Setelah makan malam, Chu Wan menemani Kakek Lu mengobrol. Beberapa keturunan keluarga Lu juga ikut menemani. Lu Shouyan tentu tak enak pergi, hanya berdiam diri dengan ekspresi datar di samping.
Kakek Lu menggunakan kesempatan ini untuk menasihati Lu Shouyan lagi, akhirnya berkata: "Usiamu sudah tak muda lagi, harusnya ada perhitungan di hati. Hari ini rencanakan dulu mau mengajak Wan-wan jalan-jalan ke mana besok!"
Perlu diketahui, Lu Shouyan adalah anak terakhir Kakek Lu yang lahir di usia tuanya. Secara usia, dia sebaya dengan cucu tertua keluarga Lu, Lu Jiankun. Tapi karena selisih satu generasi, bahkan Lu Jiankun yang seusia dan Lu Jianxing yang 1-2 tahun lebih muda tetap tak berani bersikap sembarangan di hadapannya.
Apalagi di depan Lu Jianhui, Lu Jianzhao, dan Lu Jianjing yang beberapa tahun lebih muda, wibawa sebagai seniornya selalu terjaga dan membuat mereka segan.
Tapi sekarang, malah dipermalukan oleh Kakek Lu di depan beberapa keponakan dan Chu Wan.
Sungguh kehilangan muka sama sekali.
Apalagi, mengingat "bayinya" itu, semua merasa canggung tanpa alasan, ada perasaan yang tak terungkapkan.
Terutama Lu Jianhui dan Lu Jianzhao, yang dulu pernah mengelilingi Chu Wan sambil memanggil "Wan-wan" terus-menerus. Waktu itu kan Paman Tujuh yang bertugas mengantar mereka?
Saat itu Paman Tujuh hanya mengamati dengan dingin sambil melihat beberapa bocah itu mengelilingi "bayinya"...
Meskipun urusan "bayi" itu semua kejadian masa kecil, tapi mengingat berbagai perlakuan Paman Tujuh terhadap Chu Wan di masa lalu, selain sikap dingin yang terlihat, sebenarnya ada perhatian halus yang tak terlihat.
Jadi meski setelah dewasa hubungan jadi renggang, tapi Paman Tujuh masih peduli dengan "bayi" yang pernah dipeluknya ini?
Lu Jianhui dan Lu Jianzhao yang baru menyadari hal ini berdiri kaku di tempat, saling bertukar sorot mata yang sama-sama mengalami penderitaan serupa. Mereka merasa tak punya tempat untuk bersembunyi, malu campur canggung, dan ingin segera kabur.
Di samping, Lu Jiankun juga terlihat canggung, sementara Lu Jianxing membersihkan tenggorokannya dengan ringan, berusaha tetap serius.
Lu Shouyan merasakan hal itu, matanya menyapu pandang ke arah mereka. Seketika, semua ekspresi wajah mereka lenyap, berubah menjadi khidmat tanpa emosi.
Lu Shouyan kemudian berkata: "Ayah, saya setuju. Besok akan saya atur semuanya."
Setelah berkata demikian, pandangannya mengarah ke Chu Wan: "Wan-wan juga boleh menyampaikan keinginanmu."
Chu Wan tersenyum manis ke arah Lu Shouyan: "Santai saja jalan-jalannya. Asalkan Paman Tujuh yang menemani, saya tidak keberatan apapun."
Begitu kata-katanya meluncur, para junior langsung memerah wajahnya. Bukankah ucapan sejujur ini kurang pantas?
Kakek Lu di samping justru terkekeh senang: "Wan-wan memang selalu luwes dalam bertindak. Saya suka sifatnya yang tegas ini. Pacaran antara pria-wanita kan hal yang wajar!"
Sorot mata Lu Shouyan yang dalam tertancap pada senyum manis Chu Wan yang terlalu lembut: "Kalau begitu besok--"
Siapa sangka, tiba-tiba terdengar ketukan pintu tergesa-gesa dari luar, ucapan Lu Shouyan terpotong.
Kakek Lu menunjukkan raut tidak senang, yang lain juga menoleh ke arah pintu.
Suara Lu Jianshi terdengar dari luar: "Kakek, ini aku! Aku mau bicara!"
Kakek Lu mengernyitkan alis tak kasat mata: "Suruh dia masuk dulu."
Maka Lu Jianshi pun diizinkan masuk.
Dengan dahi berkeringat, begitu masuk dia langsung menyodorkan surat ke Kakek Lu: "Kakek lihat, ini surat balasanku ke gadis desa itu. Sudah kujelaskan tak ada maksud apa-apa, juga kusebut kalau Wan-wan lihat bisa salah paham. Kusuruh dia jangan kirim surat lagi. Kakek baca saja, aku benar-benar tidak bergaul mesra!"
Dengan panik dia menoleh ke Chu Wan: "Wan-wan, percayalah! Untukmu, aku rela melakukan apa saja!"
Chu Wan berpura-pura tak melihatnya.
Kakek Lu cepat-cepat menyapu surat itu dengan pandangan, lalu langsung mengembalikannya ke Lu Jianshi: "Lumayan bisa diterima. Kalau begitu, kamu tidak akan dihukum lagi. Pulanglah dan lakukan introspeksi diri."
Lu Jianshi akhirnya lega: "Wan-wan, lihatlah surat ini. Kamu akan mengerti setelah membacanya."
Chu Wan: "Aku tidak perlu melihat. Kamu juga tidak perlu membuktikan apapun dengan surat ini."
Lu Jianshi langsung tersentuh: "Wan-wan, yang penting kamu percaya padaku. Akhirnya namaku bersih! Kalau begitu, tentang hal ini kita—"
Ia melirik penuh ujicoba ke arah Kakek Lu.
Dalam pikirannya: Kalau sudah terbukti bersih, apakah sekarang Wan-wan mau memilihku?
Semua yang hadir terkejut. Apa maksudnya? Rupanya San Shengshen belum memberitahu Lu Jianshi setelah pulang. Jadi Lu Jianshi masih bermimpi bisa menikahi Wan-wan!
Apakah kabar ini menyebar agak lambat?
Kakek Lu mendengar ini, memandang cucu kesembilannya sambil berkata sambil tertawa riang: "Kau pikir sembarangan orang boleh memanggil 'Wan-wan'?"
Lu Jianshi bingung: "Kakek, ada apa?"
Saat berkata demikian, matanya beralih ke Chu Wan di sampingnya yang berdiri di sebelah Lu Shouyan. Entah mengapa, hatinya mulai merasa ada yang tidak beres.
Ia memandang mereka dengan tatapan penuh keheranan.
Raut wajah Lu Shouyan terlihat dingin dan datar.
Chu Wan bahkan tidak bersuara sama sekali.
Kakek Lu berkata dengan wajah ramah: "Wan-wan sama sekali tidak tertarik padamu. Kini dia sudah memilih yang terbaik. Jangan lagi kau mengincarnya."
Lu Jianshi melotot: "Apa?!"
Sejak diusir tadi, ia sibuk mencari surat itu sampai lupa makan dan mengabaikan orang lain. Mana sempat ia tahu Chu Wan sudah memilih.
Wajahnya murung saat menoleh ke Lu Jianhui dan Lu Jianzhao di sampingnya, pandangannya penuh kecurigaan.
Lu Jianzhao menyeringai: "Jangan lihat aku, aku tak punya kemampuan itu untuk menarik perhatian Wan-wan."
Setelah berkata begitu, ia tersenyum samar: "Aku juga tidak berani, mana mungkin aku berani!"
Itu kan anak kesayangan Paman Tujuh, siapa yang berani macam-macam?
Pandangan Lu Jianshi langsung tertuju ke wajah Lu Jianhui.
Wajah Lu Jianhui memerah, ia menggeleng: "Tentu saja bukan aku!"
Lu Jianzhao bingung, apakah Lu Jianchen? Tapi saat datang tadi ia bertemu Lu Jianchen yang wajahnya muram, seperti ada yang berhutang delapan ratus keping padanya!
Ia memandang sekeliling dengan bingung, di bawah sorotan mata semua orang, tiba-tiba ia menyadari sesuatu. Akhirnya, matanya beralih ke Lu Shouyan yang berdiri di samping.
Barulah ia paham dimana keanehannya - ekspresi Paman Tujuh tidak biasa, posisi berdirinya juga agak aneh.
...Sepertinya berdiri terlalu dekat dengan Chu Wan?
Saat itu, Kakek Lu akhirnya berkata: "Kau jangan asal ngomong! Kini Wan-wan sudah memilih paman ketujuhmu! Ke depannya kalau tak ada halangan, Wan-wan akan menjadi bibi ketujuh kalian!"
Lu Jianshi langsung kaku, memandangi Lu Shouyan dengan tatapan tak percaya.
Ekspresi Lu Shouyan sama sekali tak terbaca, bahkan sorot mata pun tak memberikannya.
Agak malam, Lu Jianran juga tiba kembali.
Lu Jianran adalah putri Lu Shoujian (anak sulung Kakek Lu) dan Feng Luxi, tahun ini berusia 25 tahun. Setelah lulus ia ditugaskan di institut penelitian di Shanghai, menikah dan menetap di sana. Kali ini datang ke Beijing untuk urusan perjalanan dinas rapat.
Seharusnya tiba siang hari, tapi ternyata ada masalah rumit yang membuatnya terus menerus rapat hingga melewatkan jam makan, baru sampai sekarang.
Ketika ia tiba, kebetulan Kakek buyut hendak beristirahat. Beberapa junior yang mendampingi Kakek buyut pun bersiap kembali ke kamar masing-masing.
Setelah Lu Jianran mengucapkan selamat malam pada Kakek buyut, Kakek Lu memberi isyarat padanya untuk beristirahat dulu: "Besok kita semua makan bersama sebagai keluarga."
Lu Jianran pamit undur diri, lalu keluar ke ruang tamu bersama Lu Jianjing dan Chu Wan.
Sebenarnya Lu Jianran dan Lu Jianjing sudah lama tak bertemu, pertemuan saudari-saudari ini terasa semakin akrab.
Lu Jianjing menahan tawa, matanya berkilau. Ia berpikir sang saudari ketiga baru tiba dan belum tahu kabar ini - pasti akan terkejut setengah mata!
Lu Jianjing sudah mengasah kuku, tak sabar untuk segera bertindak.
Melihat Chu Wan, Lu Jianran tersenyum gembira sambil meraih tangan gadis itu: "Wan-wan juga di sini! Sudah bertahun-tahun ya?"
Lu Jianjing tertawa: "Benar, lama tak jumpa. Masih ingat dulu Wan-wan kecil sekali, lebih muda dari kita semua - seperti adik kecil!"
Ia merasa perlu menyiapkan panggung terlebih dahulu, menciptakan atmosfer yang pas agar reaksi saudari ketiganya semakin dramatis.
Lu Jianran mendengarkan, mengingat-ingat masa lalu, lalu mengangguk: "Benar, sekarang sudah dewasa juga, tapi kamu agak kurus——"
Sambil mengamati, matanya tertuju pada keratan sweter Chu Wan, lalu tersenyum: "Hmm, sweter ini terlihat familiar. Ini bekas punyaku dulu kan? Cocok sekali kamu pakai. Nanti aku cari lagi, lihat ada yang lain tidak, semuanya akan kuberikan untukmu. Aku juga punya syal, bagus juga, untukmu."
Lu Jianjing tertawa berkata: "Ini kan Tante Besar yang memberi Wan-wan."
Beberapa orang sedang berbincang ketika Lu Shouyan keluar dari ruang tamu.
Mendengar perkataan itu, matanya menatap ke arah mereka.
Lu Jianjing langsung merasakan dorongan untuk berdiri tegak, buru-buru menahan tawa: "Paman Tujuh——"
Lu Jianran juga melihat Lu Shouyan, menyapa dengan riang: "Paman Tujuh, kabar tentang pensiunmu itu bagus! Sekarang Paman bisa menetap di Beijing!"
Usianya hanya dua tahun lebih muda dari Lu Shouyan. Meski statusnya junior, sikapnya agak santai di hadapan sang paman.
Lu Shouyan mengangguk halus, sekali lagi menatap Lu Jianran: "Berapa hari rencanamu menginap kali ini?"
Lu Jianran: "Perkiraan perjalanan dinas sepuluh hari hingga setengah bulan. Belum pasti juga, tergantung perintah kerja."
Lu Shouyan: "Itu bagus."
Lu Jianran tersenyum, teringat sesuatu lalu berkata dengan sedikit manja: "Kemarin sempat bilang, Paman Tujuh mau ajak kami latihan menembak di lapangan tembak. Kebetulan sekarang semua lengkap, ajarilah kami ya."
Lu Shouyan menjawab: "Ada waktu lagi nanti."
Saat mengucapkan ini, pandangannya akhirnya menetap di wajah Chu Wan.
Senja kelam, cahaya kekuningan yang hangat memancar dari kamar samping. Ia berdiri di sana dengan senyum manis, memandanginya dengan tenang.
Lu Shouyan mengatupkan bibir sejenak, lalu berbisik pelan: "Besok bangun lebih pagi."
Usai berkata, ia langsung berbalik menuju kamarnya.
Setelah kepergian Lu Shouyan, Lu Jianran bingung: "Apa maksud Paman tadi? Besok bagaimana? Dengan siapa beliau bicara?"
Lu Jiansing tertawa: "Siapa lagi kalau bukan Wan-wan!"
Lu Jianran bingung: "Bicara dengan Wan-wan? Ngomong apa dengan Wan-wan? Wan-wan, Paman Tujuh mau apa darimu, kok menyuruhmu bangun pagi?"
Lu Jianjing menahan tawa: "Tentu saja Paman Tujuh mau mengajak Wan-wan jalan-jalan!"
Lu Jianran: "Apa?"
Lu Jianjing: "Kalau tidak jalan-jalan, pasti nonton bioskop!"
Lu Jianran tertegun, mengerutkan alis penuh tanda tanya: "Maksudnya apa?"
Lu Jianjing masih menahan senyum: "Kamu tahu pertunangan Wan-wan dengan keluarga kita kan?"
Lu Jianran semakin bingung: "Iya, kenapa? Wan-wan memilih siapa? Dari telepon tadi sepertinya hari ini dipilih?"
Ia menatap Chu Wan: "Sebenarnya ada apa?"
Lu Jianjing akhirnya tak bisa menahan diri, tertawa terbahak: "Wan-wan memilih Paman Tujuh!"
Lu Jianran: "Hah??"
Lu Jianjing menepuk bahu Lu Jianran: "Jadi Kakak Ketiga, Wan-wan mencapai puncak dalam sekejap! Ke depannya, Wan-wan akan menjadi Bibi Ketujuh kita!"
Lu Jianran terdiam di situ, memandang Chu Wan lalu menoleh ke arah Paman Tujuh yang baru saja pergi, sama sekali belum menyadari situasi.
Lu Jianjing melihat ekspresi bodohnya, menarik lengan sang kakak: "Ayo, ayo kita bicara di tempat lain!"
Beberapa orang itu pun masuk ke kamar Chu Wan dan menutup pintu.
Lu Jianjing masih ingin tertawa: "Dari wajahnya tadi, Paman Tujuh benar-benar setuju! Wan-wan, hebat sekali! Kau bisa membuat Paman Tujuh menyerah! Dia bahkan mengajakmu jalan-jalan dan nonton bioskop, mengingatkanmu bangun pagi. Sepertinya Paman Tujuh benar-benar serius!"
Chu Wan justru memahami situasi sebenarnya: "Paman Tujuhmu jelas tidak setuju. Dia hanya tak mau melanggar perintah Lao Ye, jadi untuk sementara menuruti. Pasti dia berencana membujukku berubah pikiran."
Lu Jianjing tersenyum sambil mengangkat alis: "Apa kau akan berubah pikiran?"
：“Mengapa aku harus berubah pikiran? Kalau dipikir-pikir, Paman Tujuh memang luar biasa kemampuannya, tampangnya juga tampan dan rapi. Semua aspek bagus, kecuali sifatnya yang agak kurang baik. Menurutmu, mana yang jelek? Aku tak perlu repot-repot memilih di antara sepupu-sepupumu, dia saja!”
Ia tersenyum: “Lagipula, kalau sudah menikah dengannya, seperti katamu, aku memberontak! Aku mencapai puncak dalam sekejap. Nanti aku tak perlu memanggilmu kakak sepupu lagi, kamu yang harus memanggilku Bibi Ketujuh!”
Lu Jianjing antara ingin tertawa dan menangis: “Jadi pemberontakanmu ditujukan padaku??”
：“Pokoknya semua yang dulu kupanggil 'Kakak', nanti harus memanggilku 'Bibi'. Asyik sekali!”
Lu Jianran akhirnya mulai memahami situasi di depan matanya. Dengan bingung ia bertanya: “Maksudnya... maksudnya Paman Tujuh dan Wan-wan jadi...? Kalian berdua mau pacaran? Itu, itu——”
Dengan terkejut ia berkata: “Itu bagaimana caranya? Bukankah beda generasi? Bukankah Paman Tujuh sebelumnya sedang menjalin hubungan dengan seseorang? Dia benar-benar setuju?”
Chu Wan tertawa: "Yang sebelumnya sudah dia putuskan. Soal mau atau tidak, yang penting aku sudah memilihnya, Lao Ye juga setuju. Sekarang aku mengikatnya, dia bisa apa?"
Lu Jianran menarik napas dalam: "Baik, Wan-wan, kau memang hebat! Berani sentuh pantat harimau, berani incar Paman Tujuh!"
Lu Jianjing: "Bukan cuma incar! Aku beritahu, status Wan-wan sekarang sudah berubah total. Mulai sekarang bicara dengan dia harus hati-hati. Sekarang Wan-wan ini—"
Dia sengaja berhenti sejenak membuat penasaran, lalu tak tahan tertawa: "Wan-wan adalah Bayi Kesayangan Paman Tujuh!"
Lu Jianran mengerutkan kening: "Apa?"
Lu Jianjing tertawa terbahak-bahak: "Kau hanya lebih muda dua tahun dari Paman Tujuh. Tidak ingat masa kecil? Dulu saat Wan-wan di rumah kita, Paman Tujuh sangat memanjakannya! Terus bilang 'Ini Bayi Kesayanganku' hahaha!"
Lu Jianjing semakin tertawa mengingat ekspresi dingin Paman Tujuh sekarang yang kontras dengan sikapnya dulu. Badannya terguncang-guncang karena tertawa.
Chu Wan teringat kejadian itu, merasa agak lucu. Dia juga mengingat ekspresi Lu Shouyan yang semakin dingin dan acuh tak acuh di meja makan. Kontras ini membuatnya semakin menghibur.
Dengan senyum mengembang di bibir, dia berkata: "Sebelumnya tak pernah kudengar orang menyebutkan hal ini. Aku sendiri juga tak terlalu ingat, ternyata ada cerita seperti ini."
Sambil berbicara, entah bagaimana teringat masa depan. Pria itu telah mencapai usia empat puluh dengan jabatan tinggi. Saat dia menemukannya dan mengutarakan keinginan bercerai dengan emosi, pria itu dengan tenang memintanya menyebutkan alasan. Setelah dijelaskan, tanpa basa-basi langsung dia setuju.
Saat itu, apakah dia masih bisa mengingat berbagai kenangan masa kecil mereka?
Tapi bagaimanapun juga, Chu Wan semakin yakin pilihannya tepat.
Lu Jianjing tertawa sampai matanya memerah. Ia mengusap air matanya, kebetulan melihat ekspresi Chu Wan yang agak sombong. Ia langsung menggelengkan kepala berkali-kali: "Tapi Wan-wan, jangan terlalu jumawa. Hati-hati main api bisa membakar diri sendiri. Kau harus tahu, Paman Tujuhku bukan orang yang mudah dihadapi. Jika kau benar-benar menikahinya, di kemudian hari... wah, kau pasti akan menderita!"
Chu Wan bersikap lai: "Apa yang bisa dia lakukan? Selama Lao Ye masih ada, berani dia mengganggu aku? Bahkan setelah Lao Ye menunggang bangau ke barat, dia harus patuh pada wasiat. Masa dia berani melawan Tian?"
Lu Jianjing langsung tertawa mendengarnya: "Tidakkah kau berpikir? Pasti di hati Paman Tujuh, kau masih dianggap anak kecil. Jika kau benar-benar menikahinya, kau pikir dia tidak akan mengaturmu? Satu dua hari masih bisa, tapi hidup bersama dalam waktu lama, sanggupkah kau menerimanya? Nanti bahkan jam berapa bangun dan tidur pun diatur, kau terima?"
Chu Wan mendengarkan dengan agak terkejut: "Seharusnya tidak sampai segitu ya..."
Lu Jianjing: "Bagaimana tidak? Kamu harus tahu, paman ketujuhku sudah bertahun-tahun memimpin pasukan, disiplin besi di militer sudah jadi kebiasaannya! Dia tidak akan bisa berubah seumur hidup! Memintanya bersantai sama dengan membunuhnya. Bisakah dia tahan hidup bersama orang malas seperti babi? Pikirkan, dia sudah memintamu bangun pagi besok padahal kalian belum resmi berpacaran!"
Chu Wan langsung setuju.
Tiba-tiba dia teringat sorot mata Lu Shouyan di asrama Pos Nankou saat dia melipat selimut menjadi hua juan (roti gulung).
Jadi jika menikah dengannya, harus bangun pagi setiap hari plus melipat selimut rapi seperti kotak tahu?
Chu Wan mengerutkan dahi. Apa dia benar-benar akan mengatur hal-hal seperti ini? Siapa yang tahan!
Lu Jianran melihat ekspresi curiga Chu Wan, tertawa: "Kamu pikir baik-baik ya, Paman Tujuhku itu bukan orang sembarangan bisa tahan. Lihatlah kami para junior saja takut padanya, pasti ada alasannya!"
Setelah berkata demikian, ia menarik tangan Lu Jianran: "Ayo, Saudari Ketiga, ada urusan pekerjaan yang ingin kutanyakan!"
Lu Jianran yang ditarik pergi masih melirik ke arah Chu Wan dengan wajah terkejut sebelum pergi.
Chu Wan dan Paman Tujuh jadi sepasang?
Dia masih perlu waktu untuk menerima kenyataan ini.
Setelah kedua kakak itu pergi, Chu Wan duduk diam di kursi singgasananya, merenung lama akhirnya menggeleng: "Untuk apa aku takut?"
Jika suatu hal memiliki 100 kebaikan tanpa satu kerugian pun, meski sulit harus dicoba. Lu Shouyan adalah yang paling cocok untuknya. Maka harus berani menghadapi tantangan tersebut.
Urusan lipat selimut atau bangun pagi? Bukan masalah!
Apalagi, jika dia benar-benar tidak bisa ditolerir, aku bisa tahan. Lagipula nanti dia pasti akan ditugaskan keluar kota. Saat itu terjadi, secara Adil aku tidak akan ikut. Biarlah kami hidup terpisah.
Masalah kalau dia nanti dipindahtugaskan kembali ke Beijing, itu urusan nanti.
Tapi meski bicara begitu, pikirannya yang kacau ini tetap menyisakan ketakutan. Sampai-sampai saat tidur malam, dia malah bermimpi aneh.
Dia bermimpi tentang kehidupan sebelumnya - saat dengan marah bercerai dari Lu Jianshi lalu Gai Jia dengan Lu Shouyan.
Malam pengantin, pria itu malah menyuruhnya menghafal Tiga Disiplin Utama dan Delapan Perhatian, sekaligus mengujinya tentang pemikiran Marxisme-Leninisme...
Chu Wan tidak bisa tidur nyenyak semalaman. Kurang tidur membuatnya lesu. Setelah bangun, seluruh tubuhnya lemas. Bahkan pikirannya terasa tumpul, rela memberikan apapun untuk kembali ke ranjang.
Tapi ini bukan rumahnya sendiri. Akhirnya dia memilih tidak berbuat sembarangan dan tetap bangun.
Setelah selesai bersiap, dia pergi ke ruang makan untuk sarapan sederhana lalu kembali ke kamar. Tak disangka, begitu masuk ke dalam, terdengar suara ketukan di pintu.
"Aku." Suara itu singkat namun berat, dengan timbre yang tidak mungkin salah dikenali.
Chu Wan teringat mimpi buruknya semalam, menarik napas dalam-dalam, lalu berjalan membuka pintu.
Di balik pintu, Lu Shouyan berdiri tegak bagai patung dengan wajah dingin tak beremosi.
Karena jarak terlalu dekat, dan posturnya yang sangat tinggi, Chu Wan merasakan aura wibawa yang menyergap. Refleks dia mundur selangkah sebelum berkata: "Paman Tujuh?"
Sorot mata Lu Shouyan menurun, menatap rambut di ubun-ubunnya: "Sesuai perintah Lao Ye, hari ini aku akan mengajakmu jalan-jalan."
Chu Wan mengangguk: "Baik, itu——"
Lu Shouyan: "Ya?"
Chu Wan: "Bolehkah aku ganti baju dulu?"
Sebenarnya bukan sekadar ganti pakaian, tapi dia perlu menenangkan diri dan merapikan pikirannya untuk menghadapi Lu Shouyan dalam kondisi terbaik.
Pandangan Lu Shouyan tertuju padanya. Ia mengenakan jaket kapas setengah baru yang mungkin dipakai terburu-buru pagi tadi.
Dengan nada datar ia berkata: "Beberapa setel baju yang Lao Ye pesankan untukmu sebelumnya seharusnya sudah jadi. Hari ini kita ambil, lalu mampir ke Wangfujing untuk membelikanmu pakaian baru atau keperluan lain."
Chu Wan: "Sebenarnya tidak perlu beli baru, punya yang bisa dipakai."
Lu Shouyan mengalihkan topik: "Kamu mau naik sepeda atau naik jeep?"
Chu Wan menggeleng: "Jangan jeep, terlalu mencolok. Sepeda saja?"
Lu Shouyan: "Baik."
Chu Wan: "Aku tidak bisa mengayuh, kamu boncengkan aku?"
Lu Shouyan mengangguk: "Setuju."
Chu Wan lalu menengadah, kembali menatap Lu Shouyan.
Tinggi badannya membuat ia harus mendongak ketika berjarak dekat.
Meski akan pindah ke dinas sipil, ia masih mengenakan seragam militer yang berwibawa dan sederhana. Posturnya tegak dan tinggi, bahunya lebar. Berdiri di sana, hampir menghalangi sinar matahari yang masuk ke kamar samping, seolah mampu menyelimutinya sepenuhnya.
Dia pun mengusulkan, "Paman Tujuh, ada yang ingin kubicarakan."
Sorot mata Lu Shouyan menancap di wajahnya sambil mengangkat alis. "Hmm?"
Chu Wan berkata, "Coba Paman ganti baju yang lebih santai. Penampilanmu terlalu serius sekarang, aku selalu merasa ada yang tidak bersemangat."
Selalu khawatir dia akan menghukumku berpose ala militer.
Raut wajah Lu Shouyan tertegun sejenak sebelum mengangguk. "Setuju."
