Chu Wan mereview dan mencerna metode pemecahan masalah politik yang diajarkan Lu Shouyan. Selama proses ini, ia tak bisa tidak mengakui bahwa rumus pemecahan masalah yang dibuatnya benar-benar brilian.
Misalnya rumus-rumus jawaban yang dirangkumnya seperti "mencerminkan", "merefleksikan", "memenuhi", atau frasa seperti "menumbuhkan kesadaran di bidang tertentu", "memperkuat pola pikir di aspek tertentu" - semuanya bersifat universal. Begitu menggunakan struktur ini dan menyelipkan konten relevan, sang guru penguji yang tidak teliti mungkin langsung terkesan dengan gaya menjawab yang serius ini!
Jika ia benar-benar menguasai pola ini, bukankah ia akan tak terkalahkan?
Dengan putus asa mulai mengerjakan soal-soal lama menggunakan pola ini, pertama menjawab sendiri lalu membandingkan dengan kunci jawaban untuk perbaikan. Setelah bolak-balik mencoba, baru sadar jawaban sendiri ternyata hampir mirip dengan kunci jawaban. Seketika rasa percaya diri melonjak, merasa diri sudah layak ikut kompetisi ideologi politik!
Saat makan malam, Chu Wan menemani Feng Luxi ke rumah tua. Kakek Lu bercerita baru saja menelepon Kakek Buyut Chu: "Dia terdengar bersemangat. Besok kau datang lebih pagi dan telepon juga, sekarang mungkin dia sudah istirahat."
Chu Wan menanyakan kabar kakek buyutnya. Sebenarnya tidak ada yang perlu dikhawatirkan, kemarin baru saja telepon dan mendengar suara orang tua itu riang gembira.
Dengan perantaraan orang yang dipercaya dan perhatian tulus dari Kakek Lu, setiap hari ada telepon ke sekretaris partai desa. Sang sekretaris yang ingin mengambil hati pihak ini, pasti mengurus dengan sepenuh hati.
Kakek Lu kembali menanyakan persiapan ujian Chu Wan. Wan-wan melirik Lu Shouyan, lalu berkata: "Shouyan membimbingku belajar politik. Menurutku ini lebih baik daripada bimbingan belajar luar. Dia cukup kompeten."
Begitu kata-katanya meluncur, ruangan mendadak diam secara subtil. Lu Shoujian lalu tersenyum: "Shouyan memang selalu mahir dalam hal-hal seperti ini."
Lu Jianjing menahan tawa, matanya berpindah dari pamannya ke Chu Wan: "Dengan bimbingan Paman Tujuh, pasti Wan-wan lulus ujian pascasarjana!"
Chu Wan sebenarnya hanya mengatakan kebenaran. Namun setelah mengatakannya, ia merasa ada yang janggal. Saat menoleh, pandangannya bertemu sorot mata Lu Shouyan yang berbinar-binar.
Pelan-pelan warna merah merambat di pipinya.
Baru sadar, tadi tanpa sengaja ia memuji tunangannya sendiri. Sebagai pasangan yang sebentar lagi menikah, komentarnya terdengar seperti memuji diri sendiri.
Kakek Lu juga tertawa terbahak-bahak: "Harus jujur dan objektif, Wan-wan ini sedang bersikap objektif. Memang Shouyan kami benar-benar kompeten!"
Feng Luxi ikut tertawa dari samping: "Jadi setelah Shouyan menikah nanti, bisa mengajarinya di samping bantal."
Lu Shouyan mendengar keriuhan orang-orang, mengatupkan bibir sejenak lalu menunduk makan.
Chu Wan juga diam seribu bahasa, hanya tahu makan.
Orang-orang sekitar melihat adegan ini semakin geli. Lu Jianzhao penasaran, berpikir: Paman Tujuh malah dipuji tunangannya di depan umum, apakah dia juga merasa malu?
Dia heran, melirik berkali-kali. Merasa diperhatikan, Lu Shouyan melontarkan sorot mata dingin. Langsung dia menunduk pura-pura serius makan.
Kakek Lu semakin ceria, bertanya sambil lalu: "Shouyan, besok hari Minggu. Ada perintah apa? Mau ajak Wan-wan jalan-jalan kemana?"
Sesaat dia menghela napas: "Sekarang pacaran, bukankah orang harus berpegangan tangan, jalan-jalan ke taman, nonton bioskop bareng, apa yang kalian anak muda sebut? Romantis ya?"
Di samping, Lu Jianzhao hati-hati menyela: "Romantis, Kakek."
Kakek Lu: "Iya iya, romantis! Ini istilah baru kalian, saya sampai lupa! Sekarang kan trendnya begitu, Wan-wan kita juga harus dapat. Sayangnya jadwal pernikahan kalian terlalu mepet, kan sebentar lagi nikah! Shouyan, cepat temani dia jalan-jalan sebelum hari H!"
Chu Wan buru-buru menjawab: "Kakek Lu, tidak usah repot-repot. Saya baik-baik saja belajar di rumah."
Kakek Lu: "Jangan juga setiap hari dikurung di rumah. Belajar terus malah nggak efektif. Harus ada istirahatnya. Biar dia lebih sering menemanimu keluar refreshing."
Lu Shouyan melihat situasi ini lalu berkata: "Wan-wan mungkin tidak tertarik jalan-jalan ke taman. Dia lebih suka peninggalan budaya. Waktu itu di Beijing Hotel, Wan-wan membantu. Saat itu saya sudah bicara dengan Kepala Chen. Nanti kami ingin melihat gudang dalam toko budaya. Hari ini Kepala Chen menghubungi, kebetulan ada kegiatan kunjungan internal untuk kalangan seni dan pejabat pemerintah beserta pemandu. Apa kita mau ikut? Bagaimana kalau besok saya temani dia kesana?"
Mendengar ini, Chu Wan justru tertarik.
Kakek Lu tersenyum: "Wan-wan kita memang punya kemampuan! Masalah di Beijing Hotel kemarin sampai masuk koran Beijing Daily, semua orang sudah tahu. Hari rapat itu, ada yang membahasnya. Saya bilang, ini cucu perempuan saudaraku! Wajah tua saya juga ikut bangga!"
Tiba-tiba ia berhenti, teringat bahwa yang dimaksud bukan 'saudara' melainkan orang yang lebih tua. Ia hanya bisa batuk dengan serius.
Dengan serius ia melihat sekeliling orang-orang di meja: "Manusia, selama punya kemampuan sejati, kapan pun, pasti dihargai orang lain. Jadi kalian harus mantap langkahnya dalam belajar dan ingin belajar!"
Semua segera menyetujui.
Qiao Xiujun di samping tersenyum: "Betul! Belakangan Jianshi juga mulai paham. Dia ikut belajar melihat buku langka, pelan-pelan sudah mulai sesuai."
Kakek Lu: "Buku langka apa?"
Saat Qiao Xiujun hendak menjelaskan, Lu Shouxin menyela: "Ayah, cuma main-main saja."
Kakek Lu melirik Lu Jianshi, sedikit mengerutkan alis, lalu tak bertanya lagi.
Keesokan harinya, Lu Shouyan pagi-pagi membawa Chu Wan ke gudang dalam toko budaya.
Petugas muda bernama Lü yang bertugas menjemput tahu ini perintah kepala bagian, langsung antusias. Ia mengajak mereka bergabung dengan rombongan pemerintah dan kalangan seni, sambil terus menerangkan "di sini" dan "di situ".
Gudang toko budaya ini dipenuhi harta karun bagai gunung. Beijing sebagai pusat tiga dinasti Yuan, Ming, Qing menyimpan warisan budaya tak terhitung. Sejak era pembebasan, benda-benda ini dianggap tak bernilai - menurut istilah para kolektor "seperti mengemis sambil menggendong patung emas". Terpinggirkan sebagai 'empat keburukan lama', tumpukan barang ini teronggok di sudut-sudut kumuh. Meski harga mulai membaik dua tahun terakhir, siapa yang sudi melihat barang usang berdebu itu?
Sejujurnya, barang bagus melimpah ruah saat ini. Cuma 10-8 keping yuan bisa dapat porselen biru-putih era Kaisar Kangxi.
Chu Wan bahkan melihat gua ritual perunggu tergeletak di pojok, penuh kotoran tikus yang mengering selain noda-noda kuno.
Barang itu terasa familiar. Sang Kakek Buyut dulu sering bercerita sambil menggambar benda-benda megah yang pernah dia temui seumur hidup.
Ia mendekati dan mengamati lebih seksama. Patung perunggu itu seharusnya pernah dikoleksi oleh Kakek Nie Nangui. Konon dulu di Liulichang, Kakek Buyut juga berminat namun kalah bersaing dengan Kakek Nie Nangui, akhirnya benda itu jatuh ke tangan Keluarga Nie.
Tak disangka, setelah lebih dari 40 tahun berkelap-kelip, terkubur di sini sampai terpuruk seperti ini.
Saat itu, Rekan Lü masih antusias menerangkan ke hadirin: tumpukan ini adalah peninggalan budaya jenis apa, tumpukan itu berasal dari mana, asal-usulnya bagaimana. Ia juga menunjukkan keunggulan benda-benda ini. Para peserta studi banding mendengarkan dengan asyik.
Lu Shouyan memperhatikan ketertarikannya pada patung perunggu ini: "Ada masalah apa dengan ini?"
Chu Wan: "Aku ingat kamu bawa buku catatan?"
Lu Shouyan mengeluarkan dari tasnya sebuah map kulit khusus untuk menulis catatan pemikiran politik di pasukan, lengkap dengan pulpen yang masih tersemat.
Chu Wan menerimanya: "Aku pinjam dulu."
Saat itu, Chu Wan mendengar Rekan Lü kembali menjelaskan sebuah vas bunga peony berwarna pastel dari kiln resmi era Kangxi. Rekan Lü berkata, "Lihatlah, ini adalah karya warna pastel dari masa pemerintahan Kangxi. Tekstur bodi keramik vas ini halus dan berkilau, bunga peony di atasnya meliuk-liuk dari dasar vas hingga ke atas dengan gaya lukisan yang elegan dan detail. Gradasi warna yang harmonis dipadukan dengan lingkaran biru bercahaya, benar-benar mahakarya era Kangxi!"
Para hadirin menyaksikan vas bunga peony pastel itu sambil berdecak kagum, memang terlihat sangat hidup dan nyata.
Chu Wan menatap vas itu dengan saksama, namun merasakan kejanggalan. Meski tekstur bodi keramiknya putih dan rata, namun ada yang kurang dari kilau alaminya.
Tiba-tiba Rekan Lü menyatakan, "Vas ini adalah koleksi berharga Feng Bin, pedagang peninggalan budaya kelas kakap sebelum pembebasan! Konon ini termasuk beberapa benda paling dicintainya!"
Semua yang hadir penasaran, Kawan Lü pun menjelaskan sejarah Feng Bin ini: bagaimana ia berjaya di Liulichang, menggelapkan peninggalan budaya dalam negeri ke luar, memasok barang ke C.T. Loo, mencuri "Kaisar dan Permaisuri Menghormati Buddha" lalu mengirimkannya ke luar negeri. Setelah pembebasan, ia dikutuk banyak orang, dihukum mati, dan akhirnya meninggal di penjara pada tahun 1950-an.
Chu Wan mendengarkan dengan perasaan berkunang-kunang. Memandang vas bunga berhias bunga peony era Kangxi itu, hatinya diliputi perasaan bahwa benda masih sama namun manusia sudah berbeda.
Setelah berdiskusi sebentar, semua beralih ke barang berikutnya. Chu Wan bertanya apakah boleh "mengangkat" vas Kangxi tersebut - maksudnya memegang dan memeriksa langsung.
Kawan Lü mengingatkan: "Hati-hati dengan tanganmu."
Chu Wan pun mengangkat vas itu, menimbang beratnya, memeriksa cap tahun produksi, lalu meletakkannya kembali dengan hati-hati sambil mencatat detail di buku catatannya.
Seorang rekan tua berkacamata yang mengenakan setelan Zhongshan di sebelah melihatnya lalu tersenyum: "Kawan muda sangat suka belajar, sampai mencatat catatan. Kamu kerja di bidang apa?"
Chu Wan: "Kini belum ada pekerjaan, sedang berencana ikut ujian."
Pak Tua: "Bagus, bagus! Dengarkan baik-baiki penjelasan personel ini. Menurut saya, materi yang mereka sampaikan semua tentang sejarah dan budaya. Banyak hal bisa dipelajari di sini!"
Chu Wan tersenyum sopan kepada sang tua: "Saya mencatat bagian-bagian yang terlihat familiar."
Sang tua tak sepenuhnya memahami maksudnya. Kebetulan giliran melihat benda berikutnya tiba, jadi tak dia perhatikan lagi.
Setelah berkeliling cukup lama, buku catatan Chu Wan hampir penuh satu halaman. Pada saat itu, penjelasan Rekan Lü juga memasuki jeda. Dia mempersilakan para rekan melihat-lihat sendiri sambil duduk di sudut memegang termos minum.
Chu Wan kemudian merobek halaman catatan tersebut dan membawanya ke Rekan Lü untuk diperlihatkan.
Rekan Lü melihat catatannya yang penuh, merasa puas. Perkataannya dihargai seperti ini tentu menyenangkan, lalu tersenyum: "Rekan Chu, kamu sungguh-sungguh ya."
Chu Wan justru menyodorkan kertas itu ke Rekan Lü: "Rekan Lü, ini daftar yang saya catat tentang barang-barang yang diragukan keasliannya. Tolong minta petunjuk ahli terkait untuk verifikasi ulang. Alasan keraguan sudah saya tulis. Jika ada kendala dalam pengajuan verifikasi, bisa tunjukkan catatan ini langsung ke ahli atau manajer gudang sebagai referensi."
Sepanjang perjalanannya, dia menemukan sekitar 7-8 artefak yang salah identifikasi. Ada barang asli yang dikira replika era Republik Tiongkok untuk keperluan demonstrasi pengajaran, atau dibuang di sudut seperti patung perunggu yang terkena kotoran tikus. Sebaliknya, beberapa replika dengan hiasan tambahan pasca-produksi malah dipajang sebagai barang asli dengan pujian berlebihan.
Tapi ini juga wajar, peninggalan budaya yang terkumpul selama puluhan tahun menumpuk seperti gunung, ahli pun belum tentu punya waktu luang untuk memeriksa semuanya, lagipula ditumpuk di situ juga tidak rusak.
Ahli sehebat apa pun bisa saja salah lihat, ada kemungkinan terlewat saat sekilas melihat, apalagi verifikasi ulang seperti ini mungkin mengandung faktor subjektif atau alasan lain yang memengaruhi penilaian mereka.
Bahkan Chu Wan sendiri tidak bisa memastikan semua benar, hanya bisa mengatakan tujuh delapan item yang dia catat itu yang benar-benar dia pahami.
Rekan Lü terkejut: "Rekan Chu, apa maksudnya ini?"
Chu Wan: "Kalau kamu bisa menjamin, tunjukkan ini ke manajermu."
Jika masalah ini sampai mengganggu pimpinan Biro Purbakala, pasti akan memengaruhi kinerja kerja mereka. Chu Wan berpikir untuk menyelesaikan masalah dalam lingkup terbatas di tingkat dasar, menghindari perluasan dampak.
Rekan Lü kebingungan: "Ini?"
Saat Lu Shouyan melihat Chu Wan mulai mencatat, dia sudah menduga. Kini menyaksikan situasi ini, dia berkata: "Rekan Lü, pacarku memiliki latar belakang keluarga dalam bidang ini. Pengalaman verifikasi peninggalan budayanya cukup mumpuni. Catatan yang dia buat ini seharusnya memiliki nilai referensi tertentu. Anda bisa meminta manajer membuat laporan aplikasi dan melampirkan halaman ini. Dengan demikian tidak akan berdampak buruk pada Anda. Biarkan pihak atasan yang memutuskan bagaimana menanganinya."
Saat mengucapkan ini, ekspresi Lu Shouyan tetap datar. Namun ketegasan mutlak dalam ucapannya membuat Rekan Lü terkejut sejenak.
Melihat reaksi tersebut, Lu Shouyan melanjutkan: "Atau Anda bisa memanggil manajer ke sini. Jika tidak, kami akan langsung menghubungi level kepemimpinan yang lebih tinggi. Tentu itu akan lebih merugikan pekerjaan Anda, benar?"
Rekan Lü teringat bahwa Kepala Chen telah memberikan penjelasan yang jelas untuk melayani mereka dengan baik. Meski merasa aneh, dia tidak bisa banyak berkomentar. Lagipula ucapan Lu Shouyan masuk akal - jika ada masalah, harus diselesaikan di level mereka. Jika pihak luar langsung melapor ke atas, itu akan menjadi kelalaian dalam tugas mereka.
Dengan putus asa tersenyum: "Kalau Rekan Chu berkata begitu, saya akan panggil manajer kami. Mau berbincang dengannya?"
Tugasnya hanya menjelaskan, apalagi tak berani mengambil keputusan sendiri. Segera menelepon manajer gudang: "Tunggu sebentar, manajer kami segera datang."
Rekan tua berkacamata memperhatikan situasi di sini, mendekat penasaran: "Rekan muda, catatanmu ini tentang apa sebenarnya?"
Chu Wan menjelaskan: "Saya menuliskan beberapa hal yang menurut saya kurang pantas."
Rekan tua itu menyesuaikan kacamatanya, mengamati dengan seksama lalu terheran: "Rekan muda, guci berpola warna-warni era Kangxi itu masa bisa palsu?"
Pengunjung yang datang kebanyakan pekerja seni atau pejabat pemerintah, bukan dari sistem permuseuman. Mereka kurang paham bahasa ahli.
Chu Wan menjelaskan dengan sabar: "Ini bukan palsu, ini adalah hiasan tambahan pasca-produksi. Artinya, awalnya ini adalah keramik polos asli dari kiln resmi tanpa dekorasi. Karena takut tidak bernilai dan sulit dijual tinggi, mereka menambahkan hiasan warna belakangan. Keramik polosnya sendiri asli, bodi dan bentuknya tidak masalah. Hanya hiasan warnanya yang ditambahkan kemudian. Jika pekerjaan hiasannya bagus, tanpa pemeriksaan teliti mudah tertipu."
Tentu nilai keramik berhias dan tanpa hiasan berbeda jauh.
Percakapan mereka menarik perhatian pengunjung di sekitarnya. Beberapa orang mendekat melihat catatan Chu Wan yang berisi tulisan anggun, memenuhi halaman dengan rincian nomor peninggalan beserta kondisinya. Mereka terkejut melihatnya.
Kakek berkacamata itu merenungkan penjelasan Chu Wan: "Kudengar Feng Bin itu pedagang barang antik besar dengan pengamatan tajam. Ternyata koleksi pribadinya pun palsu?"
Rekan Lü juga buru-buru berkata: "Benar, cerita ini sudah saya ceritakan berkali-kali. Ini adalah koleksi berharga keluarga Feng Bin, katanya termasuk barang favoritnya! Dengan kemampuan pengamatannya, mana mungkin dia menipu diri sendiri? Dia kan tokoh besar di Liulichang!"
Chu Wan lalu menjelaskan: "Feng Bin punya seorang adik seperguruan bernama Wang Yongqing, ahli hiasan tambahan pasca-produksi era Republik Tiongkok. Vas peony berwarna Kangxi ini pasti karya Wang Yongqing. Kelihatannya Feng Bin masih menyimpan sedikit ikatan emosional."
Sampai di sini, dia berhenti sejenak, tidak melanjutkan bicara.
Leluhur keluarga Chu ahli dalam keramik. Mereka menguasai semua tahapan: melukis, mengisi warna, mengglasir, dan membakar dengan keterampilan luar biasa. Karya mereka sama persis dengan kiln resmi, gradasi warnanya identik, membuat banyak ahli tertipu.
Kakek Buyut juga pernah membuatnya di tahun-tahun awal. Pada masa kejayaannya, membuat sebuah keramik kecil membutuhkan 200-300 yuan perak. Beliau bekerja untuk beberapa pedagang antik zaman itu, juga untuk Kantor Urusan Dalam Istana. Namun semua pekerjaan tersebut dijaga kerahasiaan mutlak, tidak boleh bocor sedikit pun.
Kemudian Kakek Buyut meninggalkan bidang ini dan beralih ke perdagangan barang antik. Setelah beralih profesi, beliau tak pernah lagi menyebut-nyebut masa lalunya. Bagaimanapun, sebagai pedagang antik, jika orang tahu asal-usulnya sebagai pembuat keramik hiasan tambahan pasca-produksi, tentu tak ada yang berani masuk ke rumahnya.
Namun Kakek Buyut memiliki beberapa murid. Feng Bin si pengkhianat tak perlu disebut lagi. Salah satu murid lainnya adalah Wang Yongqing yang mewarisi ilmu sejati Kakek Buyut, khusus menguasai teknik hiasan tambahan pasca-produksi.
Wang Yongqing pernah membuat ratusan replika porselen biru-putih dan porselen berwarna bergaya Dinasti Ming-Qing. Setiap karya memiliki keindahan luar biasa, hingga para ahli terkemuka di masa depan pun sulit membedakan keasliannya. Di kemudian hari, Chu Wan bahkan melihat karya Wang Yongqing di lelang bergengsi, Museum Inggris, hingga Museum Istana.
Saat kasus Bank Citibank terjadi, Wang Yongqing juga menghilang. Sejak itu, nasibnya tidak diketahui lagi.
Saat ini, Chu Wan menatap karya Wang Yongqing ini. Tak terhindarkan muncul dugaan: Apakah Feng Bin yang kemudian berkhianat pada sekolah itu, masih menyimpan kenangan masa lalu? Hingga setelah pembebasan, ia masih menyimpan dengan hati-hati karya adik seperguruannya. Hal ini membuat Biro Purbakala salah mengidentifikasi hiasan tambahan pasca-produksi sebagai barang asli, lalu mengoleksinya dengan serius dan menjadikannya objek kunjungan edukasi.
Namun ketika Chu Wan menyebut nama Wang Yongqing saat ini, semua orang menunjukkan wajah bingung. Bahkan para pekerja seni pun tidak mengenal Wang Yongqing, apalagi mengetahui bahwa Feng Bin pernah memiliki adik seperguruan seperti ini.
Rekan Lü tampak semakin bingung, akhirnya berkata: "Manajer kami akan segera datang."
Belum selesai bicara, manajer tersebut sudah tiba. Manajer bermarga Luo. Saat mendekat, Luo menyulut rokok: "Ada apa ini? Hari ini kok heboh sekali?"
Rekan Lü buru-buru menjelaskan kejadiannya. Manajer Luo memandang sinis ke arah Chu Wan beberapa kali, baru tersenyum: "Tamu yang sedang berkunjung, ya? Tamu terhormat, bukan?"
Melihat sikapnya, Lu Shouyan tahu orang ini tidak serius. Ia berkara datar: "Bukan tamu terhormat. Hanya kebetulan melihat sesuatu yang tidak pantas, ingin memberikan masukan."
Manajer Luo tertawa: "Kalian masih muda, sudah lihat berapa tembikar? Banyak ahli sudah memeriksa. Apa mereka pengamatannya kurang tajam sampai harus kalian yang menemukan? Kalau matanya setajam ini, ngapain ke sini? Mending cari harta karun tak terduga!"
Chu Wan berkata dingin: "Tidak apa-apa. Lebih baik kita urungkan saja."
Gudang dalam seperti ini, mau pun tak ada yang bisa didapat. Dia memutuskan untuk melaporkan daftar ini ke atas saja. Konsekuensi bagi mereka, itu sudah di luar tanggung jawabnya.
Orang-orang di sekitar saling pandang, semua memandang penasaran ke arah Chu Wan.
Lu Shouyan berkata: "Kalau begitu, tak ada lagi yang perlu dibicarakan. Mari kita lanjutkan tur."
Sambil berkata demikian, dia membantu Chu Wan menyimpan lembar kertas itu, jelas tak ingin meladeni Manajer Luo.
Pak Tua berkacamata di samping tiba-tiba bertanya: "Kamu bilang karya ini buatan Wang Yongqing?"
Chu Wan memandang Pak Tua itu. Alisnya berkerut, tangan tergenggam di punggung, ekspresinya sangat serius.
Dia menjawab: "Setuju, Wang Yongqing."
Pak Tua: "Basis penilaianmu apa?"
Chu Wan: "Keramik ini tekniknya memang bagus, tapi kurang. Saat dipegang, teksturnya tidak sesuai."
Detail-detail spesifik tentu tidak akan dia ungkap di depan orang luar, mengungkapkannya sama saja merusak papan nama sendiri. Hal-hal seperti ini tidak mudah dijelaskan tuntas kepada orang luar.
Dia melanjutkan penjelasan: "Wang Yongqing pernah membuat ratusan hiasan tambahan pasca-produksi, banyak di antaranya berkualitas tinggi. Tapi yang ini, saya curiga ini karya awal beliau yang belum sehalus periode akhir. Kalau bertemu ahli, tetap bisa terlihat."
Seandainya benar-benar tidak ada celah, mungkin dia tidak akan berkomentar. Membiarkan keramik ini tetap tercampur di sini, mungkin suatu hari bisa pergi ke Museum Istana untuk menunjukkan kelasnya.
Tapi yang satu ini, memang di segala aspek masih kurang, cepat atau lambat akan ketahuan.
Manajer Luo di samping mendengar ucapan ini menyeringai, memalingkan wajah dengan ekspresi meremehkan yang jelas.
Pak Tua berkacamata melihat ini, tangan tergenggam di punggung, wajahnya serius berkata: "Ada pepatah tiga orang berjalan pasti ada gurunya. Meski saya tak paham soal verifikasi pekerjaan seni ini, tapi kabarnya bahkan ahli sekalipun kadang bisa salah menilai. Karena rekan muda ini sudah mengutarakan pendapatnya dengan logis dan terstruktur, harusnya kau perhatikan. Kalau menurutmu dia salah, baiklah! Coba jelaskan, siapa Wang Yongqing? Pekerjaannya apa? Apa hubungan Wang Yongqing dengan Feng Bin?"
Manajer Luo itu langsung terdiam seribu bahasa, memandangi kakek tua itu yang penampilannya sangat sederhana.
Tapi gaya gebyar dan cara bicaranya terlalu kepemimpinan, membuatnya bingung menebak latar belakang orang ini.
Dengan putus asa ia berpikir, tamu hari ini katanya cuma personel biasa, tidak ada kabar tentang tokoh penting?
Pak Tua berkacamata itu berkata: "Kita harus selalu mengingat prinsip mencari kebenaran dari fakta dalam bekerja. Tanpa investigasi tidak ada hak berbicara. Sebagai manajer gudang perusahaan peninggalan budaya, kau bahkan tidak mengerti apa yang orang lain katakan. Atas dasar apa kau menyangkal mentah-mentam? Hanya karena statusmu sebagai manajer gudang?"
Senyum di wajah Manajer Luo langsung pudar. Ia menatap kaku ke arah Pak Tua itu, bingung tak tahu harus berkata apa.
Ia terpaku oleh kharisma Pak Tua itu. Gaya bicara dan wibawanya sama sekali tidak seperti orang biasa.
Beberapa orang di sekitarnya mulai berbisik: "Bukankah itu Menteri Wang..."
Topi fedora dan setelan Zhongshan yang sudah lusuh, penampilannya terlalu sederhana dan wajahnya ramah - persis seperti kakek biasa. Tak seorang pun menyadari identitas aslinya tadi...
