Makan malam ini terasa tak bisa ditelan oleh semua orang.
Lagi pula saat makan, siapa yang mau dengar wejangan seperti ini.
Tapi semua juga tahu, wejangan ini harus didengarkan.
Generasi anak-anak keluarga Lu sudah berpisah tempat makannya, kecuali Feng Luxi yang sesekali datang ke rumah tua membantu merawat Kakek Lu. Yang lain hidup masing-masing. Tapi semua cucu harus tinggal di sini - satu untuk menemani orang tua agar terlihat ramai, satunya lagi karena Kakek Lu sering memberi kelas ideologi dan politik ke cucu-cucunya, terus mendidik mereka.
Ia selalu merasa zaman kini telah berubah, anak-anak tak pernah merasakan pahitnya kehidupan. Keturunan yang tumbuh seperti ini takkan tahan menghadapi masalah.
Saat ini, para hadirin menundukkan kepala, tak terhindarkan timbul rasa dendam pada Qiao Xiujun. Awalnya semua mau makan pangsit, situasinya baik-baik saja, kenapa kau harus melemparnya keluar?
Biasanya tak pernah kau datang merawat Lao Ye, baru datang sudah seenaknya melempar barang? Kenapa tak bertanya dulu?
Feng Luxi mendampingi Lao Ye makan, tampak biasa saja di luar. Tapi dalam hati ia merasa membahagiakan. Bagaimanapun mereka saudari ipar, ada hal-hal rumit yang tak terungkap antara saudari ipar. Kini Qiao Xiujun dapat pelajaran, meski ia tak menganggapnya serius, tetap terasa kepuasan tersembunyi.
Tapi sebagai orang yang bijak, saat ini tentu ia tak menunjukkan ekspresi. Wajahnya justru memancarkan kepasrahan yang penuh kekhawatiran.
Kakek Lu berbicara sejenak, mungkin merasa suasana di meja makan terlalu tegang, lalu bertanya pada Chu Wan: "Temanmu itu, kurasa lebih baik jangan sering-sering mengganggunya. Nanti setelah kamu dan Shouyan menikah, jangan lupa kirim undangan, ajak dia datang minum anggur pernikahan."
Chu Wan mengangguk: "Saya tahu."
Saat mengangguk, ia merasakan pandangan Lu Shouyan seperti melirik ke arahnya. Ketika menoleh, pandangan mereka bertemu.
Hanya berhenti sejenak, Lu Shouyan segera menundukkan pandangannya dan mulai mengupas udang.
Di dalam hati Chu Wan muncul perasaan yang sulit diungkapkan.
Padahal beberapa hari lalu, Lu Shouyan masih dianggap sebagai orang yang lebih tua. Jarak satu generasi memisahkan mereka. Saat ia berbicara dengan Lu Jianshi, ekspresi pria itu tetap datar tanpa respon.
Sekarang, mereka sudah membicarakan siapa yang akan diundang ke acara pernikahan. Meski cukup bisa menyesuaikan diri, ia tetap merasa perlu waktu untuk perlahan-lahan menerima kenyataan ini.
Sedang berpikir begitu, tiba-tiba sepasang sumpit muncul di hadapannya. Sumpit itu meletakkan udang yang sudah dikupas ke mangkuknya.
Dia terkejut, mengikuti arah sumpit itu dan melihat ke Lu Shouyan.
Ia meletakkan udang yang sudah dikupas ke mangkuknya, tapi sama sekali tidak menatapnya.
Di meja makan, semua orang diam membisu, hanya terdengar sesekali suara menyeruput kuah. Tapi semua orang menyadari gerakan yang terkesan spontan ini.
Dengan ekspresi terkejut yang dipaksakan santai, pandangan mereka mengarah ke situ.
Lu Shouyan tetap tenang, melanjutkan mengupas udang berikutnya.
Orang-orang di sekelilingnya saling bertukar sorot mata tak percaya dengan hati-hati.
Sebelum makan, mereka masih heran - apakah Paman Tujuh yang tegas ini akan mendidik tunangan mudanya dengan keras. Tapi yang terlihat malah adegan ini.
Yang penting... Paman Tujuh sama sekali tidak berusaha menyembunyikan atau menghindar, justru terang-terangan mengupas udang untuk tunangannya?
Chu Wan sebenarnya juga merasa ini sangat mendadak. Menurutnya, Lu Shouyan bukan tipe orang seperti itu. Dia seharusnya pendiam dan rendah hati, termasuk tipe yang disukai Kakek Lu yaitu yang menyembunyikan kemampuan. Di hadapan begitu banyak junior, seharusnya dia tidak bertingkah seperti ini secara langsung.
Dia menundukkan pandangan, melihat udang yang sudah dikupas di depannya dengan terkejut.
Lu Shouyan malah bertanya: "Kamu tidak suka makan?"
Chu Wan terdiam oleh pertanyaan itu. Saat mengangkat pandangan ke arahnya, ekspresinya tetap datar seolah ini hal biasa, sama sekali tidak terlihat aneh.
Tatapan terkejut yang tersembunyi dari keponakan-keponakan dan Feng Luxi di sebelahnya? Dia sama sekali mengabaikannya.
Chu Wan pun menjawab: "Suka."
Langsung dia ambil dan memakannya.
Daging udangnya luar biasa lembut dan segar.
Kakek Lu di samping melihat kejadian itu sambil tersenyum lega: "Shouyan semakin paham diri, sudah tahu merawat Wan-wan. Tapi pikirkan lagi, di usiamu yang sudah matang ini, harusnya sudah bisa menyayangi menantu!"
Feng Luxi juga buru-buru menimpali: "Benar, sebenarnya Shouyan selalu perhatian, juga teliti dan serius. Wan-wan dan Shouyan memang cukup cocok."
Sambil tersenyum menambahkan: "Udang galah ini baru hari ini dikirim, masih segar melompat-lompat, rasanya enak. Wan-wan makanlah beberapa lagi."
Kakek Lu: "Iya, rasanya enak ini. Tahun lalu saya makan malah alergi, tahun ini tak berani lagi. Kalian yang bisa makan, santap saja lebih banyak."
Chu Wan kini, dalam ketenangan Lu Shouyan, mulai menangkap sedikit maksud tersembunyi.
Pangsit pemberian temannya dicuekin, ada berbagai alasan tentu. Salah satunya karena Qiao Xiujun memang meremehkannya. Barang yang dibawanya, wajar saja langsung dihina berkali-kali.
Kakek Lao sengaja mendukungnya, sekaligus memberi peringatan halus pada Qiao Xiujun lewat masalah lain.
Di hadapan keponakan laki-laki dan perempuan, Lu Shouyan secara pribadi mengupas udang dan merawatnya, sengaja memperlihatkan pada mereka. Maknanya terlalu terang-terangan, hampir seperti mengatakan langsung: Ini tunanganku yang kulindungi, meremehkannya berarti meremehkanku.
Tidak bisa dikatakan tidak senang, lagipula siapa yang tidak tersentuh diperlakukan penuh perhatian oleh pria seperti Lu Shouyan?
Beliau yang biasanya pendiam dan penuh tata krama, bukan tipe pria yang akan mengupas udang untuk tunangannya di depan umum.
Sambil menikmati udang segar yang lembut, ia merasakan kebahagiaan dilindungi dan dirawat oleh pria luar biasa ini.
Lu Shouyan melanjutkan mengupas tiga empat ekor lagi. Chu Wan berbisik pelan: "Aku sudah kenyang."
Lu Shouyan mengangguk halus.
Saat itu, Lu Jianran berkata dengan nada kagum: "Seumur hidupku, baru kali ini melihat Paman Tujuh mengupas udang untuk orang!"
Kakek Lu: "Jadi kalian harus cepat menikah. Pria, setelah menikah pasti akan lebih dewasa, tahu menyayangi orang! Bukankah ini bagus? Pria yang tidak tahu menyayangi menantu, bukan pria baik!"
Sambil berkata, dia menatap Feng Luxi: "Nanti saat makan, jangan hanya memikirkan melayani Shoujian. Kamu juga harus biarkan dia melayanimu, paham?"
Feng Luxi tertawa mendengar ini: "Ayah, Ah, Shoujian itu mana bisa mengupas udang! Lagipula aku juga tidak suka makan!"
Saat dia berbicara, Lu Shouyan meletakkan udang yang baru dikupas ke mangkuknya: "Bibi, coba cicipi, memang cukup segar."
Feng Luxi tak menyangka, tak bisa menahan tawa: "Coba lihat, aku juga kebagian berkah Wan-wan!"
Meski tidak terlalu suka, tapi karena Lu Shouyan yang mengupas, dia tentu senang, khususnya merasa terharu.
Di sisi lain, Lu Jiankun dengan proaktif menawarkan: "Ibu, sini, aku akan mengupaskan untukmu!"
Melihat ini, semua orang pun tertawa.
Chu Wan sedikit menundukkan kepala sambil makan, pandangannya menyapu hidangan di meja. Dari sudut matanya, terlihat pria di seberang sedang membersihkan tangannya. Jari-jarinya yang berbuku tampak jelas masih bernoda kuah udang yang baru dikupas. Dengan gerakan tenang, ia mengelap hingga jemarinya kembali bersih.
Secara diam-diam, tatapannya naik perlahan menyusuri kerah seragamnya. Kancing kerah yang rapat masih terkunci rapi di leher, menutupi bekas luka samar di sana.
Meski sejak awal ia hampir tak pernah menatapnya langsung, namun aura kehadirannya terasa menyelimuti seluruh ruangan. Setiap hela nafasnya seakan menegaskan keberadaan dirinya yang tak terbantahkan.
Tiba-tiba ia mengangkat wajah, menangkap pandangan Chu Wan yang sedang mengamat-amat.
Refleks Chu Wan ingin memalingkan muka, tapi kemudian tersadar: Mengapa harus malu?
Dengan sikap keras kepala khasnya, ia malah menatap balik tanpa ragu.
Lu Shouyan menyimpan senyum tipis di balik bola mata hitamnya yang pekat, terpana melihat sikap nekad gadis itu.
Senyum itu penuh dengan pemahaman dan kelonggaran.
Telinga Chu Wan memanas, ia melotot lembut ke arahnya sebelum buru-buru menunduk, meneguk bubur beras untuk menenangkan diri - mengakui kekalahan.
Di meja makan, para hadirin melanjutkan aktivitas mereka sambil menjaga kesepahaman diam-diam tentang segala yang terjadi.
Lu Jianzhao menghela napas dalam hati, teringat saat para sepupu mereka berusaha bercocok tanam di rumah Wan-wan, berpura-pura layak untuk menikahinya. Padahal—
Kini tersadar, saat mereka menyunggingkan pantat di ladang, Paman Tujuh justru mendampingi Sang Kakek Buyut menghisap tembakau di dalam rumah.
Pemandangan seperti Paman Tujuh yang bijaksana dan berpengalaman—begitu beliau turun tangan, apa lagi yang tersisa untuk mereka?
Sekalipun tidak, sebagai junior yang masih hijau, mana mungkin mereka bisa menandinginya? Siapapun yang berakal pasti memilih sosok seperti Paman Tujuh.
Ia menghela napas, tiba-tiba merasa Paman Tujuh dan Wan-wan adalah pasangan yang ditakdirkan.
Sambil berpikir begitu, ia melirik sekilas ke arah Lu Shouyan, namun melihat sedikit senyuman di kedalaman mata pria itu.
Ia terkejut, mengamati lebih seksama, lalu merasa itu hanya khayalannya sendiri.
Ia menghela napas lagi, membayangkan jika Wan-wan merajuk atau bertingkah manja padanya, mampukah ia tetap tenang?
Di malam pertama pernikahan ini, mampukah wajahnya tetap kalem? Dengan istri cantik dalam pelukannya, dia pasti—
Lu Jianzhao memerah pipinya, tergesa-gesa menghentikan pikirannya.
Urusan orang yang lebih tua tak pantas ia pikirkan, sungguh sangat durhaka!!
Saat itu, Qiao Xiujun akhirnya selesai mengukus pangsit. Dengan senyum penuh basa-basi ia berkata, "Ayah, lihatlah pangsit ini."
Kakek Lu mengangguk, "Duduklah. Makanan hampir dingin, cepatlah makan."
Seketika ia menyuruh Lu Jianjing: "Kupaskan udang untuk Bibi Tiga."
Begitu dia berkata, Lu Jianjing bahkan tak sempat bertindak, beberapa orang di sebelah seperti Lu Jiankun langsung bergegas: "Kami yang mengupas."
——Lagipula tadi sudah ada yang mulai mengupas.
Qiao Xiujun yang baru saja dipermalukan Kakek Lu di depan banyak orang merasa sedih sampai mati, terus mengkhawatirkan urusan saudara laki-lakinya dari pihak ibu, penuh tekanan dan kecemasan, mengeluh dan menghela napas. Kini setelah mendengar kata-kata penenang dari Lao Ye, hatinya baru sedikit lega, matanya langsung berkaca-kaca.
Nasibnya sungguh getir.
Saat itu, Kakek Lu mencicipi sebuah pangsit lalu mengangguk: "Pangsit ini mungkin tak semenarik yang dijual di luar, juga tak seperti keluarga kita yang biasa menggunakan banyak minyak dan daging. Tapi pangsit ini enak, menurutku rasanya seperti masakan rumahan yang autentik. Pantas saja Wan-wan ngiler pengen makan!"
Begitu dia berkata, semua orang mencicipi satu. Ada yang suka ada yang tidak, tapi semua sepakat memuji.
Lu Jiankun setelah mencicipi malah berkomentar: "Aku suka rasanya! Beneran terowongan jadi!"
Kakek Lu: "Isiannya enak, besok kita juga makan ini."
Lu Jianran juga mencicipi satu, setelah itu meletakkan sumpit sambil tersenyum ke Lu Jianzhao: "Ngomong-ngomong, Jianzhao, gimana kabar temanmu itu?"
Pertanyaan ini membuat Lu Jianzhao terkejut, agak canggung, soalnya waktu itu dia sedang sedih sampai cerita, tapi setelah dipikir-pikir merasa tidak pantas.
Ini jelas bukan salah Wan-wan, kalau dikasih tahu malah bikin Wan-wan tidak enak hati.
Begitu Lu Jianran menyebut, sorot mata Lu Shouyan langsung menyapu ke arahnya: "Apa yang terjadi?"
Lu Jianran tersenyum ke Lu Shouyan: "Paman Tujuh, kamu tidak tahu? Wan-wan tidak bilang?"
Lu Shouyan diam dengan pandangan datar.
Feng Luxi penasaran: "Sebenarnya ada apa? Kalian berdua main teka-teki apa ini?"
Chu Wan yang awalnya berharap masalah ini lenyap begitu saja, tak menyangka malah dibahas di meja makan, akhirnya berkata samar: "Gak ada apa-apa, cuma delapan--"
Dia berhenti sejenak, menahan kata "Kakak" yang hampir terucap, lalu berkata: "Cuma teman Jianzhao yang beli barang, merasa kurang cocok, waktu itu saya yang bantu telapak tangan, saya periksa."
Kakek Lu melihat ini, penasaran: "Sebenarnya ada masalah apa?"
Lu Jianzhao bicara tidak jelas, sebenarnya Chu Wan juga enggan bahas: "Paman, tidak apa, masalah sudah selesai, cuma urusan telapak tangan memeriksa barang, itu kan urusan temannya, bukan hal besar."
Lu Jianzhao melirik Chu Wan dengan penuh rasa terima kasih.
Dia juga sadar sudah salah, kalau Kakek Lu tahu sekarang, pasti akan dimarahi habis-habisan.
Lu Jianran: "Selesai? Itu bagus! Waktu lihat Jianzhao panik, saya ikut khawatir!"
Lu Jianzhao langsung memberi kode mata ke Jianran: Jangan diterusin, ngapain bahas ini?
Lu Jianjing menunduk, diam seribu bahasa, pura-pura lupa.
Feng Luxi melirik anak perempuannya sambil tersenyum: "Kalian anak-anak ini, cuma berulah sembarangan. Bukan masalah besar. Ngomong-ngomong, bubur hari ini matang sekali, pasti api-nya diatur pas ya!"
Diam-diam ia mencoba mengalihkan topik. Tak disangka Kakek Lu yang sudah hampir selesai makan, mengusap bibirnya berkata: "Sebenarnya ada masalah apa? Beli barang apa? Ayo Jianzhao, kamu jelaskan baik-baik."
Lu Jianzhao grogi, tapi terpaksa memaksakan diri menceritakan kejadian sebenarnya. Di akhir ia menambahkan: "Sebenarnya cuma bertanya, penasaran saja... Tidak ada maksud lain."
Qiao Xiujun yang sejak tadi makan dengan patuh, kini mengangkat muka penuh tanda tanya. Matanya mengamati sekeliling, menduga-duga ini pasti ulah Chu Wan.
Kalau Chu Wan yang berbuat salah, apa Kakek masih akan membelanya?
Kakek Lu menggeleng: "Membantu kalian itu bentuk kasih sayang. Kalau sampai salah beli, mau tuduh Wan-wan lagi?"
Lu Jianzhao buru-buru menyela: "Itu... Tidak mungkin!"
：“Sebenarnya masalah ini, kalian terlalu bersemangat. Lebih baik jangan sering-sering membantu. Kalau sampai salah beli, buang-buang uang orang, kan malah menyinggung perasaan? Orang lain juga malu ngomong, dalam hati pasti jijik.”
Di sampingnya, Lu Jiankun mengerutkan alis, melirik adik perempuannya dengan raut tidak setuju, tapi diam saja.
Lu Jianjing berbisik, “Nggak ada yang serius, cuma seratus lebih. Masak segitu aja dikit-dikit! Kalau menurutku, nggak punya kemampuan ya jangan ikut-ikutan beli barang antik!”
Lu Jianzhao buru-buru mengangguk, “Iya iya, bener kata dia!”
Kakek Lu mendengarkan sambil tersenyum, menatap Lu Shouyan: “Shouyan, bagaimana pendapatmu?”
Pertanyaannya membuat suasana canggung, semua mata tertuju pada Lu Shouyan.
Soalnya Chu Wan-lah yang menjamin teman Jianzhao beli barang ini. Kalau ternyata salah, pasti memalukan. Kesalahan Chu Wan ini bikin Jianzhao juga kehilangan muka.
Kini Chu Wan adalah tunangan Lu Shouyan. Pertanyaan Lao Ye ini tentu ditujukan pada Lu Shouyan untuk mencari solusi.
Feng Luxi menatap anak perempuannya, sorot matanya mengandung teguran.
Lu Jianran menunduk sedikit, hilang bicara.
Qiao Xiujun mendengarkan dengan perasaan senang melihat kesulitan orang lain. Dalam hatinya berpikir: "Ini baru menarik! Tadi orang-orang menertawakan aku, sekarang giliran mereka melihat keramaian Lao Qi!"
"Cuma tahu melindungi menantu kecil ini! Lihatlah akibatnya - menantu kecilmu membuat masalah. Sekarang kau harus mengisi lubang ini dengan emas dan perak nyata sendiri, kalau tidak pasti memalukan!"
Lu Shouyan memegang sumpit, pandangan dingin dan acuh menyapu Lu Jianran. Baru kemudian berkata: "Ayah, soal ini tidak ada yang perlu dibahas."
Feng Luxi buru-buru menyela: "Benar, ini bukan masalah besar. Seperti kata Jianjing, Wan-wan hanya membantu memverifikasi dengan telapak tangannya. Siapa bisa menjadi dewa yang mampu mengantar Buddha ke Barat? Tidak perlu diperdebatkan!"
Lu Shouyan malah berkata: "Nona Istri, aku bilang tidak ada yang perlu dibahas, karena menurutku Wan-wan seharusnya sudah menyelesaikan ini."
Begitu dia bicara, semua orang menjadi bingung.
Lu Shouyan meneguk air, lalu berkata santai: "Kalau Wan-wan sudah memeriksa dengan telapak tangan dan bilang barang itu asli, pasti tidak salah. Kalau pembeli mau menyimpannya, biarlah dapat keuntungan. Kalau mereka anggap palsu, ya kita beli sendiri. Cuma barang seratus keping lebih, masa tidak sanggup urus ini?"
Lu Jianzhao: "Paman Tujuh, bukan begitu, masalahnya tidak sesederhana itu, ini—"
Lu Shouyan mengangkat kelopak mata, melirik Lu Jianzhao: "Jianzhao, temanmu ini tidak punya kemampuan pengamatan, minta bantuan tapi masih mencurigai segala sesuatu. Orang seperti ini jangan sering-sering diajak bergaul."
Hah?
Semua terkejut memandang Lu Shouyan, lalu pandangan penuh tanda tanya beralih ke Lu Jianzhao.
Chu Wan juga terperanjat, menatap Lu Shouyan.
Lu Jianzhao tampak bingung: "Ini... katanya beberapa ahli museum sudah memastikan ini palsu, cap tahun produksinya tidak sesuai."
Lu Shouyan memandang keponakannya itu, menyimpulkan: "Jadi kamu Lu Jianzhao, dia Chu Wan."
Kemudian ia menoleh ke Chu Wan: "Wan-wan, mulai sekarang kalau ada keluarga yang minta kamu memeriksa keaslian barang, bilang saja tidak boleh tanpa izinku. Yang keberatan suruh temui aku."
Lu Jianzhao tertegun. Apa yang terjadi dengan paman ketujuhnya ini? Apakah punya tunangan kecil membuat otaknya rusak? Sampai-sampai membela Wan-wan tanpa mempertimbangkan benar salah, benar-benar membuka mata!
Orang-orang sekitar juga tak tahu harus berkata apa, wajah mereka penuh kebingungan. Kenapa dia mengira orang-orang akan minta Chu Wan memeriksa barang? Terlalu menganggap penting tunangan sendiri!
Apa karena sejak kecil dipanggil 'Sayang', setelah berhasil dinikahi, otaknya langsung menganggap semuanya berharga?
Qiao Xiujun semakin cemberut. Membela orang terdekat sampai segitunya?? Masuk akal?!
Ia refleks menoleh ke Kakek Lu. Bukankah Lao Ye selalu menganggap diri adil? Salah harus dihukum, mana boleh memihak sampai memutarbalikkan fakta begini?
Yang lain juga memandang ke arah Kakek Lu.
Menyaksikan adegan ini, Kakek Lu justru tertawa lebar. Dengan puas ia menoleh ke Chu Wan: "Wan-wan, kan Kubilang! Memilih Shouyan itu keputusan tepat! Shouyan benar, mulai sekarang jangan cari Wan-wan lagi. Siapa yang berani mengganggunya, bukan cuma Shouyan—Aku pun tidak akan membiarkan kalian!"
Sebenarnya Chu Wan mengerti maksud di balik kata-kata Lu Shouyan tadi.
Meski terdengar keras dan posesif, sesungguhnya ia sedang melindunginya. Kedepannya jika ada yang minta bantuan menilai barang antik, ia tinggal berlindung di balik larangan Shouyan tanpa perlu merasa sungkan.
Tiba-tiba hatinya terasa seperti diremas-remas, iri dan sesak.
Ucapan Kakek Lu itu membuat dadanya terasa penuh berkecamuk.
Di tengah kebingungan semua orang, Kakek Lu menghela nafas: "Kalian ini, mana mengerti! Kalau bukan karena yakin betul, mana mungkin Wan-wan mau sembarangan menolong orang |telapak tangan! Ini kan kebaikan hatinya memberi |hutang budi, sayangnya si bodoh itu tak bisa mengenali emas sejati, ya sudah lewatlah |kebetulan itu!"
Lu Jianzhao langsung tertegun: "Kakek, maksudnya... itu asli? Tapi... tapi ahli |museum yang memeriksa, ini bisa saja |palsu?"
Kakek Lu mendengar ini, terkekeh: "Apa artinya ahli museum? Dulu di pasar Liulichang yang penuh ahli, setiap orang adalah tuan. Tapi saat bertemu Kakek Buyut Chu, bukankah mereka semua menunduk dan memanggil 'Tuan Chu' dengan penuh hormat! Saat Kakek Buyut Chu menilai keramik, jika dia menyebutnya dari era Yongle, siapa berani bilang itu era Yongzheng? Waktu itu, para ahli museum mungkin belum lahir. Berapa banyak barang bagus yang pernah mereka lihat? Wan-wan mewarisi ilmu keluarga Chu. Keramik adalah akar keluarga Chu. Sebuah guci kecil dari Dinasti Ming seperti ini, mana mungkin dia tertipu!"
Ucapan Kakek Lu membuat semua orang terkejut. Mereka saling memandang Chu Wan dengan rasa tidak percaya.
Mereka tahu profesi keluarga Chu, tapi Chu Wan sendiri jarang membicarakannya. Penampilannya yang biasa-biasa saja, bahkan tidak lulus SMA, sekarang sibuk mempersiapkan ujian masuk universitas - siapa sangka dia dipuji setinggi itu oleh Kakek Lu!
Hanya Qiao Xiujun yang matanya langsung berbinar. Dia selalu tahu keluarga Chu Wan punya aset keluarga, ternyata benar, Kakek Lu sendiri yang mengatakannya!
Tapi tak lama kemudian, hatinya kembali sakit.
Chu Wan yang punya kemampuan seperti itu, bagaimana bisa dia melewatkannya? Seharusnya menantu perempuan ini untuk anaknya sendiri! Ini ibarat ayam yang bertelur emas, malah dipermudah jatuh ke tangan Lao Qi!
Yang lain semakin terkejut. Lu Jianjing penasaran: "Wan-wan, bagaimana ceritanya? Kamu minta alamat ke Jianzhao, lalu benar-benar pergi melihat?"
Lu Jianran mengernyitkan alis sambil mengamati Chu Wan, diam seribu bahasa.
Kakek Lu tersenyum ramah ke arah Chu Wan: "Wan-wan, dulu kakek sangat suka dengar cerita Kakek Buyutmu. Hari ini kita sudah hampir selesai makan, maukah kamu berbagi kisah?"
Chu Wan tersenyum lalu menceritakan seluruh kejadian. Di akhir dia berkata: "Barang itu sudah kuserahkan ke teman untuk dijual. Harus bisa dijual dengan harga bagus untuk persiapan mahar. Kalau tidak laku—"
Lu Shouyan berkata: "Kalau tidak laku, taruh saja di sini."
Feng Luxi mendengar itu tersenyum: "Menurutku ini jelas-jelas Shouyan yang dapat keuntungan besar!"
Mendengar perkataan Lu Shouyan, Chu Wan merasa berterima kasih di hati.
Sebenarnya dia membelinya dari keluarga Su, dalih pedagang Hongkong hanyalah kedok belaka. Lu Jianzhao dan Lu Jianran tahu persoalan ini, tentu mereka juga paham tidak ada pedagang Hongkong. Lu Jianran yang sudah menduga dialah pembelinya pasti akan menyebarkan kabar. Tidak mungkin dia menyimpan barang yang bisa memicu masalah, harus mencari cara menghadapinya - mungkin melalui perantara - yang penting jangan sampai orang tahu barang itu ada di tangannya.
Perkataan Lu Shouyan ini jelas untuk membantunya keluar dari situasi sulit, memastikan tidak ada potensi masalah di kemudian hari.
Yang lain masih bingung, terutama Lu Jianzhao: "Tapi bagaimana bisa itu asli? Wan-wan, jelaskan dong prinsip dasarnya, kami benar-benar tidak paham!"
Chu Wan pun menjelaskan, sambil menyebutkan regulasi ritual Tiga Dinasti Ming dan kebiasaan persembahan Dinasti Ming, akhirnya berkata: "Dibuat dengan khidmat pada tanggal 17 Bulan Musim Semi tahun kedua era Zhengtong Dinasti Ming Agung. Setiap karakter dalam cap tahun ini mengandung makna mendalam. Orang yang bisa memalsukan ini tak mungkin membuat kesalahan bodoh seperti itu, sebaliknya yang membuat kesalahan ini pasti tak mampu merangkai kalimat sempurna seperti itu."
Kakek Lu tertawa mendengarnya: "Barang-barang antik ini harus diteliti sampai ke celah-celah tulisannya. Empat Buku dan Lima Klasik, sejarah dan budaya dinasti-dinasti, semuanya harus dihafalkan. Dulu aku pernah belajar dari Kakek Buyutmu, tapi akhirnya sadar bakatku tak di situ - membacanya malah bikin pusing! Justru Kakekmu yang jenius dalam hal ini—"
Uraian ini membuat semua orang saling pandang bingung, bahkan Lu Jiankun dan Lu Jianxing memandang Chu Wan dengan penuh kekaguman.
"Wan-wan memang tak kuliah, tapi pengetahuannya setara sarjana! Ilmu seperti ini tak dimiliki orang biasa!"
Kakek Lu menghela napas: "Para profesor sejarah di kampus, jika Wan-wan berdebat dengan mereka, belum tentu kalah. Selalu kukatakan, kita harus mengasah tekad dan menguji fisik, menyembunyikan kemampuan sambil mengenang pahitnya masa lalu. Tapi zaman sudah berubah, syarat-syarat hidup berbeda. Kalian semua terbiasa hidup enak. Bagaimana Taiye melatih Wan-wan, kalian tidak tahu, jadi wajar tak mengerti."
Lu Shouyan tiba-tiba menyela: "Ayah, makan hampir selesai. Bukankah Rekan Hu janji bertemu hari ini?"
Kakek Lu memandang anak bungsunya: "Lihat, tak mau kusebut lagi. Masih mengasihaninya kalau kisah lalu disebut, ya?"
