Profesor Yan Jin tersentuh: "Jika ini benar terwujud, sungguh akan menyelesaikan masalah genting kita! Chu Wan, tak perlu basa-basi. Kita memang membutuhkan peralatan impor. Tanpa peralatan, saat menyelam di bawah air, benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa!"
Setelah berbincang panjang dengan Profesor Yan Jin, jelas terlihat profesor itu terlalu antusias sampai suaranya sedikit tercekat.
Chu Wan memberikan informasi kontak beberapa pemasok kepada Profesor Yan Jin untuk memilih peralatan. Sementara Lu Shouyan melanjutkan negosiasi harga dengan mereka.
Menurut penjelasan Lu Shouyan, beberapa supplier ini telah mencium aroma bisnis dengan sensitif, mengetahui daratan Tiongkok adalah lahan subur yang belum tergarap. Jelas mereka sangat berhasrat untuk merealisasikan transaksi di depan mata ini.
Jika transaksi ini berhasil, mereka bisa dibilang telah membuka pintu perdagangan Tiongkok.
Mempertimbangkan situasi ini, Lu Shouyan tentu ingin memanfaatkan momentum untuk menekan harga serendah mungkin. Meskipun Chu Wan saat ini tidak kekurangan uang, prinsip "Bisa menghemat sedikit ya sedikit" tetap berlaku.
Setelah profesor Yan Jin hampir menyelesaikan finalisasi, Lu Shouyan memutuskan untuk pergi sendiri melakukan peninjauan terhadap peralatan di sana sekaligus bernegosiasi harga secara langsung.
Chu Wan memperhatikan bahwa perusahaan peralatan selam tersebut berlokasi di kota pesisir, yang kebetulan merupakan kota tua bersejarah di Amerika. Ini mengingatkannya pada lelang gudang yang pernah diikutinya sebelumnya.
Setelah menyelidiki, ternyata di sana juga terdapat pasar barang bekas yang sangat terkenal. Semangatnya langsung berkobar - toh dia memang sedang tidak ada pekerjaan, lebih baik ikut serta dengan blak-blakan.
Lu Shouyan mendengarkan, lalu berkata: "Kalau begitu, blak-blakan saja manfaatkan kesempatan ini, kita sekeluarga pergi jalan-jalan. Naik mobil kesana, sekalian bisa wisata sepanjang perjalanan."
Karena mereka tertunda jadwal di Swedia, sampai di Amerika malah langsung mulai kuliah tanpa persiapan memadai. Dia juga belum sempat menyisihkan waktu besar-besaran untuk menemani Chu Wan dan anak-anak jalan-jalan.
Chu Wan bertanya: "Lalu jadwal kuliahmu?"
Lu Shouyan menjawab: "Kursusku sebentar lagi lulus. Setelah lulus nggak perlu kuliah lagi, fokusnya ke praktik penelitian."
Ternyata kelas pelatihan manajemen lanjutannya punya waktu belajar satu tahun, dibagi dua semester. Tapi sistem belajar dua semester ini beda total. Semester pertama di paruh awal tahun isinya belajar teori,
Setelah materi semester pertama selesai, langsung praktik dan penulisan makalah. Proses ini mencakup investigasi sosial dan studi lapangan, harus memahami struktur lapisan masyarakat Amerika serta fungsi terkait. Ini merupakan tinjauan komprehensif terhadap ekonomi, politik, dan aktivitas sosial Amerika. Terakhir dia juga harus membuat laporan praktik sosial Amerika.
Jadi bagi dia, langkah selanjutnya adalah jalan-jalan ke berbagai tempat untuk lebih memahami masyarakat Amerika dan mengeksplorasi sistem sosial mereka secara mendalam.
Chu Wan tersadar: "Jadi kamu menemani aku jalan-jalan ke berbagai tempat sambil mencari harta karun tak terduga, ini juga termasuk bagian dari praktik sosialmu?"
Lu Shouyan tersenyum: "Bisa dibilang begitu. Apa kamu masih berencana mencari lelang gudang untuk main-main nanti?"
Chu Wan: "Boleh dicoba, menurutku ini akan sangat menyenangkan."
Belakangan ini dia sering mengunjungi balai lelang dan museum sampai bosan, ingin mencoba sesuatu yang baru.
Lu Shouyan: "Tergantung situasi. Jika ada kesempatan, kita bisa mencobanya."
Chu Wan: "Setuju!"
Lu Shouyan: "Beberapa hari ini aku akan menyusun rencana. Kemungkinan Jianchen juga harus ikut."
Chu Wan mengangguk cepat: "Benar! Dia bisa jadi sopir!"
Karena harus membawa dua anak yang membutuhkan dua kursi keselamatan, tidak membawa pengasuh juga tidak pantas. Dengan jumlah orang sebanyak ini, pasti perlu dua mobil. Lebih baik Lu Jianshi juga ikut.
Chu Wan mendesak: "Kalau gitu kamu bicara dulu dengannya. Dia belakangan ini sepertinya sedang ada waktu luang. Kalian bisa bersama-sama meneliti rute perjalanan dan mengatur semuanya dengan baik!"
Lu Shouyan mengangguk: "Akan kusampaikan padanya."
Kebetulan Lu Jianchen memang sedang tidak sibuk. Menjadi sopir untuk perjalanan ini tidak jadi masalah baginya. Lagipula dia sendiri juga ingin jalan-jalan. Dia mulai bertanya pada teman sekelas dan merencanakan rute.
Sementara Lu Shouyan sibuk browsing internet, membolak-balik dokumen, buku, dan peta. Hampir-hampir jadi ahli Amerika. Dia mempelajari peta, meneliti rute, memesan hotel sebelumnya, bahkan merencanakan rute pengisian bahan bakar. Berbagai kuliner enak sepanjang jalan sudah diatur dengan rapi.
Chu Wan melihat rencananya lalu berkata haru: "Kamu benar-benar murah hati ya!"
Terlihat jelas dia sudah bekerja keras. Beberapa restoran dalam daftar itu adalah yang terbaik dan sangat terkenal.
Lu Shouyan: "Bukankah kamu baru dapat rezeki nomplok? Kita bisa menikmati makanan enak."
Chu Wan menggumam sambil tersenyum: "Dulu kamu bilang mau membiayaiku!"
Ternyata setelah menikah lama, sekarang dia sudah bisa menerima dengan lapang dada bahwa istrinya yang mencari nafkah.
Lu Shouyan: "Kita pasangan suami-istri adalah satu kesatuan, tak perlu banyak mikir. Lagipula kali ini aku bekerja untukmu, jadi kamu wajib membiayaiku."
Chu Wan memeluknya sambil tertawa: "Kalau begitu kamu harus nurut sama aku!"
Lu Shouyan menghela napas, menatap wajah nakalnya: "Kapan aku tidak menuruti keinginanmu?"
Lu Shouyan menyewa dua mobil, mengatur semuanya dengan rapi, bersiap untuk berangkat.
Kedua anak bersemangat akan jalan-jalan, bertepuk tangan girang. Di mobil mereka duduk di kursi keselamatan sambil penasaran melihat ke segala arah seperti burung kecil yang cerewet.
Tapi namanya juga anak-anak, setelah beberapa waktu di jalan raya mulai mengantuk, menguap dan mengucek mata. Chu Wan memberi tahu Lu Shouyan yang kemudian memberi sinyal ke Lu Jianshi untuk berhenti di area istirahat.
Mereka membawa botol termal, botol susu, dan susu bubuk. bersama pembantu menyiapkan susu untuk kedua anak, lalu menyuapi mereka.
Setelah kenyang, perjalanan dilanjutkan. Saat anak-anak tidur tidak masalah, tapi ketika bangun, khawatir mereka bosan atau terlalu lelah, setiap dua jam beristirahat sebentar di area istirahat agar yang mengemudi tidak terlalu capek.
Malam itu mereka tiba di kota tujuan, menginap di hotel bernama Best West Inn. Setelah makan sebentar dan , dan pergi ke kolam renang hotel untuk bersantai sebelum tidur nyenyak.
Keesokan harinya, mereka melanjutkan perjalanan menyusuri Jalan Raya 15 menuju Las Vegas. Jalan berkelok-kelok ini melewati Grand Canyon di Arizona.
Kedua anak yang sempat mengantuk itu langsung terpana melihat pemandangan ngarai besar melalui jendela.
Ngarai yang penuh jurang dan warna-warni itu merupakan mahakarya alam yang menakjubkan, membentang bergelombang dengan skala megah.
Bukan hanya anak-anak, bahkan Chu Wan sendiri tak kuasa menahan pandangannya ke luar jendela.
Namun Lu Shouyan mengingatkan Lu Jianshi untuk ekstra hati-hati dalam mengemudi - satu sisi jalan raya dihiasi granit keras kepala berwarna cerah, sementara sisi lain menjulur ke kedalaman lembah berbahaya. Kedua sopir jelas tak berani lengah.
Dengan kecepatan stabil, mereka menikmati panorama Grand Canyon. Sesekali berpapasan dengan pendaki Amerika berbaju gunung lengkap membawa tongkat dan tas carrier, terlihat sangat menikmati perjalanan.
Senja menyambut kedatangan mereka di Las Vegas.
Sebelum memasuki kota, panorama gurun tandus dan tambang terbengkalai terhampar bak medan perang pasca-bom. Namun begitu melintasi batas kota, atmosfer modernitas mewah langsung menyergap indera.
Di tepi jalan terpampang papan iklan besar-besar, bertuliskan "McDonald's" dengan huruf kaligrafi Inggris. Ada juga iklan kotak bergambar bintang pria berkostum jas rapi yang terus berputar, samar terlihat tulisan "FREE CIRCUS ACTS" dll.
Las Vegas dipenuhi hotel. Hotel yang dipesan Lu Shouyan relatif lebih sepi karena tidak menyediakan kasino. Ini disengaja mengingat mereka membawa anak-anak.
Tapi tak disangka, begitu masuk lobby hotel langsung terlihat deretan mesin judi putar tangan. Rupanya di Las Vegas perjudian ada di mana-mana. Meski hotel tidak mengoperasikan kasino, tetap ada mesin judi seperti warung di Tiongkok yang jual es krim saat musim panas.
Setelah check-in, mereka berdiskusi untuk istirahat cepat, khawatir kedua anak kelelahan.
Tapi kedua bocah justru bersemangat. Mereka mengacungkan tinju kecil sambil berseru: "Tidak capek, tidak capek!"
Lu Jianshi melihat ini, mengangkat tangan dengan putus asa: "Benar benar benar, dua anak kecil tidak lelah, karena Ayah dan Kakak yang harus menggendong kalian, kalian pasti tidak capek!"
Chu Wan tertawa dari samping: "Kalau begitu mau jalan-jalan malam ini atau tidak?"
Lu Jianshi: "Bagaimana kalau kita tetap jalan-jalan?"
Lu Shouyan melihat semangat anak-anak masih tinggi, lalu mengusulkan untuk melihat pemandangan malam. Dua anak bersorak: "Main-main-main!"
Lu Jianshi mengamati situasi ini: "Persis seperti Paman Tujuh, ini benar-benar bukan manusia biasa!"
Mereka menyiapkan susu untuk anak-anak, orang dewasa makan sedikit, lalu bersiap keluar. Dua pembantu mengaku lelah dan memilih istirahat di hotel.
Lu Shouyan, Chu Wan, dan Lu Jianshi membawa dua anak berkeliling jalanan dengan mobil. Pemandangan malam Las Vegas yang spektakuler dengan berbagai kasino yang berpendar cahaya, menampilkan atraksi-atraksi kreatif.
Musik yang menggemparkan, air mancur di danau yang bergerak mengikuti irama, serta hotel transparan berkilauan di bawah lampu LED, membentuk kota Las Vegas legendaris yang tak pernah tidur.
Dua anak itu terpana melihatnya, di kehidupan ini mana pernah melihat formasi besar seperti ini.
Lu Shouyan: "Inilah kemewahan kapitalisme."
Lu Jianshi: "Sebenarnya kalau dilihat terus juga bikin pusing, dunia yang penang glamor dan kemewahan."
Sambil berjalan, Lu Shouyan melihat supermarket di depan lalu menghentikan mobil, bersiap masuk untuk melihat-lihat sekaligus membeli oleh-oleh.
Tak disangka saat melewati depan supermarket, Chu Wan melihat sebuah poster bertuliskan "MORTGAGE AUCTION" besar-besar.
Chu Wan langsung bersemangat menarik lengan baju Lu Shouyan: "Lihat, ini mirip dengan lelang gudang!"
Lu Jianshi melirik penasaran: "Lelang macam apa ini?"
Meski sudah bertahun-tahun di Amerika, dia tak pernah terlibat dalam lelang semacam ini dan tidak paham.
Chu Wan menjelaskan: "Beberapa penjudi yang sudah kehilangan kendali akan menggadaikan barang berharga mereka di kasino. Umumnya mereka akan kalah berjudi dan tidak mampu menebus kembali barang jaminan tersebut. Setelah waktu tertentu, barang-barang ini akan dilelang oleh kasino."
Lu Jianshi tersadar, sementara Lu Shouyan memahami: "Seperti lelang pegadaian."
Chu Wan: "Kurang lebih, tapi di balai lelang jenis ini banyak yang mengawasi. Status sosial mereka lebih tinggi dibanding peserta lelang gudang - ada profesional pemburu harta karun tak terduga, juga beberapa anggota □□——"
Dia sedikit ragu-ragu, lalu melanjutkan: "Tapi biasanya tidak masalah. Tamu yang datang hanya ingin ikut lelang dengan cara yang berada dalam batas diri."
Lu Shouyan: "Tidak apa-apa. Besok kita tinggalkan anak di hotel, kita sendiri yang pergi melihat."
Chu Wan: "Baik."
Malam itu menginap di hotel untuk beristirahat, keesokan harinya pagi-pagi sekali, setelah memberi penjelasan yang jelas pada pengasuh untuk menjaga anak, mereka sendiri berangkat menuju balai lelang. Lokasi lelang berada di sebuah hotel kasino yang terlihat jelas memiliki dekorasi mewah dan teliti dengan modal besar.
Berbeda dengan bayangan umum tentang kasino yang kacau balau dengan □□ bertahan, tempat ini justru tertata rapi. Para personel layanan pun mengenakan setelan jas rapi dengan sikap sopan dan penuh hormat.
Di bawah panduan seorang pelayan berbaju jas merah, mereka mengarahkan mobil ke area parkir bawah tanah. Saat memarkir, kebetulan melihat dua mobil mewah top berderet masuk di samping.
Pelayan segera melayani mereka dengan sigap, memberikan arahan penuh hormat untuk parkir di tempat yang ditentukan.
Lu Jianshi memperhatikan dua tempat parkir di sebelah yang jelas lebih luas. Ia mengerutkan dahi: "Ini perlakuan berbeda? Diskriminasi?"
Chu Wan berbisik: "Itu tempat parkir VIP."
Lu Jianshi tersadar, lalu berkata: "Memang di sini adalah dunia yang diatur oleh uang."
Chu Wan berkata: "Benar. Uang yang berbeda, perlakuan pun tak sama."
Setelah turun dari mobil, mereka bersiap menuju aula lelang di lantai atas. Siapa sangka, Chu Wan melihat orang yang turun dari mobil mewah itu dan sedikit tertegun.
Pria itu memiliki rambut pendek berwarna rami agak ikal, kulitnya sedikit gelap dengan semburat Merah Zhu yang pucat - ciri khas wajah orang Belanda.
Ia mengenakan setelan jas merek terbaik, posturnya terlihat hampir setinggi Lu Shouyan meski tubuhnya agak gemuk.
Ternyata orang ini adalah Hammie.
Di kehidupan sebelumnya, Chu Wan pernah beberapa kali melihat Hammie di balai lelang dengan ingatan yang samar.
Tak disangka bisa bertemu Hammie di sini.
Lu Shouyan secara alami memperhatikan perhatian khusus Chu Wan terhadap pria ini, sedikit mengangkat alis.
Chu Wan menggelengkan kepala halus. Lu Shouyan pun tidak lagi menyebut, mengantar dia dan Lu Jianshi ke lantai atas.
Saat naik lift, ternyata ada juga pemisahan lift VIP. Mereka masih menunggu di lift untuk pelanggan biasa, sementara lift VIP Hammie tidak perlu antri.
Hammie melirik sekilas ke arah Lu Shouyan, Chu Wan, dan beberapa orang lain, lalu mencemooh dengan memonyongkan bibir.
Ekspresi Lu Jianshi langsung berubah dingin, matanya menyapu mereka dengan tatapan hambar.
Lu Shouyan sama sekali tidak menghiraukan. Ketika lift tiba, mereka langsung masuk.
Di dalam lift ada tamu lain. Mereka tetap diam sampai akhirnya tiba di lantai tiga tempat balai lelang berada. Barulah Lu Shouyan bertanya pada Chu Wan: "Orang itu kau kenal?"
Chu Wan: "Dia adalah Hammie."
Lu Shouyan juga terkejut: "Ternyata dia?"
Chu Wan: "Benar. Aku pernah melihat foto berwarnanya di beberapa dokumen arsip. Tidak mungkin salah, pasti dia."
Lu Shouyan tentu tahu tentang Hammie. Sebelumnya, dialah yang memberikan dokumen perusahaan kapal karam Belanda milik Hammie. Tapi memang belum pernah melihat foto Hammie.
Dia berpikir sejenak, lalu berkata: "Tidak apa. Kita cukup lebih berhati-hati saja."
Chu Wan: "Ya."
Lu Jianshi tidak tahu siapa Hammie, awalnya ingin bertanya, tapi saat itu mereka sudah sampai di balai lelang.
Lelang resmi belum dimulai, di sebelah balai lelang terdapat ruang pameran pra-lelang yang menampilkan barang lelang hari ini.
Lu Shouyan, Chu Wan, dan yang lain mendekat untuk melihat. Jenis barangnya beragam, ada properti dan saham, juga berbagai barang seni/antik, tentu saja beberapa perhiasan giok dan mutiara.
Chu Wan sekilas melihat-lihat, lalu menuju ke etalase pameran barang antik. Semua barang di sini disimpan dalam lemari antipeluru khusus, setiap lemari hanya memperlihatkan sepotong kecil kaca tempered untuk mengamati kondisi barang lelang di dalamnya.
Lemari-lemari itu terkunci rapat, di bagian atas terdapat lampu sorot yang menyinari barang pameran, memungkinkan tamu melihat koleksi tersebut dengan jelas.
Namun ini tentu sangat tidak menguntungkan untuk verifikasi perhiasan giok atau keramik barang antik. Lampu sorot yang berwarna itu sendiri mudah membuat warna benda menjadi tidak asli. Begitu warna terdistorsi, sangat sulit membedakan asli atau palsu. Apalagi hanya ada jendela kaca kecil selebar itu untuk mengamati.
Chu Wan melihat dengan tenang. Terlihat jelas barang-barang pameran ini berasal dari tamu berbagai negara. Beberapa koleksi jelas milik orang Eropa, sementara yang lain memiliki gaya Tiongkok yang kental, terutama sebuah plakat giok yang mungkin merupakan pusaka keluarga.
Setelah mengamati cukup lama tanpa menemukan sesuatu yang layak dibeli, Chu Wan melanjutkan perjalanannya.
Saat itu, Lu Shouyan berkata: "Wan-wan, di sini ada tembikar. Mau lihat?"
Mendengar itu, Chu Wan tidak berharap banyak. Ia hanya iseng mendekat. Namun saat melihat, ia tertegun.
Di sana ternyata terdapat piring besar bergaya Qinghua dengan latar kuning, bermotif naga awan simbol keberuntungan dan umur panjang.
Meski pencahayaannya redup dan tidak terlihat jelas, Chu Wan dengan pengalaman bertahun-tahun tetap bisa mengenali bahwa Piring Besar Qinghua Fu Shou Yunlong di Atas Dasar Kuning ini memiliki bodi keramik yang tipis dan proporsional. Glasir kuning pada bagian luar memiliki gradasi warna yang murni bagaikan bunga matahari menyinari siang hari - terang benderang dan memesona. Pola Qinghua-nya pun menampilkan biru nila yang dalam dan intens, berpadu sempurna dengan kilau glasir kuning yang berminyak.
Seluruh tembikar ini terlihat megah dan penuh kharisma. Sepintas memang mirip barang langka era Kaisar Qianlong dari kiln resmi kekaisaran.
Namun Chu Wan merasa barang ini terasa akrab, seolah pernah dilihat sebelumnya.
Setelah mengamati dengan cermat melalui kaca tempered, timbul dugaan dalam hatinya.
Ia ingat kakek buyutnya pernah menggambar sketsa pensil berbagai bentuk keramik yang pernah dibuatnya. Salah satunya memiliki cap tahun produksi persis seperti ini. Tapi ia jelas ingat sang kakek pernah berkata bahwa keramik itu dihadiahkan kepada seorang teman.
Sepanjang hidup Kakek Buyut, beliau memiliki banyak kenalan. Namun yang menerima pemberian tembikar buatan tangannya sendiri mungkin tak sampai sepuluh jari. Pastilah orang tersebut merupakan sahabat karib yang sangat langka dalam hidupnya.
Orang dengan kedekatan seperti itu, bagaimana mungkin membiarkan karya Kakek Buyut terdampar di balai lelang kasino?
Andai bisa memeriksa cap tahun produksi, tentu aku bisa memastikan. Sayangnya aturan di sini melarang pemeriksaan mendetail. Hanya mengamati melalui lapisan kaca ini, aku tak berani mengambil kesimpulan gegabah.
Lu Shouyan yang memperhatikan Chu Wan mengamati lama-lama, bertanya pelan: "Bagaimana menurutmu benda ini?"
Chu Wan menjawab: "Sulit dipastikan, tapi aku ingin memilikinya."
Lu Shouyan: "Harga awal lelangnya 3.000 dolar. Jika kau berminat, kita bisa amati situasinya dulu. Nanti biarkan Jianchen yang menawar."
Status Lu Shouyan memang tak pantas untuk menonjol. Sebagai perempuan, kehadiran Chu Wan di kasino Las Vegas juga terlalu mencolok. Hanya Lu Jianchen yang tepat untuk peran ini.
Chu Wan mengangguk: "Ya, serahkan saja padanya."
Dia sedikit ragu-ragu, tapi tetap berkata: "Yang ini, aku mau. Harga psikologis tertinggi adalah 100.000 dolar."
Jika ini karya Kakek Buyut, tentu dia akan berusaha apapun harganya; Jika bukan, berarti barang itu asli kelas satu dari era Kaisar Qianlong, glasir kuning premium untuk istana kekaisaran. 100.000 dolar untuk mendapatkannya juga tidak terlalu merugi.
Lu Shouyan agak terkejut. Dia tahu gaya Chu Wan yang jarang mau mengorbankan segalanya untuk sebuah barang.
Tapi dia tidak banyak bertanya, hanya berkata: "Baik, kita akan berusaha mendapatkannya."
