Perintah Lu Shouyan kepada Chu Wan terdengar santai, seolah ini masalah sepele yang bisa diselesaikan dengan sekali gerakan.
Wang Huijuan mengerutkan alis. Para pejabat kabupaten juga cemas, berpikir: Masalah sebesar ini bisa dibahas sembarangan?
Bagaimana jika terjadi kesalahan? Minimal kita harus rapat dulu di kabupaten untuk menentukan solusinya.
Kepala Departemen Hu tersenyum tipis, memandangi Chu Wan dengan ekspresi ambigu.
Semua tahu, Rekan Chu ini adalah istri Lu Shouyan.
Seorang mahasiswa muda seperti ini, meski tidak sengaja menemukan adanya makam kuno di bawah tanah, itu hanya faktor keberuntungan. Tapi di saat genting begini, malah menghadapi masalah besar. Masak suaminya benar-benar tega menyerahkan pasangan mudanya ke depan seolah ini masalah serius?
Tidakkah dia tahu berapa banyak personel teknis yang hadir di sini? Mana mungkin giliran mahasiswa? Ini maksudnya apa? Mau menyuruh sekelompok orang mengangkat kursi untuk pasangannya? Anggap kami bodoh ya!
Tapi Kepala Hu tidak berkomentar, hanya tersenyum: "Rekan Chu ya? Meski masih muda, Rekan Chu sangat kompeten. Masalah hari ini harus kuserahkan padamu——"
Dia pura-pura tersadar: "Ah iya! Bukannya makam kuno ini ditemukan oleh Rekan Chu? Karena laporan Rekan Chu, Baru Biro Purbakala turun tangan. Tapi lihat, setelah menggali sekian lama cuma dapat tumpukan sampah. Barang kuburan apalagi peti mati, bayangan pun tidak ada. Ini namanya apa?"
Chu Wan berkata datar: "Benar, saya yang menemukan. Tapi pertama, saya bukan personel Kabupaten Shiyuan. Kedua, saya juga bukan buruh yang menuntut uang. Saya sudah menemukan, mengingatkan, melaporkan ke pihak berwenang. Kewajiban seorang warga biasa sudah saya tunaikan. Kalau soal penggalian berikutnya mau dapat apa, itu urusan siapa?"
Kepala Hu tertegun sebentar. Ia memandangi Chu Wan dengan ekspresi terkejut, lalu menoleh ke Lu Shouyan. Tak disangkannya Chu Wan bisa berkata begitu blak-blakan.
Pejabat kabupaten lain juga terperangah. Di saat genting begini, istri Sekretaris Lu malah bicara demikian? Mengambil langkah mundur di saat krusial? Apa ini pertanda kurang yakin diri?
Namun Lu Shouyan tetap tenang. Di wajahnya tak terlihat sedikitpun gejolak emosi.
Akhirnya Kepala Hu yang terbata-bata: "Sekretaris Lu, ini... ini maksudnya bagaimana?"
Lu Shouyan berkata datar: "Dia benar. Ini bukan area tanggung jawabnya, hanya bantuan. Hasil akhir tergantung kita. Dalam penggalian arkeologi, ahli hanya bisa menyimpulkan berdasarkan petunjuk di balik lapisan tanah ini. Situasi sebenarnya baru akan terlihat setelah tanah dibongkar. Siapa pun bukan dewa."
Sebenarnya Hu ingin memanfaatkan situasi untuk menggenggam kendali atas Lu Shouyan dan Chu Wan, setidaknya memulihkan gengsinya setelah kejadian sebelumnya. Tapi pasangan ini malah menunjukkan sikap ingin melepas tanggung jawab, membuatnya panik.
Perlu diketahui, izin penggalian ini dikeluarkan oleh Biro Purbakala Negara. Para pemimpin biro sudah memastikan ada sesuatu di sini. Bagaimana nanti jika setelah usaha keras, tidak ditemukan apa-apa? Gengsinya akan jatuh, dan dia bingung bagaimana memberikan pertanggungjawaban!
Dengan napas berat dia berkata: "Ini... Kepala Lu, Biro Purbakala Negara sudah mengeluarkan izin. Kita harus menggali! Tidak bisa berhenti seperti ini!"
Dia memandang beberapa pejabat lokal di sebelah Lu Shouyan dengan tatapan memohon. Para pejabat itu menoleh ke Lu Shouyan, namun pria itu tetap berdiri dengan raut wajah dingin – jelas tidak bisa dibujuk.
Para hadirin saling pandang sejenak, tak berani bersuara.
Melihat situasi ini, Chu Wan akhirnya berkata: "Biar aku lihat dulu ada masalah apa."
Lu Shouyan meliriknya, berkata santai: "Sudahlah, aku akan menyuruh orang mengantarmu pulang. Kau sudah ikut campur urusan orang, nanti aku yang harus tanggung jawab."
Begitu kata-katanya selesai, dia langsung mengangkat kaki hendak pergi.
Gerakan ini membuat beberapa pejabat kabupaten, staf Dinas Kebudayaan, hingga Kepala Hu tertegun.
Bukankah proyek arkeologi ini awalnya diajukan olehnya? Dialah yang menghubungi Biro Purbakala pusat – konon melalui koneksi teman kecilnya. Kini semua sudah dikerahkan, "Pintu Naga" pun sudah dipasang. Eh, malah dia mau kabur begitu saja? Bahkan menyambar pasangannya pulang ke rumah?
Kepala Hu buru-buru berseru: "Sekretaris Lu, kita tidak boleh menyerah begini! Masalah harus dihadapi dengan solusi!"
Begitu dia membuka suara, yang lain pun mulai membujuk dengan penuh kesabaran, hampir-hampir memohon.
Lu Shouyan berkata: "Pasangan saya masih muda usianya, masih bersekolah. Dia membantu survei wilayah ini atas dasar kecintaan pada arkeologi dan keinginan untuk mendukung pekerjaanku. Tapi pengalamannya masih kurang. Seandainya malah merusak pekerjaan, aku khawatir akan mengganggu kinerja semua orang. Lebih baik kita undang ahli dari tingkat provinsi atau Biro Purbakala untuk memeriksa."
Kepala Hu nyaris ingin berlutut. Dia memang berniat mencoba menggenggam kendali, tapi siapa sangka kedua orang ini memiliki watak seperti ini!
Ini jelas sengaja menggenggamnya!
Tapi situasi sudah begini, dengan menghela napas dia berkata hati-hati: "Bolehkah Rekan Chu membantu melihat? Ini kan bantuan, mana berani kami protes. Tolong Rekan Chu periksa dulu. Jika memang tidak bisa, baru kita laporkan ke Beijing?"
Lu Shouyan melihat sikapnya, ekspresi wajahnya mulai melunak. Ia menatap Chu Wan: "Kalau begitu bantu Tuan Hu melihat-lihat. Lagipula banyak orang di sini. Seandainya ada masalah yang mengganggu waktu, memang tidak pantas."
Chu Wan yang menyaksikan drama ini sampai di sini akhirnya mengakui kekalahan. Sebenarnya jika urusan ini gagal, yang paling kecewa pasti Lu Shouyan. Bagaimanapun dialah yang sangat ingin menciptakan formasi besar.
Tapi dia benar-benar larut dalam karakternya. Bahkan memanfaatkan kesempatan ini untuk menjinakkan Kepala Hu, berpura-pura seperti tidak tahu apa-apa.
Kini setelah ada tangga turun, akhirnya dia berkata: "Aku coba saja, tapi tidak bisa janji."
Mendengar ini, Kepala Hu dan kawan-kawan langsung cerah wajahnya. Dalam hati mereka berpikir nyonya muda ini benar-benar temperamental. Dengan putus asa mereka segera menghiburnya: "Benar, lihatkan dulu. Berhasil atau tidak kita bicarakan nanti."
Sebenarnya Chu Wan sudah punya gambaran setelah mendengar penjelasan para profesional tadi.
Perlu diketahui, tim penggalian arkeologi ini terdiri dari Biro Purbakala Provinsi dan Kantor Budaya Kabupaten. Ahli teknologi tertinggi berasal dari Biro Purbakala Provinsi.
Personel teknis Biro Purbakala Provinsi sebenarnya tidak masalah dalam mengerjakan arkeologi lapangan biasa, toh mereka pekerja terampil. Tapi kalau menghadapi masalah rumit, memang sulit diselesaikan.
Ini sebenarnya bisa dimaklumi. Pada tahun 1950-an di daratan Tiongkok, yang benar-benar menguasai arkeologi secara serius sudah tidak banyak. Lalu ada angkatan dari kursus singkat purbakala yang keluar, awalnya sama sekali tidak paham langsung menggali.
Setelah itu selama Masa 10 tahun itu, bidang arkeologi semakin mengalami kekurangan tenaga ahli. Personel profesional Biro Purbakala Provinsi sebenarnya sudah termasuk kelompok yang relatif menerima pelatihan profesional.
Sedangkan masalah yang mereka hadapi sekarang, kalau dikatakan rumit, sebenarnya tidak terlalu rumit.
Dia pertama-tama mengambil sampel tanah yang mereka gali, melakukan analisis, lalu menjelaskan: "Pada masa awal dan pertengahan Dinasti Han Barat, tanah jaring merah yang ditemukan saat menggali lubang makam biasanya dibuang. Makam umumnya diisi kembali dengan tanah liat kuning yang memiliki daya rekat kuat, dipadatkan lapis demi lapis. Beberapa juga menggunakan tanah campuran warna (wuhuatu) sebagai pengisi, seperti Makam Han Nomor Satu di Mawangdui. Kebiasaan pemakaman setiap zaman berbeda, material pengisi tanahnya pun berbeda. Jadi saat meneliti makam, hal pertama yang kita periksa adalah jenis tanahnya."
Sambil berbicara, dia memandang beberapa lubang eksplorasi yang telah digali: "Dua lubang persegi yang sudah digali ini, arsitekturnya mirip dengan makam Han, tapi tidak ada lapisan pemadatan, tidak ada tanah pengisi yang mengeras. Seharusnya ini bukan makam asli."
Begitu dia mengucapkan ini, beberapa personel profesional di tempat itu tampak bingung: "Lalu untuk apa tempat ini?"
Kepala Hu menambahkan dari samping: "Apakah ini makam palsu? Aku dengar dulu saat kaisar atau pangeran dimakamkan, mereka sengaja membuat beberapa makam palsu agar orang tidak menemukan makam sebenarnya! Jangan-jangan kita malah menemukan makam palsu!"
Setelah dia selesai berbicara, beberapa personel profesional menatapnya dengan sorot mata yang tak tergambarkan anehnya.
Kepala Hu segera merasa telah mengucapkan pertanyaan orang awam, akhirnya hanya "batuk" ringan: "Aku cuma nebak-nebak saja."
Chu Wan tersenyum: "Sebenarnya pernyataan itu juga ada benarnya."
Kepala Hu langsung bersemangat: "Ada benarnya?"
Chu Wan menjelaskan: "Ketika orang zaman dulu menggali makam, tanah galian asli yang tidak digunakan untuk backfill harus dibuang. Selama konstruksi makam biasanya ada lubang limbah untuk pencampuran tanah backfill. Akhirnya, tanah galian asli itu juga ditempatkan di lubang limbah."
Mendengar penjelasan ini, para ahli dari Biro Purbakala langsung tersadar: "Saya paham! Ini lubang limbah saat pembangunan makam. Tanah berlebih dari penggalian makam dan backfill yang tidak terpakai semuanya ditumpuk di sini!"
Chu Wan: "Setuju."
Para hadirin yang mendapat pencerahan ini langsung aktif berpikir: "Lubang limbah seperti ini tidak mungkin terlalu jauh dari makam asli, karena transportasi akan merepotkan. Jadi makam sebenarnya pasti berada di sekitar sini!"
Chu Wan mengangguk ringan: "Mengingat ini adalah makam Pangeran Daerah Dinasti Han, dengan skala seperti ini, kita tentu tidak bisa sembarangan mengamati keseluruhannya. Hanya bisa melakukan penggalian eksplorasi. Kini kita bisa mencoba--"
Ia menoleh, memandang ke sekeliling, lalu menunjuk ke arah selatan sekitar beberapa ratus meter: "Gunakan Sekop Luoyang, coba di situ."
Personel yang bertugas segera mendatangi lokasi untuk melakukan pengeboran percobaan.
Sementara beberapa pejabat kabupaten di sisi lain hanya bisa tertegun menyaksikan.
Meski tidak memahami teknik arkeologi, mereka bisa melihat bahwa pasangan Sekretaris Lu ini--walau masih muda--benar-benar punya keahlian. Dengan petunjuk sederhananya, pekerjaan arkeologi yang sebelumnya mentok tiba-tu menunjukkan perkembangan!
Kepala Hu yang mengamati dari samping tak menyangka akan hal ini. Sebagai orang yang lihai, ia segera menghela napas: "Rekan Chu, luar biasa, sungguh tak terduga! Hari ini saya benar-benar mengakui kehebatanmu! Tingkat keahlianmu pantas disebut lulusan pascasarjana!"
Chu Wan berkata datar: "Yang saya katakan belum tentu benar, ini masih tahap percobaan."
Kepala Bagian Hu: "Tidak-tidak-tidak, pasti benar apa yang kamu katakan. Menurutku penjelasanmu masuk akal. Membangun rumah saja perlu tanah sisa, pasti harus menggali lubang untuk mengisinya. Apalagi makam para pangeran dan kaisar zaman dulu, pasti ada lubang khusus untuk mengisi tanah sisa. Penjelasanmu sangat logis!"
Sebenarnya beberapa pejabat kabupaten yang hadir di tempat itu semakin takjub pada Chu Wan melihat kejadian ini. Namun sebelum sempat mengungkapkan kekaguman mereka, semua pujian sudah diucapkan oleh Kepala Bagian Hu.
Siapa sangka Kepala Bagian Hu bisa berubah sikap secepat itu? Sungguh membuat orang mengakui kekalahannya.
Tampaknya mereka yang berkarier di kabupaten memang punya kemampuan bersosialisasi yang nyata.
Tak lama kemudian, sekop Luoyang yang dioperasikan personel teknis berhasil mengambil sampel tanah berwarna merah bata dengan semburat putih. Semua orang bersorak gembira dan berkerumun mendekat.
Personel teknis itu langsung membawa sampel tanah ke hadapan Chu Wan untuk diperiksanya.
Chu Wan melihat dan berkata: "Garis putih ini disebut lumpur putih. Tanah jenis ini sangat lengket. Makam Dinasti Han umumnya berbentuk persegi, memiliki tepian yang tertanam, dan diisi lumpur putih di sekeliling dinding makam. Ketebalannya biasanya sekitar setengah meter. Yang terangkat ini adalah lumpur putih. Karena gempa bumi, dan juga karena di tahun-tahun sebelumnya, tempat ini pasti pernah dibobol, makam itu sendiri sebenarnya sudah rusak. Lumpur putihnya juga sudah tercerai-berai di berbagai tempat."
Dia melihat ke lubang bekas Sekop Luoyang: "Tepat di bawah sini."
Begitu kata-katanya keluar, semua orang yang hadir, bahkan para pekerja kampung, langsung bersemangat.
Benar-benar menemukan makam kuno!
Seluruh warga Guawangzhuang bergembira, para pejabat Kabupaten Shiyuan antusias, bahkan Kepala Departemen Hu pun tersenyum lebar.
Bagaimanapun juga, dengan ditemukannya sesuatu, semua usaha tidak sia-sia. Pulang nanti bisa sedikit membanggakan prestasi, setidaknya jadi catatan kinerja.
Rombongan penggalian mulai bekerja kembali. Lu Shouyan beserta rombongan juga kembali ke kabupaten. Dalam perjalanan pulang, Wang Huijuan bersikeras tidak mau satu mobil dengan Lu Shouyan dan Chu Wan.
Dulunya dia tidak menyukai sikap Lu Shouyan yang terlalu memanjakan dan mengistimewakan menantu kecilnya, merasa sang menantu tidak pantas untuk pria berkemampuan seperti dirinya dan hanya akan merepotkan.
Kini dia baru sadar: Bukan saja Kawan Chu Wan ini benar-benar berkemampuan hingga Sekretaris Lu harus mengandalkannya di saat krusial, sekalipun tidak berkemampuan pun sang sekretaris tetap akan memanjakan menantu kecilnya bagai mutiara di telapak tangan.
Hari ini, karena satu ucapan Kepala Hu yang dianggap menyakiti hati istrinya, Lu Shouyan benar-benar menunjukkan "cengkeraman"nya. Semua itu tak lain untuk melampiaskan kekesalan sang istri tercinta.
Siapa sangka, Sekretaris Lu yang begitu hebat hingga membuat orang mengagumi, ternyata menikahi seorang gadis kecil yang seolah tak memahami kehidupan, bahkan begitu memanjakan dan menuruti, tak rela ia sedikitpun dirundung kesedihan.
Kini Wang Huijuan tak berani lagi mengganggu, segera menghindar.
Wang Huijuan takut naik mobil ini, beberapa pimpinan lain pun merasa malu. Bagaimanapun ini pasangan suami istri, buat apa pria dewasa seperti kami ikut campur? Akhirnya hanya Lu Shouyan dan Chu Wan yang menempati mobil tersebut.
Melihat situasi ini, Lu Shouyan langsung duduk di barisan belakang, bersebelahan dengan Chu Wan.
Chu Wan menatapnya dengan terkejut.
Padahal itu bawahan dan rekan kerjanya di kantor kabupaten. Kini malah mereka berdua satu mobil sementara yang lain berdesakan.
Lu Shouyan tampak tak ambil pusing. Sorot matanya menyiratkan senyum tipis penuh kekaguman dan rasa sayang.
Chu Wan pura-pura tak melihat, diam-diam memandang ke depan.
Lu Shouyan mengangkat alis tipis, berbisik: "Membuatku bangga."
Chu Wan mendengarnya, pipinya memerah. Sopir di depan pasti bisa dengar, tapi dia sama sekali tidak berusaha menyembunyikan.
Tak disangka, Lu Shouyan tiba-tiba mengangkat tangan dan menepuk perlahan punggung tangan Chu Wan yang terletak di lututnya, seperti ingin menenangkan sekaligus memuji.
Chu Wan lalu melihat ke luar jendela, tidak lagi memandangnya.
Bagaimanapun ini sopir kantor mereka. Jika ada yang salah sampai menjadi bahan gunjingan, bisa merusak citranya.
Lu Shouyan memang tidak mengatakan apa-apa setelahnya, tapi semua bisa merasakan suasana hatinya yang sangat baik. Sudut bibirnya terus menyungging senyum bahagia.
Saat kembali ke kabupaten, langit sudah mulai gelap. Karena ada pesta Yuanxiao malam ini, pintu gerbang kompleks kantor sudah dipasangi lentera, ditempel kertas merah, dan beberapa pekerja sedang meneliti lubang api kembang api buatan sendiri di depan gerbang.
Melihat ini, Lu Shouyan langsung meminta rekan-rekannya melanjutkan pekerjaan masing-masing. Ia mengajak Chu Wan pergi makan. Mengingat malam ini ada pesta Yuanxiao yang pasti ramai di kantin, ia memutuskan mengajaknya makan di luar agar lebih tenang.
Saat berjalan menuju restoran, Chu Wan akhirnya berkata: "Kau memang hebat."
Lu Shouyan menundukkan pandangan: "Ya?"
Chu Wan: "Bayangkan seandainya aku tidak bisa melihat keanehannya hari ini - bagaimana kau akan menyelesaikan masalah itu?"
Ekspresinya yang begitu yakin dan tenang tadi benar-benar luar biasa.
Lu Shouyan tersenyum padanya tanpa berkata-kata.
Chu Wan: "Jangan lakukan ini lagi."
Suara datar Lu Shouyan: "Mana mungkin Wan-wan tidak bisa melihatnya?"
Chu Wan: "Tapi seandainya..."
Lu Shouyan mengangkat alis: "Pasanganku memang luar biasa. Aku sengaja ingin memperlihatkan pada mereka betapa hebatnya dia."
Chu Wan: "Lihat sikapmu ini!"
Lu Shouyan bertanya: "Ada masalah?"
Chu Wan tak bisa menahan tawa: "Tidak ada masalah!"
Lu Shouyan juga tersenyum: "Ini bisa disebut suami yang menumpang kemuliaan istri, bukan?"
Chu Wan tersenyum: "Maksud! Tentu saja maksud! Dengan menikahiku, kau pasti senang bukan main!"
Saat itu, di jalanan sudah ada beberapa unit kerja yang melepaskan kembang api. Sesekali terlihat kilatan api melesat tinggi, anak-anak kecil membawa lampion buatan sendiri keluar sambil berlarian ke sana kemari, mendatangi setiap titik yang menyala kembang api.
Di tengah keramaian ini, mereka melewati sebuah restoran. Festival Lampion di utara tidak lazim makan ketan, melainkan pangsit. Lu Shouyan memesan beberapa pangsit dengan berbagai isian.
Chu Wan: "Jangan pesan terlalu banyak, nanti tidak habis."
Lu Shouyan: "Cicipi semua varian saja."
Sambil berkata, dia memberikan setiap jenis dua buah kepada Chu Wan, semuanya dicicipinya.
Saat makan, Lu Shouyan bertanya sambil lalu: "Nanti saat Festival Yuanxiao, kau pulang dulu menunggu saya atau ikut pergi juga?"
Chu Wan: "Apa hal seru di acara malam Yuanxiao kalian?"
Lu Shouyan: "Tidak ada yang spesial."
Chu Wan tiba-tiba teringat: "Setuju kamu harus berpidato atau semacamnya?"
Lu Shouyan: "Benar."
Chu Wan: "Kalau begitu aku akan memeriksanya!"
Lu Shouyan mengangkat kelopak mata melihatnya: "Mau apa?"
Chu Wan bersemangat: "Kamu ini terlalu bisa berpura-pura, menurutku ada dua kepribadian di depan dan belakang orang. Aku harus banyak belajar darimu, lihat caramu berpura-pura!"
Lu Shouyan memandangnya dengan ekspresi tak tergambarkan: "Ini pekerjaan serius, jangan sembrono."
Chu Wan: "Mana mungkin aku sembrono, cuma mau melihat saja!"
Setelah makan malam, mereka bergegas ke unit kerja. Saat itu acara pesta Yuanxiao hampir dimulai, Lu Shouyan tepat tiba pada waktunya.
Begitu tiba, banyak orang memandang ke arah mereka, sorot mata tertuju pada Lu Shouyan dan Chu Wan.
Lu Shouyan sedikit menunduk, berkata pada Chu Wan: "Wan-wan duduklah di situ dulu, tunggu sebentar."
Chu Wan mengangguk: "Ya."
Sekretaris Lu Shouyan segera menjemput Chu Wan dan mengurusnya di posisi terbaik dekat podium utama. Setelah duduk, beberapa rekan kerja di sekitar dengan penuh rasa hormat dan antusias mulai menyapa.
Acara malam ini juga dihadiri keluarga personel. Para keluarga yang melihat Lu Shouyan membawa seorang gadis muda masuk - gadis itu bertubuh kurus lemah dengan kulit putih bersih, berpakaian modis dan trendi - mulai penasaran bertanya-tanya siapa dia.
Begitu mendengar itu adalah pasangan suami-istri Sekretaris Lu, mereka spontan terkejut: "Kelihatan sangat muda! Berapa umur istrinya? Sudah menikah? Apa selisih usia dengan Rekan Lu sangat jauh?"
Para hadirin berbisik-bisik: "Benar, penampilannya sangat kekanak-kanakan. Katanya sifatnya manja sekali. Sejak datang, tak pernah terlihat memasak untuk Rekan Lu. Setiap hari harus diantar Rekan Lu makan, atau siang hari disempatkan pulang untuk masakin dia. Lihat tadi baru kembali dari luar, tidak makan di kantin malah keluar lagi. Keluarga biasa mana sanggup hidup seperti ini!"
Ucapan ini membuat semua orang heran: "Masih bisa seperti itu?"
Bagaimanapun, meskipun Lu Shouyan hanya pejabat kecil tingkat ketujuh seperti biji wijen, di daerah ini sudah dianggap tokoh penting. Tapi tokoh besar seperti ini harus pulang untuk masak ke menantu? Itu pun sang menantu setiap hari harus makan di restoran?
Yang tahu informasi tambah bersemangat: "Benar, benar! Kabarnya pasangan Sekretaris Lu ini tidak pernah khawatir tentang apapun, tidak mengurus apa-apa. Ini bukan menikahi menantu, jelas-jelas membawa putri masuk rumah!"
Seorang yang lebih tua tertawa: "Gadis muda itu mencari suami lebih tua, ya tentu mengharapkan perhatian!"
Ada yang penasaran: "Gadis kecil ini latar belakangnya bagaimana? Kenapa bisa menikahi Sekretaris Lu seperti itu?"
Seorang rekan dari unit sebelas mendengar, terkejut: "Apa kalian tidak tahu? Meski masih kecil, kemampuan pasangan Sekretaris Lu ini luar biasa besar!"
Semua kaget: "Kemampuan apa?"
Rekan kerja itu langsung semangat, membuka Pintu Naga, menceritakan penemuan makam Dinasti Han di Kabupaten Shiyuan: "Patung Terakota Kaisar Qin Shi Huang kalian tahu kan? Setelah ditemukan, tempat itu langsung jadi objek wisata. Nah, di sini juga mau ditemukan sesuatu biar kelihatan berbudaya. Makam kuno yang sedang digali di Guawangzhuang ini ditemukan oleh gadis kecil itu. Pokoknya dia punya kemampuan besar!"
Semua tersadar, lalu menghela napas: "Pantasan! Dengan kemampuan sebesar itu, bahkan Sekretaris Lu di depan istrinya harus melayani!"
Rekan kerja itu: "Tentu! Menurutku Sekretaris Lu yang jago di luar ini, di rumah pasti suami yang takut istri. Istri mudanya itu, meskipun jarang bicara, mengatur dia dengan baik. Beberapa hari lalu——"
Dia melihat sekeliling, lalu berbisik: "Intinya setelah Sekretaris Lu bicara dengannya, wajahnya terlihat sangat buruk."
Begitu ini disebut, semua langsung tertarik. Setelah bertanya-tanya, mereka mencibir: "Itu kan menantu modis dari Beijing, lulusan pascasarjana! Masih ada yang berani mengganggu rumah tangganya? Lihat dulu diri sendiri mampu apa!"
Semua mengangguk kompak: "Betul! Sama sekali tidak bisa dibandingkan!"
Chu Wan duduk di posisi terbaik di depan, dikelilingi rekan kerja yang cukup familiar. Tentu saja dia tak mendengar gosip ini, tapi bisa merasakan banyak tatapan penasaran mengarah padanya.
Baju yang dia kenakan memang langka di kabupaten. Ditambah penampilannya yang muda namun duduk di tempat premium, wajar menarik perhatian.
Tapi toh sudah di sini, tak perlu menghiraukannya. Fokus menyaksikan panggung.
Saat itu sedang berlangsung sesi pidato pimpinan. Giliran Lu Shouyan berpidato.
Dengan tenang tanpa terburu-buru, dia memaparkan visi perkembangan Kabupaten Shiyuan dan harapan ke depan. Semua hadirin bersemangat. Di bawah panggung, kamera terus memotret dokumentasi.
Chu Wan melihat pria di atas panggung. Di balik tirai merah sederhana, pria itu duduk di mimbar dengan mengenakan setelan Zhongshan hijau tentara, memancarkan ketenangan dan kearifan khas pria dewasa.
Suaranya yang tenang namun jelas terdengar melalui pengeras suara, setiap katanya seolah bergema di dekat telinga.
Tatapannya pada pria itu tiba-tiba mengingatkannya pada suara mendesah yang sama di telinganya saat dia memeluknya di malam hari.
Dalam pikirannya, sosok yang ditampilkan di depan publik adalah topeng kearifan yang telah diasah, sementara yang dilihatnya adalah diri asli di balik lapisan seluk-beluk pergaulan itu.
Itu adalah rahasia yang tak pernah didengar siapapun di tempat itu, milik eksklusifnya.
Dadanya dipenuhi perasaan penghormatan yang tak terucap, serta kebanggaan dan kepuasan yang menyengat.
