Malam itu di atas ranjang, Chu Wan memikirkan Lu Jianchen. Ia harus mengakui, dalam berbagai hal Lu Jianchen sebenarnya cukup cocok dengannya.
Lu Jianhui juga pernah dia pertimbangkan, tetapi mengingat akhirnya dia menikahi rekan kerjanya sendiri, dia merasa tidak memiliki bahasa yang sama dengannya, mungkin juga telah mengganggu waktunya menemukan orang yang sevisi untuk mendaki puncak sains bersama.
Belum lagi istrinya itu, meski tidak terlalu akrab, dia pernah bertemu dan memanggilnya "Bibi", benar-benar agak canggung untuk mengatakannya.
Sedangkan Lu Jiancheng yang belum menikah ini, dia tidak memiliki kekhawatiran di aspek tersebut. Bagaimanapun, orang ini selalu mengutamakan logika daripada emosi. Dalam hal ini, karakter keduanya cukup cocok, bisa bersatu untuk mengelola pernikahan saling menguntungkan dengan serius.
Satu-satunya yang perlu diwaspadai adalah, berdasarkan pemahamannya terhadapnya di kehidupan sebelumnya, dia ini sombong karena bakatnya dan agak egois. Jelas dalam persepsinya, istri masa depan harus mengalah pada perencanaan hidupnya.
Dia juga jelas tidak ingin menjalani hubungan suami-istri nominal yang berpisah jarak jauh. Dia ingin aku pindah ke Amerika, berkoordinasi dengan rencana hidupnya.
Sebagai imbalannya, dia akan memberikan penghormatan yang layak dan memenuhi permintaanku.
Jika Chu Wan adalah seseorang yang tidak punya ambisi dalam hidup, menikahi pria terpandang seperti ini, lalu mengikuti suami ke mana pun, sebenarnya cukup baik dan menjadi jaminan hidup yang bagus.
Namun hal ini jelas bertolak belakang dengan rencana Chu Wan. Dia menyukai sikap terbuka Lu Jianchen terhadap pernikahan, tapi tidak bisa menerima dirinya menjadi bawahan Lu Jianchen.
Di kehidupan sebelumnya, mereka adalah teman yang saling mendukung. Di kehidupan ini, dia tidak mungkin menundukkan kepala hanya untuk berputar mengelilinginya.
Pikirannya melayang dari Lu Jianhui dan Lu Jianchen, lalu kembali ke Lu Jianzhao——tentu saja Lu Jianshi sama sekali tidak masuk pertimbangan.
Meski Lu Jianzhao ini agak playboy, tapi dia selalu menuruti kemauanku. Kedepannya aku bisa mengendalikannya, hanya saja terasa membosankan.
Kalau dia terus-terusan bergosip dengan aktris, bukankah aku harus repot mengurusinya?
Chu Wan merenungkan semua ini, sejenak merasa haru bercampur sedih.
Di dunia ini sebenarnya tidak ada pria yang 100% memuaskan sesuai keinginan pribadi, hanya soal analisis untung rugi, tergantung mana yang lebih dianggap penting.
Saat sedang berpikir, tiba-tiba terdengar suara "guk guk guk" anjing dari luar, disusul teriakan orang dan langkah kaki yang berdesakan.
Ia heran, duduk tegak, melihat cahaya api berkedip-kedip di balik jendela. Saat menyimak lebih seksama, terdengar teriakan samar "Tangkap selingkuh! Tangkap selingkuh!" dan "Cepat ke area sekolah!".
Seketika ia paham, ini adalah urusan Su Yanjing yang selama ini ditunggu-tunggu.
Di kehidupan sebelumnya, Su Yanjing direbut Sanxi sehingga bermasalah dengan keluarga sekretaris partai desa. Saat itu dialah yang mengurus dengan susah payah. Di kehidupan ini, apapun yang terjadi pada Su Yanjing, ia tak mau ikut campur - cukup jadi penonton saja.
Langsung ia mengenakan baju, memakai parka tebal dan sepatu bot kapas, lalu bergegas keluar.
Saat keluar, dia masih menyapa Kakek Buyut: "Kakek Buyut, selamat pagi." Ternyata Kakek Buyut juga sudah terbangun, lalu berpesan: "Wan-wan, lihat keramaian saja, jangan ikut campur. Ini bukan urusanmu."
Chu Wan menjawab: "Kakek Buyut, aku tahu. Aku cuma mau melihat keramaian saja."
Setelah keluar ke halaman, terlihat empat bersaudara keluarga Lu juga sudah terbangun. Mereka yang semula tidur di lantai gudang kayu bakar memang mudah terbangun oleh keributan.
Lu Jianshi mengucek mata sambil menyelubungi jaket kulit, bertanya bingung: "Wan-wan, ada apa di luar? Gempa bumi?"
Lu Jianhui sudah menyandarkan telinga ke dinding: "Kudengar mereka bilang mau menangkap perselingkuhan."
Lu Jianzhao langsung bersemangat, menggosok-gosokkan tangan gugup: "Ayo, ayo kita lihat! Desa memang berbeda, ada pertunjukan bagus seperti ini!"
Dari dalam ruangan, suara Lu Jiancheng masih terbaring di alas tidur: "Kalian ini, bisa biarkan orang tidur tidak ini malam? Aku sudah capek seharian!"
Sekalipun orang yang angkuh dan dingin, kalau terbangun pasti tidak bisa santai. Dia punya emosi bangun tidur.
Lu Jianzhao melambaikan tangan: "Tidurlah, siapa yang larang? Abaikan kami, kami segera pergi!"
Sambil menarik lengan Lu Jianshi: "Ayo kita lihat penangkapan pelaku selingkuh, cepat! Kesempatan bagus jangan sampai terlewat!"
Lu Jianhui juga merasa setuju untuk melihat, buru-buru mengikuti.
Chu Wan tentu tidak ketinggalan, dia sudah menunggu untuk melihat keributan Su Yanjing.
Dia mengeluarkan senter dari saku: "Ambil ini, biar lebih jelas melihat!"
Ini senter baterai tiga bagian bergambar harimau yang khusus dia beli, lebih terang dari biasa.
Tiba-tiba Lu Jianchen sudah menyusul sambil berjalan cepat, mengenakan jaket hitam anti-air.
Lu Jianshi mengerutkan kening: "Ngapain kamu datang?"
Lu Jianchen yang baru bangun dengan ekspresi datar menggeser resleting jaketnya: "Aku juga mau lihat penangkapan pelaku selingkuh."
Untuk sesaat, para saudara itu tak bisa berkata-kata. Lu Jianshi mengejek: "Si jagoan lulusan luar negeri, ngapain ikut nangkep perselingkuhan? Jangan-jangan matamu jadi kotor!"
Lu Jianchen tidak menghiraukan. Dia nekat ikut, mengikuti kerumunan yang berlari ke depan.
Akhirnya semua bergegas bergerak. Lima orang sekaligus! Jalan di pegunungan itu licin dan tidak rata. Hanya Chu Wan yang membawa senter. Para kakak laki-laki pun mengerumuninya, mengikuti langkahnya.
Tak lama kemudian mereka melihat warga desa lain. Ada yang bawa senter, obor, bahkan nenek-nenek berkaki kecil berkerudung. Ramai seperti perayaan tahun baru.
Meski keempat saudara keluarga Lu ini sangat mencolok, tapi situasi saat ini lebih menarik. Tak ada yang memperhatikan mereka. Semua orang berduyun-duyun maju.
Mereka tiba di asrama sebelah sekolah dasar – tempat tinggal Su Yanjing.
Semua orang membawa obor, udara dipenuhi aroma minyak tanah yang terbakar, sesekali terdengar suara brak, ada juga yang menyorotkan senter ke arah sana.
Di depan pintu rumah Su Yanjing, terlihat Su Yanjing yang mengenakan jaket kapas tebal dengan wajah memalukan, serta Sanxi yang terus merintih.
Sekretaris partai desa menuding Su Yanjing dengan geram: "Berani-beraninya kau bicara! Putriku merawatmu, begini caramu membalasnya? Walau dia gagap, tapi tidak bodoh! Niatnya baik, tapi kau? Dasar bajingan tak tahu malu! Kau memperlakukan tidak adil gadis kampung kami ya? Berani-berani main di wilayahku!"
Su Yanjing kebingungan membela diri: "Bukan, Paman, jujur bukan begitu maksudku. Sanxi hanya ingin bertanya sesuatu, kami sekadar mengobrol, tak ada maksud lain! Aku benar-benar tidak melakukan apa-apa!"
Namun begitu ucapannya keluar, Sanxi langsung menjerit histeris: "Aku lebih baik mati saja! Aku tak mau hidup lagi!"
Su Yanjing panik hingga pipinya memerah hingga lehernya tegang, dia tidak boleh gagal di sini, dia harus lulus ujian masuk universitas, dia harus keluar dari daerah pedesaan, dia harus pergi ke kota, tidak boleh terperangkap di kampung hanya karena Sanxi!
Jika dia menikahi Sanxi begitu saja, lalu bagaimana di masa depan? Membawa gadis desa yang dianggap bodoh ke kota? Masa depannya, seluruh hidupnya!
Su Yanjing hampir ingin bersujud: "Paman, sungguh aku tidak bermaksud apa-apa! Kalian tidak percaya, tanyalah Guru Ning, Guru Ning adalah tetanggaku, dia tahu--"
Seketika, semua pandangan tertuju pada Guru Ning.
Guru Ning kaget, buru-buru menggelengkan kepala dan melambaikan tangan: "Aku tidak tahu, aku tidak dengar apa-apa! Aku sedang tidur nyenyak, baru dengar keributan di luar, aku juga baru datang!"
Su Yanjing melotot: "Guru Ning, kau harus menjadi saksiku!"
Guru Ning: "Apa yang bisa kuketahui? Aku tidak lihat apa-apa, Sang Guru, aku juga tidak bisa berbuat apa-apa!"
Sekretaris partai desa mendengus dingin: "Su Yanjing, ini daerah kecil kami. Kau merusak reputasi putriku, bagaimana dia bisa menikah? Kau cari mati atau bagaimana!"
Para pendengar di sekeliling diam seribu bahasa, beberapa menahan tawa.
Sebenarnya semua tahu, gadis Sanxi memang sulit dinikahkan. Tapi sekretaris desa bicara begitu, mereka hanya menikmati keramaian tanpa komentar.
Masalah begini kan seperti lalat tidak mengerumuni telur yang tidak retak. Kau Su Yanjing bergaul mesra dengan gadis itu malam-malam, ya wajar mereka menuntutmu!
Su Yanjing gelisah seperti monyet garuk-kepala. Sekretaris desa jelas menuntut jawaban segera. Dalam kepanikan itu, matanya menangkap sosok Chu Wan di kerumunan orang.
Tiba-tiba dia seperti melihat dewa penyelamat: "Wan-wan, Wan-wan, kamu tahu maksudku bukan begitu kan? Wan-wan tolong jelaskan, ini tidak ada hubungannya denganku, kamu tahu kan, aku sama sekali tidak punya hubungan dengan Sanxi? Kita saling menyukai, benar kan? Bukankah kita selalu baik-baik saja? Wan-wan, aku benar-benar ingin menikahimu, tidak mau menikahi orang lain!"
Ia merengek memelas: "Wan-wan, kita sudah menjalin hubungan begitu lama, tega kah kamu? Bukankah pernah ku katakan, aku sama sekali tidak tertarik pada Sanxi, mana mungkin aku melakukan hal seperti ini!"
Perkataannya langsung mengarahkan pandangan semua orang ke Chu Wan. Perlu diketahui, sebelumnya Chu Wan memang benar-benar pernah berhubungan dengan Su Yanjing!
Drama penangkapan selingkuh ini semakin rumit. Para hadirin dengan penuh minat memandang Chu Wan, lalu melirik keempat "calon menantu" di sampingnya. Beberapa bahkan sengaja membuka jalan, sehingga dalam sekejap, di bawah sorotan obor yang berderak-derak, Chu Wan dan empat bersaudara keluarga Lu menjadi pusat perhatian.
Adik-adik lainnya mungkin biasa saja, tapi Lu Jianchen yang baru datang ini masih belum paham situasi. Ia mengerutkan dahi, menatap Chu Wan: "Wan-wan, maksudmu apa? Kamu bisa suka sama dia?"
Membicarakan ini, Chu Wan sebenarnya juga merasa agak malu.
Di kehidupan sebelumnya, kenapa dia bisa tertarik pada Su Yanjing? Mengapa selera memilih prianya begitu buruk? Su Yanjing mungkin masih bisa dimaklumi, tapi dari empat bersaudara keluarga Lu yang semuanya tampan, kenapa malah memilih Lu Jianshi yang paling tidak kompeten?
Dengan putus asa, ia mengernyitkan alis: "Memang pernah dekat, tapi sekarang aku sudah menyesal dan tersadar. Dia memang tidak layak, sudah aku putuskan cepat-cepat."
Begitu kata-katanya keluar, pandangan Lu Jianchen jatuh dingin pada Su Yanjing - penghinaan dan remeh yang tak perlu diucapkan.
Su Yanjing terkejut, tiba-tiba merasa dirinya bagai sampah di hadapan pria ini.
Dia tentu tahu, lawannya adalah doktor lulusan Amerika, sementara dirinya masih berjuang mati-matian untuk ujian masuk universitas - jurang perbedaan yang terlalu lebar!
Lu Jianchen menyeringai, berkata dengan nada merendahkan: "Kalau sudah putus, jangan lagi mengait-ngaitkan hubungan tidak jelas dengan Wan-wan kami."
Lu Jianshi juga menyambar: "Wan-wan kami sudah putus denganmu, masih mau ngeyel? Lu jahanam kulit lagi gatal ya, percaya nggak malam ini gua gebukin si pengecut kau sampai mati!"
Su Yanjing memandang Chu Wan memelas: "Wan-wan, kau tahu cita-citaku. Aku harus lulus ujian universitas, ini menyangkut hidup matiku. Atas dasar hubungan baik kita dulu, jangan tega melihatku mati!"
Chu Wan mengernyit bingung: "Maksudmu apa? Aku bukan dewa, ngapain harus menyelamatkanmu? Kita hanya pacaran beberapa hari, bahkan tangan pun tak pernah pegang. Sudah putus masih mau nempel? Kau pria dewasa, masak mau kuhidupi seumur hidup?"
Begitu kata-kata Chu Wan meluncur, semua orang di sekitar langsung tak bisa menahan tawa.
“Sang Guru, Chu Wan hanya pacaran beberapa hari denganmu, kok langsung mau menempel? Nggak boleh gitu, kita kan pria!”
“Kalau Sang Guru mau jadi menantu masuk, barulah bisa dipertimbangkan!”
Sanxi yang sejak tadi sudah menggenggam tinju dan melotot, kini ikut senang. Tapi karena masih menangis, dia terpaksa berteriak: "Chu Wan sudah putus lama! Chu Wan nggak mau tanggung jawab!"
Sekretaris partai desa menghela nafas lega. Dia paham keluarga Lu bukan orang sembarangan - mereka punya koneksi kota. Kalau Chu Wan nekat lindungi Yan Jing, pasti repot. Sekarang keluarga Lu dan Chu Wan nggak ikut campur, dia bisa leluasa!
Dengan tangan di pinggang dan mata melotot, dia membentak: "Su Yanjing! Kau sudah tidur dengan anakku! Berikan pertanggungjawaban! Nggak bisa kabur! Seumur hidup nggak akan lepas!"
Sanxi mengambil kesempatan ini untuk menangis tersedu-sedu.
Su Yanjing memandangi sekretaris partai desa dengan putus asa, lalu ke arah Chu Wan dan beberapa pria di sekitarnya, kemudian ke Sanxi yang kikuk dan bisu. Tiba-tiba kakinya gemetar, tubuhnya limbung hingga akhirnya ambruk di situ.
Habislah, kehidupan ini sudah tamat baginya.
Tampaknya Su Yanjing sudah menyerah. Ia tak punya cara lagi untuk kabur. Sekretaris partai desa bersama beberapa tetua desa masuk ke dalam rumah untuk berunding detail dengannya. Orang-orang berusaha menyimak pembicaraan itu, tapi tak ada yang bisa dengar. Sebagian tak rela pergi, sebagian lagi akhirnya bubar.
Melihat situasi ini, kelompok Chu Wan pun berbalik arah pulang.
Baru beberapa langkah berjalan, tiba-tiba Kakak Sanxi berlari mendekat.
Lu Jianshi langsung siaga: "Apa maksudmu?"
Namun Kakak Sanxi justru menepuk bahu Lu Jianshi dengan riang: "Saudaraku! Pertemuan kita diawali pertengkaran, tapi mulai sekarang kau saudaraku! Hahaha, saudara sejati!"
Tawa Kakak Sanxi menggema memekakkan telinga.
Lu Jianshi terdiam sejenak, lalu hanya bisa mengangguk pasrah.
Setelah rombongan berjalan beberapa langkah, Lu Jianshi baru mengusap bahunya yang sakit dipukul, mengeluh: "Orang macam apa ini? Mencariku minta pertanggungjawaban, mau berteman baik, sekaligus memukulku!"
Apa dia berhutang padanya? Kenapa harus dipukul seperti itu?
Lu Jianhui menguap: "Sudahlah, kita pulang tidur saja."
Lu Jianzhao menghela nafas berulang kali, berdecak: "Menarik! Menurutku kejadian di kampung kita ini sangat menarik! Aku baru saja ingin menulis artikel untuk majalah baru kami, bagaimana kalau menulis ini - 'Catatan Penangkapan Perselingkuhan di Desa Pegunungan', pasti akan membuka standar semua orang!"
Lu Jianchen melirik adiknya yang bodoh itu dengan sorot mata yang tak terdefinisikan, menghela nafas: "Sebelum aku datang, kalian ngapain setiap hari? Semakin lama hidup kalian semakin mundur ya? Cuma pengecut seperti ini, kalian malah membiarkannya berhubungan dengan Wan-wan kita!"
Dengan nada meremehkan dia berkata: "Dengan kemampuan dia, pantaskah?"
Begitu katanya, tak ada yang menghiraukannya. Lu Jianzhao sudah berkata dengan haru: "Hidup adalah sebuah buku, pedesaan adalah langit dan bumi yang paling luas. Orang besar memang tidak membohongi kita! Perjalananku kali ini benar-benar berharga, menambah wawasan!"
Lu Jianchen mengangkat alis, lalu menghela napas: "Sudahlah, lebih baik aku kembali tidur."
Keesokan harinya, kasus Su Yanjing sudah tersebar ke seluruh Desa Yongling. Orang-orang bilang Su Yanjing sudah tidur dengan Sanxi tapi tidak mau bertanggung jawab. Sekretaris partai desa murka, menyita beberapa bahan pendaftarannya.
Su Yanjing yang sedang mempersiapkan ujian masuk universitas ini, dengan disitanya bahan-bahan tersebut, diperkirakan masa depannya akan hancur.
Karena ini, Su Yanjing tidak punya pilihan lain kecuali menyetujui untuk menikahi Sanxi.
Sebenarnya ini jelas strategi mengulur waktu - setuju menikah dulu untuk mendapatkan kembali bahan pendaftarannya. Tapi sekretaris desa bukanlah vegetarian, kalau tidak ada bukti nyata, tentu tidak mungkin dilepaskan. Akhirnya Su Yanjing terpaksa mendaftarkan pernikahan dengan Sanxi.
Setelah kedua orang itu mengurus surat nikah, barulah sekretaris partai desa membebaskannya. Su Yanjing segera mendaftar untuk mengikuti ujian universitas.
Mendengar kabar ini, Lu Jianshi berkata cepat-cepat sambil menghentakkan kaki: "Kakak Sanxi itu, kemarin masih memanggilku teman baik, mungkin dua hari ini dia ingin memukulku lagi."
Tak ada cara, Su Yanjing sekarang adalah adik ipar laki-lakinya. Pasti dia akan sekelompok lagi dengan Su Yanjing.
Sementara itu, pekerjaan pertanian di ladang juga hampir selesai. Saatnya para saudara keluarga Lu untuk pergi.
Saat Chu Wan mendaftar ujian universitas, beberapa saudara laki-laki mengantarnya ke kota. Sekalian menelepon Lao Ye yang berpesan: "Karena musim semi bercocok tanam sudah selesai, kalian bisa pulang dulu jika ada keperluan. Tidak perlu terburu-buru, tetap di sana untuk berlatih lebih banyak, atau temani Chu Wan belajar."
Setelah meletakkan telepon, kakak-kakak itu makan permen Guo Dan Pi yang baru dibeli dari warung, sambil berdiskusi tentang hal ini.
Lu Jianchen pertama kali menyatakan pendapat: "Aku harus pulang dulu. Meskipun sudah mengambil cuti, masih ada beberapa urusan yang harus diselesaikan. Tidak mungkin terus tinggal di kampung ini."
Sambil berkata, dia menatap Chu Wan dan berkata serius: "Wan-wan, urusan kita berdua, kamu pertimbangkan baik-baik. Aku tunggu jawabanmu. Kurang lebih sepuluh hari lagi aku akan berangkat ke Amerika."
Chu Wan mengangguk.
Di sampingnya, Lu Jianhui ragu-ragu sejenak lalu berkata: "Institut penelitianku cukup sibuk, kalau begitu aku juga pulang dulu."
Dia melirik Chu Wan, ingin mengatakan "urusan kita berdua kamu pertimbangkan", tapi akhirnya tidak enak mengatakannya. Dia tidak seberani Lu Jianchen. Namun Chu Wan tentu memahami maksudnya.
Maka tinggal Lu Jianshi dan Lu Jianzhao yang belum menyatakan sikap.
Lu Jianshi melirik Lu Jianzhao, sorot matanya terlihat kompleks.
Biasanya hubungan persaudaraan mereka baik dan akrab, tapi begitu menyangkut urusan Chu Wan, aroma persaingan pun mulai tercium.
Lu Jianzhao menghela napas. Sebenarnya dia tidak bermaksud merebut Chu Wan. Bagaimanapun, dia tahu dalam hal kemampuan, dirinya tak bisa menandingi Lu Jianhui dari institut penelitian, apalagi Lu Jiancheng yang sedang menempuh PhD di luar negeri. Namun pertama, Chu Wan memang luar biasa berbakat sehingga dia sangat mengaguminya. Kedua, masih ada Lu Jianshi yang terus berusaha merebutnya.
Semakin keras Jianshi berusaha merebut, semakin kuat tekadnya untuk tidak menyerahkan.
Akhirnya dia berkata: "Aku akan tinggal di sini. Aku bisa mengajukan izin!"
Lu Jianshi tertawa sinis: "Semester baru sudah mulai. Kau mau bolos terus?"
Jianzhao menjawab: "Mungkin kau tidak tahu, kini mahasiswa memiliki kebebasan. Tidak harus selalu masuk kelas, asal nilai ujian akhir bagus."
Dia menambahkan: "Tentu saja, kau yang tak pernah kuliah mungkin tak mengerti hal ini."
Kalimat itu membuat Jianshi terdiam lama, tak bisa menyahut.
Setelah semuanya sepakat, mereka menelepon Lu Shouyan untuk meminta penugasan mobil jemputan.
Suara Shouyan dingin: "Aku sibuk akhir-akhir ini, tak ada waktu luang. Pulanglah sendiri."
Lu Jianhui segera merendahkan suaranya dengan sikap menjilat: "Paman Tujuh, di sini bahkan tidak ada traktor, hanya gerobak sapi."
Lu Shouyan: "Apa masalahnya dengan gerobak sapi?"
Lu Jianchen langsung merebut mikrofon: "Paman, gerobak sapi ini bau kotoran sapi, benar-benar tidak bisa dinaiki! Lagipula guncangannya sangat parah. Saya harus mengurus dokumen penting sepulang ke China, tidak boleh tertunda. Waktu tidak menunggu, Paman, kasihanilah kami dan tugaskan mobil untuk menjemput!"
Lu Shouyan berpikir sebentar: "Kalau begitu besok. Besok akan menyempatkan datang."
Lu Jianchen buru-buru berterima kasih, Lu Jianhui juga mengucapkan syukur berulang kali.
Chu Wan yang menyaksikan tingkah dua bersaudara ini teringat kesombongan Lu Jianchen di kemudian hari, tak bisa menahan helaan. Siapa yang tak pernah melakukan kebodohan di masa muda? Jadi wajar saja jika dia salah memilih pria karena kebodohan.
Malam itu masing-masing punya hal yang mengganjal di pikiran. Lu Jianchen menyempatkan berbincang dengan Chu Wan, maksudnya berharap Chu Wan mempertimbangkan untuk ikut bersamanya ke luar negeri.
Chu Wan menyatakan keberangkatan ke luar negeri tidak memungkinkan, menyarankan hidup terpisah di dua tempat. Lu Jianchen memintanya mempertimbangkan baik-baik, ia menolak hidup terpisah: "Di luar negeri aku cukup populer, punya istri yang bisa menghalau gangguan dan mengurus rumah tangga akan sangat meringankanku."
Lu Jianhui juga berbincang dengan Chu Wan, namun lebih banyak membahas kebingungannya dalam penelitian robotik. Ia berbicara, Chu Wan mendengarkan.
Di akhir percakapan, Lu Jianhui secara halus mengungkapkan keinginan untuk membangun hubungan suami-istri yang saling mendukung dan berjuang bersama dengan Chu Wan.
Lu Jianshi dan Lu Jianzhao saling mengawasi dengan penuh kewaspadaan, sementara juga bersama-sama berjaga-jaga terhadap Lu Jianchen dan Lu Jianhui.
Akhirnya keesokan harinya setelah tengah hari, Lu Shouyan tiba mengendarai mobil didampingi seorang penjaga keamanan. Setiba di tempat, ia pertama-tama menghormati Kakek Chu, berbincang dengannya, lalu meminta maaf atas gangguan yang ditimbulkan beberapa juniornya: "Mereka belum cukup bijak, membuat Kakek buyut melihat lelucon."
Kakek Chu tertawa: "Semuanya anak-anak baik, anak-anak yang sangat baik."
Lu Shouyan menyuruh beberapa keponakannya berpamitan pada Kakek Chu, lalu mengajak mereka mengunjungi sekretaris partai desa.
Sekretaris desa yang tahu status Lu Shouyan tentu tidak berani menyepelekan, memberikan berbagai sambutan hangat.
Sebenarnya Lu Shouyan hanya lebih tua dua tahun dari Lu Jianhui - keponakan tertua di antara empat bersaudara, dan tujuh tahun lebih tua dari Lu Jianshi yang paling muda. Tapi dia dibesarkan di sisi Kakek Lu, masuk militer sejak muda. Pengalaman hidupnya berbeda dengan keponakan-keponakan yang dibesarkan di kota. Ditambah sifatnya yang bijaksana dan tenang, membuat para keponakan segan padanya.
Setelah berkeliling, Lu Shouyan bersiap membawa keponakannya pergi. Saat naik mobil, dia melihat Lu Jianzhao dan Lu Jianshi tidak ikut: "Kalian tidak ikut?"
Lu Jianshi buru-buru melaporkan: "Paman Tujuh, akhir-akhir ini saya tidak kerja. Saya ingin tinggal di sini merawat Kakek Buyut!"
Lu Jianzhao juga berkata: "Saya juga--"
Lu Shouyan mengayunkan bola mata hitamnya dengan dingin: "Karena Jianshi sudah mengajukan cuti, tidak apa-apa. Terlambat kerja sebentar tak masalah. Tapi studi Jianzhao tidak bisa ditunda. Susah payah baru masuk universitas, kau malah menganggur di sini? Naik jeep."
Mendengar ini, Lu Jianshi langsung berseri-seri. Menahan tawa, ia berkata pada Lu Jianzhao: "Kakak Kedelapan, ayo naik."
Lu Jianzhao sama sekali tidak menyangka akhirnya begini. Dengan pasrah ia menatap Lu Shouyan, hendak menjelaskan.
Lu Shouyan tetap tak berubah ekspresi: "Kalau mau tinggal, boleh. Sekarang, aku antar kau ke kota kecamatan atau pos Nankou. Telepon orangtuamu sendiri untuk jelaskan."
Begitu mendengar ini, lutut Jianzhao langsung lemas. Tak berani melawan, akhirnya ia naik jeep dengan lesu.
Melihat semua sudah naik jeep, Jianshi merasa sangat bangga. Tinggal dirinya sendiri. Ia merasa sudah menang separuh.
Tak disangka, tiba-tiba Lu Shouyan turun dari jeep dan berpesan: "Selama tinggal di sini, kau bertugas ambil air, masak, cuci baju. Jangan malas. Beberapa hari lagi aku akan datang cek kondisimu."
Lu Jianshi langsung bengong—mencuci baju, masak, dan mengambil air semuanya jadi tugasnya?
Lu Shouyan bertanya balik dengan suara datar: "Kalau tidak, kau berharap siapa yang mengerjakannya? Masih mengharapkan ada yang melayanimu di sini?"
Lu Jianshi buru-buru menjawab: "Setuju, Paman Tujuh, saya mengerti."
Lu Shouyan menoleh ke arah Chu Wan: "Wan-wan, Jianshi akan tinggal di sini beberapa hari. Maaf merepotkanmu. Jika ada masalah, telepon saya. Kau punya nomor Nankou kan?"
Chu Wan memandang Lu Shouyan dengan tatapan penuh pertanyaan.
Saat pandangan mereka bertemu, ia menyadari Lu Shouyan adalah sosok yang sama sekali tak terbaca.
Emosinya tersembunyi rapat, tak terlihat sedikit pun.
Mengapa membawa yang lain pergi tapi menyisakan Lu Jianshi?
Bukankah dia masih curiga dengan kejadian di sumur Tian itu? Kenapa malah meninggalkan Jianshi sendirian? Apakah dia sengaja mengatakan itu karena tidak percaya padaku?
Maknanya jelas: "Kalau ada apa-apa dengan keponakanku, kau yang bertanggung jawab."
Chu Wan menatapnya, akhirnya berkata: "Paman Tujuh, tempat kami di sini adalah desa, serba sederhana dan kasar. Kakak Jiu yang besar di kota pasti tidak terbiasa tinggal di sini. Kalau kakak-kakak lain pulang, biarkan Kakak Jiu ikut kembali juga. Aku khawatir tidak bisa merawatnya dengan baik, malah jadi merasa bersalah."
Lu Jianshi langsung menyela: "Tidak perlu, Wan-wan! Aku tidak butuh diurus, aku bisa menjaga diri sendiri!"
Lu Shouyan tidak memandang Lu Jianshi, hanya berkata: "Wan-wan, biarkan Jianshi tinggal di sini. Kalau tidak, aku tidak bisa memberi penjelasan pada Lao Ye."
Setelah berkata demikian, ia langsung naik ke jeep yang segera melaju.
Lu Jianshi menatap pantat hijau jeep yang semakin menjauh, melihat debu yang berterbangan, menggenggam tinjunya penuh semangat.
Tentu saja dia tahu, kedatangan Paman Tujuh untuk membawa mereka pergi pasti perintah Lao Ye. Tapi kini Paman Tujuh membawa pulang yang lain dan hanya menyisakan dirinya - artinya apa ini sudah jelas seperti telapak tangan.
Lu Jianzhao ingin tinggal, bahkan Paman Tujuh tidak mengizinkannya!
Pasti ada maksud tersembunyi di balik ini. Memikirkan maksud tersebut, Lu Jianshi merasa dirinya sudah menang—Lao Ye jelas-jelas memberi isyarat!
Dengan gembira ia menoleh ke Chu Wan di sampingnya, namun hanya menemukan raut wajah dingin yang tak beremosi.
"Wan-wan, ada apa? Kamu tidak bahagia?" tanyanya hati-hati.
Chu Wan memang tidak punya alasan untuk bersukacita: "Apa maksud Paman Tujuhmu? Raut wajahnya sangat tidak bersahabat, seolah aku telah menyinggung perasaannya."
Lu Jianshi juga menyadari sikap berlebihan Paman Tujuh tadi. "Wan-wan masih kecil. Apa perlu dia menunjukkan wajah dingin seperti itu?"
Dia berusaha menjelaskan: "Paman Tujuh sedang sibuk akhir-akhir ini, masih harus menjemput kita. Mungkin suasana hatinya kurang baik, tapi itu wajar. Jangan dipikirkan."
Chu Wan: "Kurasa dia sengaja padaku. Sebagai orang yang lebih tua, kenapa menunjukkan ekspresi seperti itu? Apa dia merasa aku memperlakukanmu tidak adil? Takut aku menyakitimu?"
Ia tersenyum: "Kalau dia tidak suka, jangan bicarakan di sini. Pergilah ke hadapan Kakek Lu. Di depan Kakek Lu, beranikah dia memperlihatkan ekspresi seperti itu padaku?"
Lu Jianshi buru-buru menghibur: "Wan-wan, jangan marah. Paman Tujuh memang seperti itu. Toh dia orang yang lebih tua, kita harus menghormatinya. Menghormati yang tua dan menyayangi yang muda itu kebajikan kita, tak perlu kita hiraukan."
Chu Wan: "Aku tak berani menahanmu lama-lama. Segeralah pulang, jangan sampai kau merasa diperlakukan tidak adil. Nanti Paman Tujuh-ku cari masalah denganku."
Lu Jianshi panik mendengar: "Wan-wan, mana mungkin? Paman Tujuh pasti takkan menyusahkanmu! Sebenarnya Paman Tujuh baik padamu, sejak kecil dia selalu baik padamu. Ingat waktu kecil dulu—"
Lu Jianshi berusaha mengingat masa kecil, dan benar-benar teringat: "Kamu ingat? Saat itu kita masih sangat kecil, Paman Tujuh mengajak kami bermain di Gunung Salju Kecil Tao Ran Ting. Pulangnya jalan tertutup salju lebat, trem tidak bisa bergerak, ada tiang listrik yang ambruk. Kami harus jalan kaki kembali, hampir mati kedinginan dan kelelahan. Di perjalanan, Paman Tujuh tidak menggendong siapa-siapa kecuali kamu!"
Dia menghela nafas: "Sebenarnya saat itu Paman Tujuh sendiri masih kecil, mungkin baru sekitar dua belas atau tiga belas tahun? Aku ingat, lengannya sendiri terluka jatuh sampai bengkak, tapi dia tetap membungkusmu dengan jaketnya dan menggendongmu sepanjang jalan!"
Chu Wan mendengar ini tertegun sejenak. Dia jelas ingat peristiwa itu. Saat itu usianya masih sangat kecil, mungkin baru empat atau lima tahun.
Tapi—
Alasan Chu Wan masih mengingat jelas peristiwa ini setelah hampir 30 tahun berlalu bukan karena dilindungi dan digendong Lu Shouyan sepanjang perjalanan, melainkan karena pertanyaan Kakek Buyut saat ia menceritakannya: "Mengapa yang lain bisa pulang dengan kaki sendiri, sementara kamu manja sampai harus digendong?"
Hingga kini ia masih mengingat wajah Kakek Buyut saat itu. Meski tak tampak marah, ia tahu sang kakek sangat kecewa.
Kekecewaan Kakek Buyut itu menghujam hatinya bagai hujan es.
Singkatnya, ini bukan kenangan masa kecil yang menyenangkan.
Segala kekesalan terhadap Lu Shouyan tiba-tiba lenyap, namun tak ada rasa terima kasih - hatinya hanya terasa kosong melompong.
Ia melirik Lu Jianshi: "Terus?"
Melihat reaksi dinginnya, Lu Jianshi tertegun: "Bukannya kita sedang membicarakan kebaikan Paman Tujuh padamu?"
Chu Wan: "Itu sudah terjadi ratusan tahun lalu. Aku sudah lupa."
Setelah berkata begitu, dia langsung berbalik badan pergi.
Lu Jianshi segera mengejar: "Wan-wan, lupakan saja! Memang Paman Tujuh punya sifat buruk, tapi Setuju saya baik!"
