpulkan artefak perunggu untuk para sarjana Hanlin dan epigrafi tua. Kala itu, para sarjana sangat menyukai prasasti pada benda perunggu - semakin banyak inskripsi, semakin tinggi nilainya. Dengan bekal penguasaan Sishu Wujing yang kuat, kakek buyut Nie ini membuat replika prasasti dari Ding Mao Gong melalui teknik (tracing) dan ukiran segel, menjadi ahli pemalsuan pengecoran ulang. Bisnisnya berkembang pesat, menjadikannya pedagang perunggu ternama di Xi'an sekaligus melambungkan reputasi "Xi'an Zao" dalam pemalsuan artefak perunggu.
Pada tahun 1920-an abad ini, Pasukan Zhen Song dari Barat Laut menyerang Xi'an, mengepung kota selama delapan bulan. Keluarga Nie mengerahkan seluruh kekuatan klan untuk mendukung jenderal penjaga kota Yang Hucheng dan Li Huchen. Tapi pertempuran ini berjalan dengan susah payah, kota kehabisan persediaan makanan, 50.000 warga biasa mati kelaparan. Ibu kota kuno 13 dinasti ini mengalami tribulasi paling mengerikan sepanjang sejarah, kekuatan vital keluarga Nie rusak parah.
Untuk itu, satu cabang keluarga Nie meninggalkan Xi'an dan pindah ke kota Beiping, yaitu cabang Nie Nangui ini. Kakek buyut Nie Nangui berpengetahuan luas, berhasil stabil di posisi di Sijiu Cheng, bahkan menjadi pengusaha besar perunggu kuno, sampai menduduki posisi Wakil Presiden kamar dagang barang antik Beijing.
Kakek Buyut saya dulu untuk menambah pengetahuan, pergi ke mana-mana mencari salinan prasasti, pernah berteman dengan seorang keturunan Keluarga Nie di Xi'an, menghabiskan banyak uang untuk mendapatkan prasasti San Shi Pan dan Mao Gong Ding. Tapi ternyata keturunan Nie itu cuma anak bangsawan sembrono, Kakek Buyut saya mengeluarkan 500 yuan perak hanya untuk mendapatkan prasasti palsu yang sudah diubah-ubah. Beliau merasa sangat malu, sejak itu tidak menyukai Keluarga Nie. Ketika Keluarga Nie pindah ke Beiping, kedua pihak saling curiga, tampak rukun tapi sebenarnya tidak akur.
Kemudian, Keluarga Nie membeli sejumlah besar perunggu kuno, mengira itu asli dari Dinasti Shang, mengeluarkan uang banyak. Padahal itu adalah "Suzhou Zao", karya Zhou Meigu sang ahli pengecoran ternama masa itu. Kakek Buyut saya punya hubungan baik dengan Zhou Meigu, tahu asal-usul "perunggu Dinasti Shang" palsu ini. Tapi beliau diam saja, Kakek Buyut Nie Nangui akhirnya tertipu karena ini.
Setelah invasi Jepang ke Tiongkok, sejumlah besar barang yang mereka kirim dari Tianjin ke Pelabuhan Jiujiang tertahan di Teluk Qiantang. Angkatan Laut Jepang yang berkedudukan di Teluk Hangzhou merampas kargo tersebut. Meski telah mengeluarkan biaya dan meminta bantuan orang selama dua tahun, upaya itu tak membuahkan hasil. Ratusan artefak perunggu itu akhirnya jatuh ke tangan Jepang dengan mudah. Keluarga Nie pun tak lagi memiliki kemampuan finansial untuk membeli stok barang baru.
Susah payah menunggu hingga Jepang menyerah, insiden gudang Bank Citibank di Dongjiaominxiang bagai dentuman guntur. Beberapa pedagang antik besar menjadi korban perampokan. Tak hanya kerugian materi yang besar, nyawa beberapa kerabat pun melayang - Nenek Chu Wan, Tuan Muda Tiga Keluarga Nie, serta anak angkat pedagang antik Prancis terkenal C.T. Loo turut menjadi korban dalam peristiwa ini.
Kasus perampokan yang menggemparkan wilayah Beijing-Tianjin-Hebei ini penuh misteri. Keluarga Nie menduga Cawan Sembilan Naga milik Kakek Buyut-lah yang memicu malapetaka. Namun sang Kakek Buyut justru menuding Tuan Muda Tiga Keluarga Nie yang berkolaborasi dengan pihak luar sehingga menimbulkan masalah. Perseteruan ini meretakkan hubungan persaudaraan di antara mereka, berganti dengan saling tuduh dan kebencian.
Mengingat dendam dan konflik lintas generasi itu, Chu Wan tak bisa menahan desahan di dalam hati.
Karena kasus perampokan Bank Citibank yang belum terpecahkan di masa lalu, anggota keluarga Nie dan Chu terbunuh dalam peristiwa tersebut, sehingga timbul saling curiga di antara mereka.
Selama bertahun-tahun berikutnya, Chu Wan dan Nie Nangui beberapa kali bertemu sebagai tandingan sepadan, baik karena dendam leluhur maupun ketidakrelaan menerima kekalahan.
Namun di kemudian hari, keluarga Nie akhirnya tidak lagi mencapai kejayaan masa lalu. Zaman telah berubah, era keemasan hiasan perunggu telah berlalu.
Guci tembikar kecil untuk menyimpan tembakau hidung yang indah, jauh lebih praktis dibanding mengangkut hiasan perunggu berat. Sekalipun itu harta karun langka dari Dinasti Xia, Shang, atau Zhou, di mata pemain barang antik tetap kalah menarik dibanding sepotong guci biru-putih era Xuande.
Sedangkan seni keramik, adalah bidang keahlian utama keluarga Chu.
Hari ini aku bisa merebut keramik biru putih Dinasti Ming yang otentik dari tangan Nie Nangui dan mundur dengan selamat, ada dua alasan. Pertama, aku mendapat keuntungan dari pengalaman terlahir kembali, Nie Nangui yang masih hijau sekarang memang akhirnya kalah; Kedua, Keluarga Nie masih kurang matang dalam seni keramik, tidak memiliki kedalaman warisan leluhur seperti Keluarga Chu.
Memikirkan ini, Chu Wan mengulurkan tangan, meraba lima butir mutiara giok dalam tas kanvasnya. Ia mengeluarkan butir mutiara giok kuning Dinasti Han itu. Di bawah sinar matahari, mutiara itu terlihat lembut seperti lemak, halus mengilap, warnanya pekat mirip amber. Mutiara seperti ini sungguh langka.
Ia mengamati dengan seksama. Pada mutiara giok kuning itu terdapat lubang kecil yang dibor sangat rapi, kedua ujungnya membentuk lengkungan kecil. Kerajinan seperti ini benar-benar jarang ditemui.
Ini jelas merupakan kepala untaian upacara.
Rantai upacara adalah perlengkapan resmi pejabat Dinasti Qing saat menghadiri sidang kerajaan, dengan variasi warna sesuai peringkat jabatan. Pada awal era Republik Tiongkok, setelah pemerintahan Qing runtuh, pasar barang antik dibanjiri berbagai jenis rantai upacara dengan harga beragam. Barang pusaka keluarga yang tersimpan lama ini sering tercampur dengan manik-manik giok biasa, sehingga tidak terlalu langka.
Namun yang satu ini berbeda - manik giok kuning Hetian, pada masanya hanya boleh digunakan oleh satu orang, yakni kaisar. Menurut catatan sejarah, rantai upacara ini seharusnya khusus digunakan Kaisar Qianlong saat upacara persembahan di Altar Bumi.
Hal ini menambah nilai yang jauh lebih tinggi dibanding giok kuning biasa. Meski hanya satu butir, nilainya tak boleh diremehkan.
Berdasarkan penilaian Chu Wan, dalam 10 tahun ke depan dengan promosi tepat, nilainya diperkirakan bisa mencapai 2 juta yuan - angka yang sangat mungkin tercapai.
Su Hongyan yang melihatnya di samping penasaran: "Manikmu ini cantik, mirip kacang kastanye kuning yang sudah digoreng."
Chu Wan tersenyum, santai mengusap-usap dengan jempolnya, kemudian dengan sikap tidak serius memasukkan ke dalam kantong layar kapal: "Memang cantik, simpan saja untuk main-main."
Dalam hati berpikir, kalau Nie Nangui tahu bahwa di bawah kelopak matanya sendiri, aku memperoleh guci tutup biru-putih dan sebutir rantai upacara khusus Kaisar Qianlong, mungkin dia bisa mati kaget.
Lagipula apapun alasannya, dalam pertarungan pertamanya dengan Nie Nangui, dia meraih kemenangan mutlak.
Chu Wan teringat lagi pada Kakek Nie itu, wawasan orang itu yang begitu tajam bagai racun. Hari ini semua berkat ketidakhadirannya, dirinya bisa mendapat keuntungan besar semurah ini.
Saat itu, Su Hongyan dengan hati-hati memeluk beberapa botol-botol dan wadah, tentu saja memperlakukannya seperti harta karun, sambil merasa cukup bangga karena merasa telah "memunguti harta".
Lu Jianzhao: "Seharusnya sekalipun ini tiruan Dinasti Qing, porselen biru-putih dari era Qing tetap pantas bernilai tinggi!"
Chu Wan menyimpan lima butir mutiaranya dengan rapi, baru kemudian dengan lambat berkata: "Gua Qinghua dari Dinasti Qing yang meniru gaya Yuan, seratus lima puluh yuan masih layak."
Su Hongyan bersemangat: "Nah, dapat harta karun!"
Chu Wan malah bertanya: "Tapi lihat pemilik toko tadi yang licik itu, menurutmu mungkin kita bisa mendapatkan harta tak terduga dari tangannya?"
Su Hongyan berpikir sejenak lalu menjawab: "Kan kamu ahli!"
Chu Wan: "Sehebat apapun aku, tak mungkin merampas keuntungan dari orang. Tak ada yang mau rugi."
Lu Jianzhao mengerutkan dahi: "Wan-wan, maksudmu apa?"
Chu Wan: "Meski ini imitasi Yuan dari Dinasti Qing, tapi hiasan warnanya dari era Republik. Kerajinan warnanya jelek, harganya anjlok."
Su Hongyan: "Ha?"
Lu Jianzhao terkejut: "Lalu harganya berapa?"
Chu Wan berpikir sejenak: "Sekitar belasan yuan?"
Su Hongyan hampir tak bisa bernapas: "Apa?!"
Lu Jianzhao juga bingung, melotot: "Wan-wan, apa maksudnya ini? Barang belasan yuan, kita beli seratus lima puluh? Ini kan ngasih duit gratis ke orang?"
Chu Wan: "Jangan panik, kita cari tempat sepi pelan-pelan bicara. Pegang erat barang di tangan, jangan sampai jatuh."
Diingatkan begitu, Su Hongyan buru-buru memeluk erat.
Mereka lalu menuju ke kaki tembok sepi, Chu Wan menyuruh Su Hongyan membuka bungkusan, mengeluarkan guci tutup itu, mengelapnya dengan kain bungkusan sebelum berkata: "Saya suruh kamu beli, niat utamanya bukan pada anggur. Yang dibeli bukan barang nyata bergaya Republik itu, tapi ini—"
Mendengar itu, kedua orang itu terkejut, mengamati benda tak menarik ini: "Ini kan cuma guci tutup rusak? Retak-retak lagi!"
Chu Wan menghela napas: "Ini barang asli, Guci Porselen Biru Putih Ming Zhengtong."
Su Hongyan langsung membelalakan matanya, dia tentu tahu arti keramik biru Dinasti Ming—itu adalah masa keemasan keramik biru Tiongkok, diakui seluruh dunia!
Jika benar keramik biru Dinasti Ming, nilainya bukan lagi seratus atau dua ratus tael, pasti mencapai ratusan bahkan ribuan tael!
Chu Wan mengusap perlahan dengan bungkusan kain, lalu menunjuk bagian bawah: "Lihat, hasil pembakaran Kiln Kekaisaran Jingdezhen, tidak mungkin palsu."
Su Hongyan menarik napas dalam-dalam: "Kalau... kalau ini asli, kita dapat untung besar!"
Chu Wan mengangguk: "Taruh hati di perut, ini jujur."
Lu Jianzhao mengingat kembali kejadian tadi, tiba-tiba menepuk pahanya: "Aku paham! Kau sengaja membeli ini, si penjual mengira bisa menipumu, mengira kau salah lihat. Dia ingin menjual barang palsu Dinasti Qing ini kepada kita. Dia sibuk mengincar keuntungan, lalu kau manfaatkan keserakahannya untuk mendapatkan guci penutup ini sebagai bonus!"
Chu Wan: "Setuju."
Su Hongyan teringat kejadian tadi. Dirinya masih panik ingin membeli vas bermotif palsu itu, khawatir transaksi batal. Tak disangka Chu Wan ternyata sudah mengincar guci penutup biru-putih sejak awal!
Dia bergumam pelan: "Aku yang bodoh, memang aku yang bodoh."
Chu Wan berkata: "Justru ini kelebihanmu. Semangatmu yang sangat ingin membeli itu, penampilan 'tongkat pemukul' yang bahkan orang biasa tak bisa aktingkan—karena itu dia lengah. Kalau tidak ada kamu, hanya aku sendiri yang pergi, urusan ini pasti gagal."
"Tongkat pemukul" adalah istilah dalam dunia barang antik yang berarti penghabis harta keluarga, orang bodoh, tetap membeli meski tidak paham.
Su Hongyan terdiam sejenak: "Berarti saya cuma penghibur yang menambah keriuhan?"
Chu Wan mengangguk: "Kurang lebih. Kehadiranmu sangat diperlukan."
Lu Jianzhao mendengar ini, kembali tersadar: "Jadi waktu itu kamu tidak benar-benar marah? Hanya pura-pura marah untuk meminta tambahan benda ini! Aku sempat heran, kok tiba-tiba aura api-nya begitu besar sampai hampir bertengkar!"
Chu Wan: "Benar. Kakak Su tidak paham antik tapi ingin buru-buru beli. Saya juga kena desakmu sampai kehilangan seni tak sempat mikir detail, terpaksa beli. Tapi tawar-menawar tidak nyaman, malu gak bisa turun panggung, perlu jaga gengsi. Di situasi ini baru bisa maksa minta bonus guci kecil. Kalau tidak, tiba-tiba bahas guci tutup itu, dia pasti curiga. Atau kalau kita berdua ahli, dia juga bakal ragu."
Mengingat kecerdikan Nie Nangui, sekali saja dia mulai berhati-hati dalam proses ini, jangan harap bisa mengambil guci tutup biru-putih dari tangannya.
Su Hongyan memandangi guci tutup biru-putih itu, terkejut lama, akhirnya bergumam: "Inikah yang disebut pertarungan para ahli?"
Chu Wan: "Ini baru permulaan, cuma main-main biasa."
Su Hongyan menatap Chu Wan: "Ini... ini benar-benar keramik biru-putih?"
Chu Wan tak mau menjelaskan ini: "Kamu pulang saja minta ayahmu pelajari baik-baik. Pokoknya seratus lima puluh yuan, tidak akan rugi. Kalau nanti menyesal tidak mau, berikan saja padaku. Lihat kamu sudah berperan sebagai 'tongkat pemukul' hari ini, aku terima dengan dua ratus yuan."
Su Hongyan buru-buru menanggapi: "Ah, tidak perlu sampai segitu... Tapi kamu sudah susah payah, apa aku harus membagikan sebagian padamu?"
Chu Wan: "Tak usah, aku juga tidak tertarik. Simpan saja untuk mainanmu."
Su Hongyan menatap Chu Wan dengan bingung, tak tahu harus berkata apa.
Penampilan Chu Wan seperti anak SMA biasa, muda dan sederhana, tapi...
Keramik biru putih Dinasti Ming, disebutnya "simpan untuk mainan"??
Chu Wan: "Lagipula aku tidak rugi. Tadi kan sekalian beli beberapa butir mutiara."
Jika bukan karena ada vas dengan lukisan belakang itu sebagai kamuflase, mungkin dia tidak akan berhasil mengambil Mutiara Giok Kuning dari bawah pengawasan Nie Nangui. Bahkan jika berhasil, harganya pasti tidak murah. Jadi ini bisa dianggap sebagai imbalan yang dia dapatkan.
Sama sekali tidak rugi.
Su Hongyan pergi dengan gembira sambil memeluk guci dan botol. Tatapan Lu Jianzhao ke arah Chu Wan sekarang sudah berubah total - penuh kekaguman, seperti memandang dewa.
Bahkan saat naik bus, Lu Jianzhao menyodorkan tangan untuk menopangnya secara halus, wajahnya menunjukkan sikap sopan dan penuh perhatian yang membuat orang tidak tega melihatnya.
Chu Wan mengamati ini dengan perasaan familiar. Inilah Lu Jianzhao yang dia kenal di kemudian hari - yang selalu patuh pada sarannya dalam hal koleksi, bahkan memintanya menjadi penasihat teknis saat membuat film bertema koleksi.
Chu Wan memikirkan ekspresi Lu Jianzhao yang sebelumnya tidak terlalu menghargainya, tapi dia tidak merasa apa-apa. Dunia ini memang begitu, dia tidak terlalu mempedulikannya. Jika bisa berteman ya baik, kalau tidak juga tidak masalah.
Di perjalanan pulang, di tengah keramahan Lu Jianzhao, Chu Wan teringat kemunculan Nie Nangui. Dia berpikir bahwa orang dan peristiwa dari kehidupan sebelumnya akhirnya akan datang juga. Tapi dengan pengalamannya yang sudah ada kali ini, selama dia bisa menapaki jalan ini dengan baik, pada akhirnya semuanya akan terkelola dengan baik.
Cawan Giok Sembilan Naga itu pun pada akhirnya akan muncul kembali.
Setelah tiba di rumah dan makan siang, Chu Wan memain-mainkan beberapa mutiara itu. Kecuali mutiara Giok Kuning, lainnya hanyalah mutiara biasa dari Dinasti Qing. Meski usianya lebih muda, ternyata cukup bagus untuk mainan anak-anak, lalu dia menyimpannya begitu saja dalam kantong.
Setelah makan, pergi menemui Lao Ye. Lao Ye membicarakan rencana besok: pagi-pagi sekali, Lu Shouyan akan mengendarai jeep ke Nankou sambil membawa tiga cucu laki-laki keluarga. Nanti mereka akan membantu bercocok tanam di Yongling.
Awalnya Chu Wan sangat tidak ingin mereka datang ke rumah. Tanah di rumah ditanami atau tidak, dia tidak peduli. Dia hanya ingin fokus belajar dengan tenang.
Kini mengirim beberapa pria ke sana, rumah akan berantakan. Dia juga harus memasak dan menjamu. Mana ada pikiran untuk itu? Cuma membayangkan saja sudah merepotkan.
Tapi dia berpikir, bawa saja beberapa pria ini untuk diperlihatkan pada Kakek Buyutnya, biarkan Kakek Buyut yang mengambil keputusan.
Setelah mengobrol sebentar, Chu Wan mendatangi sisi Feng Luxi. Tapi tak disangka dia bertemu Su Hongyan di depan.
Su Hongyan begitu bersemangat saat melihat Chu Wan: "Aku sudah minta ayahku melihat, dia bilang ini jelas asli, ini adalah keramik biru-putih asli Dinasti Ming! Kalau bukan karena kita dapat rejeki nomplok, di luar pasti harganya sampai ribuan! Chu Wan, keren sekali! Aku lihat Kakek Nie itu licik, pemilik toko Xiao Nie meski muda juga jago nego, seluruh keluarganya pintar. Kau berani mengambil risiko dari tangan mereka, benar-benar membuatku kagum!"
Chu Wan: "Ini hal kecil, kebetulan rejekimu bagus."
Su Hongyan menyodorkan kantong besar ke tangan Chu Wan: "Chu Wan, ini untukmu, harus diterima! Ini buat mengembalikan tenaga, lihat tubuhmu kurus sekali! Ada juga sepotong kain, bisa kau jadikan baju!"
Chu Wan menerimanya: "Baik, terima kasih."
Meski ekspresi Chu Wan tetap datar, Su Hongyan tetap sangat menyukainya, sampai ingin memeluknya erat-erat.
Itu adalah porselen biru-putih asli Dinasti Ming, betapa berharganya!
Setelah Su Hongyan mengucapkan terima kasih berulang kali dan akhirnya pergi, Chu Wan membuka tas jaring itu. Di dalamnya ada krim wajah dan sepotong kain. Sebenarnya dia tidak membutuhkannya, lalu berpikir untuk memberikan krim wajah kepada Feng Luxi, kain itu juga akan diberikan padanya. Bagaimanapun Feng Luxi yang menjahitkan baju untuknya, hadiah-hadiah ini cocok diberikan.
Sore harinya Chu Wan belajar di rumah, mengerjakan soal-soal latihan. Dia menyadari masih ada kesulitan, meskipun sudah belajar beberapa hari ini, sekitar separuh materinya masih sama sekali tidak dipahami.
Tampaknya untuk bisa diterima di universitas, harus dilakukan usaha keras yang serius.
Malam itu ketika kembali, Feng Luxi mengurus barang-barangnya dan menyiapkan berbagai makanan - ada daging asap, tepung terigu, susu bubuk, bahkan juga krim wajah dan minyak kerang.
Chu Wan melihat barang-barang ini: "Ibu, ada seorang teman yang memberiku beberapa, aku juga ingin memberikannya padamu."
Feng Luxi tersenyum: "Aku sudah punya. Ini untukmu. Bukankah kamu ingin pulang dan belajar dengan tenang? Lagipula tidak ada hal lain, oleskan lebih banyak pada diri sendiri, rawatlah tubuhmu dengan baik. Minumlah susu bubuk setiap hari sedikit demi sedikit, lama-lama bisa bertambah tinggi. Sekarang kamu terlalu kurus."
Lalu dia menambahkan: "Besok Jianhui, Jianzhao dan saudara-saudara mereka akan datang. Kakek Lu sudah bilang, jangan sungkan. Suruh saja mereka bekerja. Siapa yang tidak serius, nanti kamu laporkan pada Kakek Lu, biar dia yang menghukum."
Chu Wan tersenyum: "Baik."
Keesokan harinya, Lu Shouyan datang lebih awal mengendarai jeep. Cucu keempat keluarga Lu, Lu Jianhui juga datang.
Kakek Lu sudah menyiapkan banyak hadiah langka, beberapa diantaranya adalah barang khusus yang tidak bisa dibeli di pasaran.
Dia sengaja membawa sebungkus tembakau, menyebutnya "Qingtiao Lanzhou": "Alm. Kakek Buyut dulu pernah bilang, beliau paling suka qingtiao dari Lanzhou yang diolah dengan metode kuno. Ini saya sengaja minta orang untuk mendapatkannya. Bawa ini untuk beliau, sebut saja qingtiao, pasti langsung tahu."
Chu Wan mendengarkan, berterima kasih lalu menyimpannya.
Kakek Lu memang sangat paham karakter Kakek Buyut. Orang yang sudah sepuh begini, harta berharga apapun tidak menarik lagi. Tapi seumur hidupnya, Kakek Buyut hanya punya satu kelemahan ini.
Semua barang-barang ini, bersama persediaan makanan lainnya dari Feng Luxi, dimuat semua ke dalam jeep.
Lu Jianzhao tentu saja sangat bersemangat melayani. Kini dia memandang Chu Wan bagai dewa, penuh kekaguman sampai bersujud lima anggota badan, rela melakukan apapun untuknya.
Melihat sikapnya yang terlalu merendah, Lu Jianshi tidak mau kalah. Berebut menunjukkan perhatian, terus memanggil "Wan-wan" dengan mesra. Saat Chu Wan naik mobil, dia segera menyangga lengannya.
Setelah naik ke jeep, Chu Wan duduk di sebelah kiri. Lu Jianzhao dan Lu Jianshi sama-sama tak sabar ingin duduk di sebelahnya. Persaingan antara dua bersaudara ini membuat mereka terjebak di kursi, saling pandang-memandang tanpa ada yang mau mengalah.
Lu Jianhui justru santai. Dia yang sedang sibuk bekerja di institut riset tiba-tiba diperintahkan Lao Ye untuk cuti dengan alasan "pergi bekerja ke Desa Yongling".
Dia kurang lebih tahu situasinya, tapi tidak terlalu memikirkannya. Saat ini dia hanya menjalankan tugas semata.
Dia berusaha sekuat tenaga menyelesaikan misi ini. Jika disuruh menikahi Chu Wan, itu juga tak masalah baginya - bisa diterima.
Tapi kalau harus bersaing berebut perhatian dengan dua adiknya seperti ini, itu di luar kemampuannya.
Merusak keharmonisan keluarga hanya demi mendapatkan menantu, tak perlu dipermasalahkan.
Chu Wan tak ingin menyaksikan konfrontasi dua bersaudara ini, apalagi melerai. Matanya dengan santai menatap keluar jendela.
Lu Shouyan yang selama ini diam di kursi depan tiba-tiba bersuara: "Kalian berdua ini bertingkah seperti apa?"
Begitu dia bicara, kedua keponakan itu saling melapor dan menuduh satu sama lain.
Lu Shouyan mendengar pengaduan tidak berbobot mereka dengan raut wajah dingin, memerintahkan dengan nada datar: "Turun semua, serahkan posisi itu kepada Jianhui."
Begitu sang paman memberi perintah, kedua keponakan itu saling melotot, persaingan mereka terpaksa berhenti sementara. Tanpa ada yang mau mengalah, mereka turun bersama. Lu Jianhui menurut dan duduk di sebelah Chu Wan.
Awalnya Lu Jianshi dan Lu Jianzhao ingin mengobrol dengan Chu Wan, namun dengan keberadaan Lu Jianhui di tengah, secara alami menjadi kurang nyaman bagi mereka berdua.
Chu Wan pun berbincang santai dengan Lu Jianhui tentang pekerjaannya di institut penelitian.
Lu Jianhui adalah pria cerdas dan jujur. Menurut Kakek Lu, dia termasuk tipe yang memiliki ide yang tenang.
Tahun ini usianya 24 tahun, lima tahun lebih tua dari Chu Wan. Dia termasuk mahasiswa angkatan pertama setelah ujian universitas dibuka kembali, mengambil S1 teknik elektro lalu S2 kontrol otomatis. Setelah lulus S2, dia bekerja di Institut Penelitian Otomasi.
Lu Jianhui baru menikah di usia tiga puluhan karena sibuk dengan penelitian akademis. Ia menikahi rekan peneliti yang sudah lama dikenalnya, kebetulan pasangan ini bersama-sama berkecimpung di bidang sains. Konon di malam pengantin mereka masih berdiskusi tentang perkembangan terbaru penelitian robot bawah air.
Saat mengobrol seperti ini, Chu Wan tak bisa menghindari pikiran tentang kemungkinan hubungannya dengan Lu Jianhui.
Meski orang luar mungkin mengejek bahwa hubungan Lu Jianhui dengan calon istrinya lebih mirip rekan kerja daripada pasangan suami-istri, namun pada akhirnya ini adalah takdir perjodohan yang baik. Seandainya ia bersama Lu Jianzhao, rasanya seperti merusak takdir perjodohan pasangan suami-istri yang sudah ada.
Namun Lu Jianhui terlihat sangat antusias. Ia mulai bercerita pada Chu Wan tentang robot.
Sebenarnya Lu Jianhui bukan tipe yang pandai bicara, juga tidak menguasai seluk-beluk pergaulan. Tapi begitu membahas robot, semangatnya langsung berkobar. Chu Wan hanya perlu bertanya sedikit, ia langsung menjelaskan panjang lebar.
Departemen tempatnya bekerja sekarang bernama Lembaga Penelitian Kontrol Otomatis. Saat ini topik penelitian di laboratorium mereka adalah robot.
Chu Wan sebenarnya sudah mengetahui bahwa di masa depan, prestasi penelitiannya sangat gemilang. Pada akhir era 80-an, dia sudah memimpin proyek percontohan robotik nasional. Selanjutnya, melalui kerja sama dengan Rusia, berhasil mengembangkan robot bawah air yang melampaui teknologi dunia.
Saat itu banyak perusahaan yang tertarik ingin berinvestasi di bidang ini, termasuk Lu Jianshi yang mencoba meminta dana dari Chu Wan. Namun Chu Wan yang tidak terlalu memedulikan uang kecil membiarkan Lu Jianshi menggunakan uangnya sesuka hati, tetapi untuk investasi jenis ini dia tidak ingin melepas kendali. Akhirnya dia langsung menemui Lu Jianhui untuk mendengar prospek pengembangan bidang ini.
Setelah mendengar penjelasan tersebut, dia menjadi sangat tertarik dan merasa ini hal yang menyenangkan sekaligus berguna. Saat itu juga dia mengalokasikan sebagian dana untuk membentuk perusahaan kerja sama dengan Lu Jianhui. Seingatnya, tepat sebelum kejadian yang menimpanya, Lu Jianhui masih menghubunginya untuk membahas rencana uji coba robot bawah laut Tiongkok di kedalaman lebih dari enam ribu meter di wilayah laut timur Hawaii. Ini tentu hal yang sangat besar karena teknologi ini telah melampaui kemampuan Rusia dan Prancis sebelumnya.
“Jika uji coba ini berhasil, robot cerdas China akan naik ke tangga yang lebih tinggi, sekaligus China juga akan memiliki inisiatif dalam pengembangan kelautan di masa depan.”
“Semua ini, Chu Wan hanya mendengarkan. Begitu dia paham, dia rela memberikan dukungan.”
“Lagipula dia sudah menghasilkan banyak uang dari barang antik. Ini urusan keluarga, untung atau tidak dia tetap mau mendukung.”
“Kini, mendengar kembali konsep yang dibayangkan Lu Jianhui, setelah mempertimbangkan, Chu Wan memutuskan untuk berbicara lebih banyak. Dia ingin mendorong pemikirannya agar mungkin bisa mengubah beberapa hal.”
“Aku ingat suatu hari melihat buku tentang penemuan kapal harta karun yang tenggelam di Laut Selatan oleh orang Belanda. Kapal Tiongkok itu karam karena serangan bajak laut. Mereka mengangkat kapal itu dan menemukan jutaan keramik era Kangxi.”
Lu Jianhui mengerutkan dahi: “Mereka menemukannya, lalu? Itu kan keramik milik kita, Tiongkok?”
: "Orang ini sangat gila. Karena keramik di kapal itu jumlahnya luar biasa banyak, dia berpikir barang langka akan lebih berharga. Untuk menaikkan harga lelang, dia hanya menyisakan 200 ribu lebih keping, sementara 600-700 ribu keping lainnya dihancurkan secara brutal. Setelah itu, keramik-keramik itu dibawa ke luar negeri untuk dilelang dengan harga fantastis, membuatnya mendapatkan kekayaan besar."
mendengar sampai matanya terbelalak: "Keterlaluan! Buku apa ini? Apa kita tidak bisa menghentikan mereka?"
mengangguk: "Ketika teknologi kita kalah, apa yang bisa kita lakukan? Kita tidak punya payung hukum maupun kemampuan teknis di bidang ini. Tapi kamu tidak perlu terlalu serius. Ini cuma buku yang kubaca di rumah , beli dari lapak, mungkin cuma karangan ngawur buat hiburan."
Ini adalah sejarah berdarah di masa depan. Orang itu melelang keramik China secara gila-gilaan di balai lelang. Kabar ini sampai ke dalam negeri, pihak China baru tersadar. Saat itu negara belum memiliki hukum perlindungan benda budaya di luar negeri, teknologi penjelajahan dasar laut untuk artefak juga sama sekali belum berkembang.
Pihak asing mengklaim penjelajahan dilakukan bukan di Laut Selatan melainkan di laut lepas. China semakin tidak berdaya menghadapinya.
Tanpa pilihan, pemerintah terburu-buru mengirim pakar keramik ke balai lelang, berharap bisa menyelamatkan sebagian kerugian.
Sayangnya, lebih dari 200 ribu keping keramik dilelang selama sembilan hari berturut-turut menjadi sorotan. Orang China bahkan tidak sempat mengangkat papan nomor, hanya bisa memaksa menyaksikan ribuan keramik mengembara ke luar negeri.
Saat itu orang China hanya bisa mengumpulkan US$30.000. Meski memiliki hak pembelian prioritas, tapi terus dibunuh oleh penawaran tinggi. Harta karun Tiongkok akhirnya menjadi milik orang lain.
Lu Jianhui terdiam sejenak, akhirnya berkata: "Jadi kita harus fokus pada bidang robotika, bisa menggunakan robot bawah air untuk pengembangan eksplorasi bawah laut. Robot semacam ini juga bisa digunakan untuk arkeologi pengangkatan bawah air!"
Chu Wan: "Masuk akal."
Lu Jianhui menghela nafas: "Tahun ini saja, saya mengikuti delegasi ke Amerika dan Kanada, mengunjungi lebih dari sepuluh kota, melihat robot yang dikembangkan oleh Pusat Sistem Kelautan Angkatan Laut asing. Benar-benar membuka mata! Jarak antara kita dengan dunia luar terlalu jauh, memikirkannya saja membuat hati gelisah!"
Melihat sorot mata cemasnya, Chu Wan teringat di masa depan ketika Uni Soviet bubar, institut mereka akan berkolaborasi dengan Rusia untuk mengembangkan mesin bawah air. Ia menghibur: "Jangan terlalu terburu-buru. Memang ada kesenjangan besar dengan luar negeri saat ini. Jika hanya terpaku pada yang terbaik dan ingin cepat sukses, malah mungkin tersesat. Perlahan saja."
Dia menambahkan: "Lihat, seperti sekarang aku ingin ikut ujian masuk universitas, aku tidak berani mendaftar ke Universitas Beijing, hanya memilih universitas biasa saja. Tetapkan target kecil, baru lebih mungkin berhasil."
Lu Jianhui terdiam sejenak, lalu berkata: "Wan-wan, perkataanmu juga masuk akal. Aku akan memikirkannya lagi."
Chu Wan pun tidak melanjutkan pembicaraan.
Namun tatapan Lu Jianhui kini berbeda saat menatap Chu Wan: "Wan-wan memang cerdas. Orang lain mungkin cuma melihat keramaian saat membaca cerita itu, tapi kamu bisa berpikir lebih jauh."
Chu Wan: "Aku cuma bicara asal."
Lu Jianhui menghela nafas: "Bicaramu yang 'asal' itu justru memberi pencerahan. Aku harus lebih sering ngobrol denganmu. Sebelumnya tidak terpikirkan bidang arkeologi bawah air ini."
Saat Chu Wan dan Lu Jianhui berbincang, Lu Jianzhao yang mendengarkan merasa terharu.
Meski Chu Wan besar di desa sejak kecil, wawasannya luas. Hal-hal yang sepele maupun penting ternyata semuanya dia ketahui.
Dia menduga, mungkin ini yang dipelajari Chu Wan dari Kakek Buyut-nya - pengalaman orang tua memang berbeda. Pemikiran ini tentu saja berpihak, tapi tidak ada cara, kemarin dia benar-benar terkejut dengan kecerdikan dan strategi Chu Wan saat berhadapan dengan ahli pemilik restoran kecil Keluarga Nie.
Menurutnya, tidak aneh jika Chu Wan yang seperti ini mengetahui segalanya. Ini adalah bakat alami seorang ahli.
Dia tidak banyak berpikir, tapi Lu Jianshi justru overthinking. Kini dia merasa seperti duduk di atas duri, hatinya sangat tidak enak.
Awalnya dia mengira Lu Jianzhao pasti meremehkan Chu Wan, toh Chu Wan cuma gadis desa yang penampilannya biasa-biasa saja. Tapi Lu Jianzhao berbeda - dia mahasiswa yang sering pergi mendayung ke Yuanmingyuan atau mendaki Yuyuantan bersama teman-teman, bahkan bisa menari disko. Singkatnya, sangat modern.
Lu Jianzhao yang seperti ini mana mungkin tertarik pada Chu Wan? Dia berpikir setelah Chu Wan diacuhkan oleh Lu Jianzhao, secara alami akan merasakan kebaikannya. Saat itu datang, tinggal dihibur sedikit, Chu Wan pasti akan jadi miliknya.
Tapi siapa sangka, dalam sekejap waktu, entah bagaimana caranya Lu Jianzhao tiba-tiba jadi sangat perhatian pada Chu Wan. Bagaimana ini bisa terjadi? Bukankah ini sengaja melawan dirinya?
Tiba-tiba dia dapat saingan kuat seperti ini!
Siapa kira, saat dia dan Lu Jianzhao sedang bersaing panas-panas, tiba-tiba muncul orang tak terduga - Lu Jianhui malah asyik mengobrol dengan Chu Wan??
Dia benar-benar tak paham, satu per satu mereka yang biasanya tak terlihat mau pacaran, tak pernah menunjukkan ketertarikan pada Chu Wan, kok bisa tiba-tiba muncul?
Lu Jianhui beberapa tahun lebih tua dari mereka, biasanya kaku seperti kayu, otaknya hanya memikirkan proyek penelitian, kok tiba-tiba bisa menghibur Chu Wan sampai asyik ngobrol di situ?
Lu Jianshi menarik napas dalam, menopang dahinya dengan tangan. Ia mengatupkan gigi, menggelengkan kepala, tak mengerti! Sungguh tak mengerti!
Tiba-tiba, Lu Shouyan yang sejak tadi diam di depan berbicara: "Kita hampir sampai. Aku akan mengantarmu ke kampung. Kalian bisa bekerja di sini dulu, nanti malam pergilah sendiri ke Nankou."
Lu Jianshi dan yang lain tidak keberatan.
Lu Shouyan: "Nanti bawa sendiri barang-barangmu turun. Aku masih ada urusan penting. Tolong sampaikan salamku kepada Kakek."
Chu Wan mendengar kata-katanya yang terdengar dingin itu, refleks melirik ke arah Lu Shouyan di depan.
Tak disangka, pandangannya bertabrakan dengan sorot mata Lu Shouyan di kaca spion.
Ekspresinya datar, memandanginya dengan sorot mata asing yang tak biasa.
Chu Wan tertegun sebentar.
Saat hendak menatap lagi, ia sudah memalingkan muka. Di kaca spion hanya tersisa profil tegas yang dingin, dengan dagu sedikit menegang - jelas menunjukkan ketidaksenangan yang mendalam.
Chu Wan terkekeh, dia yakin ketidaksukaan yang dingin dan tidak ramah tadi ditujukan padanya.
Kehidupan sebelumnya tak perlu dibahas, di kehidupan ini, sejak bertemu dengannya, dia selalu baik - memberinya makan, memberinya uang saku.
Perhatiannya pada pertunangan dia dengan Sun Xueye, selain mempertimbangkan diri sendiri, sebenarnya juga tulus berharap dia bisa lepas dari belenggu kehidupan sebelumnya.
Tak disangka, tiba-tiba dia memandangnya seperti itu.
Mengapa? Padahal saat terakhir bertemu, pembicaraan mereka masih berjalan dengan baik.
Jangan-jangan karena beberapa keponakannya ini?
Baru sekarang Chu Wan tersadar, sejak naik mobil ini, suasana hatinya tidak baik-baik saja, hampir tak bicara sepanjang perjalanan.
Dia selalu baik pada keponakan-keponakannya. Dulu setiap pulang dari akademi militer, selalu mengajak mereka jalan-jalan, bahkan mengajarkan jurus beladiri.
Sekarang, dia mengira Chu Wan sedang mempermainkan keponakan-keponakannya yang berharga itu?
Apakah sebagai paman, dia merasa cucu keluarga Lu telah menjadi sawi putih di gerobak yang dijual borongan, merasa keponakan kesayangannya direndahkan, sehingga tidak nyaman? Lalu berdampak pada sikapnya yang buruk padamu?
Jeep terus melaju, mungkin karena jalan pegunungan yang sulit, bergerak sangat lambat.
Beberapa penumpang menikmati pemandangan di luar. Musim ini sebenarnya bunga persik di pegunungan sudah mekar, namun dari kejauhan, pegunungan Makam Tiga Belas Kaisar masih terlihat kelabu suram, seakan belum pulih dari kekejaman musim dingin.
Sedikit bunga persik yang mekar pun terlihat tipis dan pucat, hiasan samar itu belum cukup menghidupkan musim semi di pegunungan yang membentang puluhan kilometer ini.
Hanya ketika jeep kebetulan melewati pohon persik, barulah semua tersadar: Oh, ternyata bunga persik sudah mekar.
V (Lu Jianshi) yang dihantam oleh dua sepupunya, hatinya sebenarnya sedih. Tapi sambil memandang bunga persik ini, dia menghela nafas: "Rencana setahun terletak di musim semi, rencana sehari terletak di pagi hari. Ini saatnya musim semi bercocok tanam, kita merasakan pekerjaan pertanian juga bagus, bisa merasakan aura alam."
Sembari berbicara, jeep berbelok ke selatan. Saat tiba di lereng bawah Desa (Yongling), (Chu Wan) menunjuk jalan: "Jalan turun ini langsung ke Yongling."
(Lu Jianzhao) melihat ke arah makam Yongling: "Aku ingat pernah baca buku yang bilang pemimpin negara mengunjungi (Makam Tiga Belas Kaisar), menyebut Kaisar (Yongle) (Zhu Di). Berani mendirikan ibukota di (Beijing), bahkan menaruh makamnya di sini, tidak takut pasukan berkuda (Mongolia), orang yang punya nyali."
(Chu Wan) mengangguk: "Benar. (Zhu Di) sering tinggal di istana (Tumu), mengurus pemerintahan dan latihan militer, tidak pernah melupakan persiapan perang."
Lu Jianzhao mendengarkan, lalu terlihat agak sombong. Dengan sengaja pamer, dia melanjutkan: "Makam Yongling adalah tempat peristirahatan Kaisar Jiajing. Kaisar ini lama bertakhta sehingga dia membangun makam Yongling hanya sedikit lebih kecil dari Changling milik Kaisar Chengzu. Konon kaisar ini sangat tidak apa-apa, 20 tahun tidak menghadiri sidang kerajaan, mengangkat Yan Song sebagai tangan kanan, lalu ada juga Hai Rui yang dipenjarakannya sampai anaknya naik takhta baru dibebaskan."
Lu Jianshi tidak senang melirik ke arah Lu Jianzhao: "Kakak Kedelapan, jujur kamu tahu segalanya! Pengetahuanmu benar-benar luas!"
Nada bicaranya penuh ejekan.
Dalam hatinya memang meremehkan: "Buat apa pamer pengetahuan di sini? Mau pamer status mahasiswa?"
Lu Jianzhao menatap Lu Jianshi: "Kamu harus banyak belajar! Lihat Wan-wan, dia mengerti segalanya. Level kita masih jauh di bawahnya!"
Lu Jianshi mendengar ini, wajahnya hampir memerah karena marah, melotot ke arah Lu Jianzhao: "Kakak Kedelapan, kamu mahasiswa, aku memang tak bisa menyaingimu, aku tahu kamu hebat, oke?!"
Lu Jianzhao tertawa sinis: "Aku cuma ngomong biasa, kenapa kamu marah? Apa bicara saja dilarang?"
Lu Jianshi: "Coba dengar nada bicaramu yang sinis itu!"
Lu Jianzhao: "Siapa yang bicara dengan nada sinis?!"
Di samping mereka, Lu Jianhui memandang kedua sepupu ini dengan bingung, sama sekali tak memahami situasi.
Sepanjang perjalanan, pikirannya terus menerawang pada ucapan Chu Wan. Menurutnya perkataan Chu Wan masuk akal dan memberi pencerahan, namun cara menyelesaikan masalah ini masih belum jelas baginya.
Kenapa tiba-tiba kedua sepupu ini bertengkar?
Lu Jianzhao dan Lu Jianshi yang masih muda belia, baru menginjak 20-an tahun dengan bau darah masih menyengat, sama-sama menyimpan perasaan khusus pada Chu Wan. Tak ada yang mau kehilangan muka di depan sang gadis, hingga saling serang dengan kata-kata, hingga hampir terlihat seperti akan berkelahi.
Chu Wan mengerutkan dahi, pertengkaran seperti ini terlalu kekanak-kanakan. Ia pun menoleh ke arah jendela.
Tiba-tiba, jeep berhenti mendadak. Hampir saja kepalanya terbentur kursi depan.
Lu Jianhui yang juga kaget, buru-buru melindunginya: "Wan-wan, tidak apa-apa?"
Lu Jianshi dan Lu Jianzhao nyaris terjungkal. Dengan memalukan mereka merapikan posisi duduk, menatap Lu Shouyan yang sedang menyetir: "Paman Tujuh, ada apa?"
Suara Lu Shouyan terdengar dingin dan datar: "Kalau mau berkelahi, turun saja."
Lu Jianshi dan Lu Jianzhao saling pandang, terkejut.
Lu Shouyan: "Turun."
Wajah kedua pemuda itu memerah, bingung mencari kata-kata.
Lu Shouyan: "Masih mau berkelahi?"
Lu Jianzhao dengan muka tebal berkata: "Paman... Kami hanya berdiskusi..."
Lu Jianshi berbisik pelan: "Bukan berkelahi, kan kami saudara, cuma becanda..."
Sambil mengatakan itu, dia berpura-pura memeluk bahu Lu Jianzhao. Lu Jianzhao memandangnya dengan jijik, Lu Jianshi membalas pandangan.
Lu Shouyan dengan ekspresi datar: "Kalau begitu turun juga."
Lu Jianshi putus asa, bertanya-tanya dalam hati bagaimana bisa membuat Paman Tujuh marah, lalu merengek: "Paman, tenangkan amarahmu—"
Lu Shouyan hanya berkata datar: "Kita sudah sampai di Desa Yongling."
